Dari
Al-Azhar, Terbitlah Kebebasan Dasar
Novriantoni Kahar, ALUMNUS UNIVERSITAS AL-AZHAR, PENGAMAT
TIMUR TENGAH
Sumber
: KORAN TEMPO, 6
Februari 2012
Di
tengah kegalauan sosial-politik dan ekonomi yang sedang melanda Mesir
pasca-Mubarak, Al-Azhar datang dengan inisiatif jitu. Pada 8 Januari lalu,
dimotori Grand Syekh Ahmad Thayyib dan disokong intelektual lintas faksi,
institusi pendidikan tertua di dunia Islam ini mengeluarkan empat butir
manifesto yang diberi nama “Dokumen Kebebasan Dasar”(Watsiqah al-Hurriyyat
al-Asasiyyah).
Dokumen
ini diharapkan akan mengilhami dan menjadi landasan Konstitusi Mesir baru yang
sedang merambah jalan demokrasi. Sebelum dokumen ini, Al-Azhar telah
mengeluarkan imbauan untuk “Menuntaskan Tujuan Revolusi dan Mengembalikan Elan
Vitalnya”. Imbauan berisi 12 butir itu lebih menyasar Dewan Tinggi Militer dan
mengimbaunya agar— antara lain—mengembalikan kedaulatan sipil, menyelenggarakan
pemilu yang bebas dan adil, lalu kembali ke barak.
Sementara
itu, Dokumen Kebebasan Dasar berisi empat aspek kebebasan yang dianggap vital
sebagai visi Mesir yang bebas dan demokratis. Ia mencakup (1) kebebasan
berkeyakinan, (2) kebebasan berpikir dan berekspresi, (3) kebebasan riset
ilmiah, serta (4) kebebasan kreasi seni dan budaya.
Dokumen Kebebasan
Terobosan
ulama Al-Azhar ini bagaikan oasis di tengah-tengah keringnya inisiatif-inisiatif
yang kredibel tentang visi Mesir pascaMubarak. Al-Azhar menyuguhkan sebuket
mawar untuk semua, karena hampir segenap kekuatan sosial-politik Mesir
mendukung dan mengelu-elukan Dokumen, kecuali kubu ultra-konservatif Salafi.
Namun, bagi kalangan Ikhwani tua—apalagi Salafi—Dokumen ibarat serangan dini
yang kelak akan membatasi manuver-manuver mereka untuk mengeluarkan
legislasi-legislasi sosial yang konservatif dan anti-kebebasan. Meski begitu,
calon presiden dari AlIkhwan al-Muslimun, Abu Mun’im Abu alFutuh, menyambut
positif dan tak sungkan menyebutnya sebagai pelengkap spirit revolusi Mesir.
Hanya,
di Mesir berlaku adagium ini: engkau tak bisa mempercayai (kejujuran
pandangan-pandangan) Ikhwani, tapi engkau mungkin hidup bersama (moderasi sosial)
mereka.Terhadap Salafi, engkau dapat mempercayai kejujuran
(pandangan-pandangan) mereka, tapi engkau akan kesulitan hidup bersama (visi
ultra-konservatif) mereka. Bisa diduga, Al-Azhar dan kalangan pengusung Dokumen
berpandangan bahwa paras moderasi Ikhwan terkini masih perlu diletakkan dalam
konteks menyambut kekuasaan. Sementara itu, wacana-wacana ala Wahabisme kubu
Salafi membuktikan bahwa visi mereka jauh dari impian masyarakat demokratis dan
terbuka.
Karena
itu, salah satu tujuan eksplisit Dokumen adalah “untuk membendung ajakanajakan
tendensius berkedok amar makruf nahi munkar yang berpotensi membatasi kebebasan
sipil dan pribadi warga negara Mesir”. Dokumen menandaskan bahwa ajakan-ajakan
itu “jauh dari visi peradaban dan perkembangan sosial masyarakat Mesir modern”.
Hampir-hampir mirip Indonesia, di era transisi demokrasi ini, isu keagamaan di
Mesir sering kali diletupkan untuk menyulut ketegangan-ketegangan sosial dan
mengabsahkan persekusi terhadap kalangan minoritas Kristen Koptik.
Isi Dokumen
Untuk
itu, butir pertama Dokumen menegaskan pentingnya kebebasan berkeyakinan bagi
semua warga negara.“Kebebasan berkeyakinan, berbarengan dengan hak-hak dan
kewajiban yang setara di antara semua warga negara, merupakan batu pijakan
penting bagi perkembangan masyarakat modern. Semua mendapat jaminan eksplisit,
baik dari teks-teks keagamaan maupun konstitusi dan perundang-undangan. ”Untuk
mengukuhkan pernyataan itu, Dokumen menyitir ayat Al-Quran tentang “tiada
paksaan dalam beragama”(Qs. Al-Baqarah, 1: 256) dan “barang siapa yang hendak
beriman, berimanlah; dan barangsiapa yang hendak kufur, kufurlah!”(Qs. Al-Kahfi,
18: 29).
