Becik
Ketitik Ala Ketara
Abdul Mu’ti, SEKRETARIS
PP MUHAMMADIYAH, DOSEN IAIN WALISONGO, SEMARANG
Sumber
: SINDO, 18
Februari 2012
Dalam teologi
Islam terdapat banyak aliran. Salah satunya adalah Murjiah. Aliran Teologi ini
didirikan oleh al-Hasan bin Muhammad al-Hanafiyah pada 695 M.Kelahiran Murjiah
merupakan respons dari pertikaian politik umat Islam pasca peristiwa arbitrase
(tahkim).
Untuk mengakhiri pertikaian politik antara Ali ibn Abi Thalib dengan Muawiyah ibn Abi Sofyan diadakanlah arbitrase agar terjalin ukhuwah dan persatuan Islam. Karena kecurangan Amr ibn Ash sebagai juru runding pihak Muawiyah, proses arbitrase justru menjadi babak baru pertikaian politik yang penuh pertumpahan darah. Ali Ibn Abi Thalib dibunuh oleh Ibn Muljam, pengikutnya yang membelot (Khawarij).
Kaum muslim terbelah dan saling mengafirkan antara satu dengan lainnya. Dalam situasi demikian,aliran Murjiah muncul sebagai solusi moderat beberapa kelompok yang bertikai. Pertama, mengeliminasi ekstremisme Khawarij dan Syiah, pendukung setia Ali ibn Abi Thalib. Kedua, menjalin persatuan dan kesatuan umat Islam di tengah konflik politik dan untuk menghindari sektarianisme.
Dalam kerangka itu, Murjiah menyarankan agar kaum muslim tidak menghakimi kelompok lain sebagai pelaku dosa besar dan kafir. Khusus tahkim, hendaknya diserahkan kebenarannya kepada Tuhan dan ditunda (arja’a, postpone) keputusan akhirnya di hari kiamat. Secara teologis, Murjiah berpendapat bahwa kaum beriman yang melakukan dosa besar berkesempatan bertaubat kepada Tuhan.
Mereka yang berbuat baik akan masuk surga, yang berbuat jahat masuk neraka.Pendapat Murjiah yang moderat ini sama dengan teologi Ahlus Sunnah (Harun Nasution,1978). Sesuai dengan keyakinan tersebut, Murjiah menjadi kelompok diam (the quietist) yang tidak terlibat dalam hiruk-pikuk pertikaian politik (Montgomery Watt, 1987). Sikap diam tersebut bukanlah suatu bentuk fatalisme, tetapi optimisme.
Bahwa kebenaran mutlak hanya ada di tangan Tuhan. Akan ada pengadilan dan keadilan Tuhan sebagai hakim yang Mahaadil. Di dalam masyarakat Jawa terdapat kata mutiara: becik ketitik ala ketara. Pengertiannya, yang benar akan tampak benar dan salah akan terbukti salah. Kata mutiara yang sekaligus merupakan falsafah dan kearifan Jawa ini mengandung dua pengertian.
Pertama, manusia dengan segala kemampuannya akan berusaha menutupi kesalahan dan kejahatan yang telah diperbuatnya. Dengan segala daya,