Lebih
penting lagi, Dokumen menyerukan perlunya “kriminalisasi (tajrim) terhadap
bentuk-bentuk pemaksaan keyakinan (ikrah), dan atau penindasan (idhtihad), dan
atau diskriminasi (tamyiz) atas dasar keyakinan”. Secara agak bersayap, lalu
dinyatakan pula bahwa “setiap individu berhak untuk berpikiran bebas sesuai
dengan apa yang ia inginkan seraya tidak menyinggung hak-hak masyarakat untuk
mempertahankan agama-agama samawi yang mereka yakini“.
Pernyataan
paling kuat soal kebebasan berkeyakinan muncul dari kutipan ulama klasik Islam,
Imam Malik: “Jika muncul dari seseorang 100 pernyataan bernada kafir dan hanya
satu aspek yang mengandung unsur iman, maka orang tersebut hendaklah dianggap
beriman dan tidak boleh dicap kafir!“Berdasarkan itu, Dokumen menolak cara-cara
pengganyangan (iqsha') dan pengkafiran (takfir) terhadap keragaman dan
perbedaan keyakinan. Juga menolak keras penghakiman dan intervensi (taftisy)
terhadap intensi seseorang dalam berkeyakinan yang kerap dipraktekkan kalangan
Salafi. Intinya, Dokumen hendak menegaskan moderasi dan toleransi beragama.
Dalam
soal kebebasan berekspresi, Dokumen juga membuat pernyataan tegas.
Misalnya soal niscayanya memperbincangkan kepentingan publik secara bebas tanpa diikat oleh klausul tertentu, seperti ungkapan “asal tidak kebablasan dan melampaui kewajaran“(adamu at-tajawuz). Sebab, klausul pengikat seperti itu sering kali diselewengkan untuk mengebiri kebebasan berekspresi. Sebaliknya, Dokumen menganjurkan masyarakat untuk menoleransi dan “melampaui yang wajar“dalam perbincangan soal kepentingan publik (bal yata'ayyan as-samah biha).
Misalnya soal niscayanya memperbincangkan kepentingan publik secara bebas tanpa diikat oleh klausul tertentu, seperti ungkapan “asal tidak kebablasan dan melampaui kewajaran“(adamu at-tajawuz). Sebab, klausul pengikat seperti itu sering kali diselewengkan untuk mengebiri kebebasan berekspresi. Sebaliknya, Dokumen menganjurkan masyarakat untuk menoleransi dan “melampaui yang wajar“dalam perbincangan soal kepentingan publik (bal yata'ayyan as-samah biha).
Pada
butir kebebasan riset ilmiah, Dokumen menekankan pentingnya iklim kebebasan
ilmiah dan sokongan riset-riset ilmu pengetahuan agar umat Islam masuk kancah
pertarungan ilmiah dan peradaban. Dalam seni-budaya, Dokumen menekankan bahwa
kerja-kerja seni-budaya adalah profesi terhormat; kreasi dan inovasi terbaik di
bidang ini merupakan manifestasi terpenting dari mekarnya kebebasan-kebebasan
dasar dalam suatu masyarakat. Penegasan terakhir ini, walau tampak remeh,
merupakan respons langsung terhadap visi Ikhwani lama dan kalangan Salafi yang
memandang rendah aspek-aspek dan urgensi seni-budaya.
Rekonsili `Vatikan Islam'
Dokumen
Kebebasan Al-Azhar disambut hangat hampir semua lapisan masyarakat Mesir: media
dan pemuka agama (Islam maupun Koptik), intelektual liberal maupun kiri,
pejabat militer maupun birokrasi. Al-Azhar dianggap telah menorehkan sejarah
penting dalam Islam, yang mungkin setara atau lebih radikal dari Rekonsili
Vatikan dalam Katolik.Terlepas dari rekam jejak AlAzhar yang dulu terlibat
sensor seni-budaya lewat institusi Dewan Tinggi Urusan Islamnya--juga adanya statemen-statemen
bersayap dalam Dokumen yang kelak bisa digunakan untuk menghambat
kebebasan-hampir semua mufakat bahwa Al-Azhar telah melakukan terobosan paling
brilian selama momentum Musim Semi Arab.
Sebagian menyebut Dokumen ini sebagai
“manifesto liberalisme Arab“yang memadukan tradisi dan modernitas, kearifan dan
perubahan, serta agama dan kebebasan. Jika visi-visi Dokumen kelak diadopsi
oleh konstitusi dan bersemi dalam kehidupan sosial-politik-budaya Mesir, saya
akan ikut berbangga menjadi salah satu Azhari atau alumnus Al-Azhar. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar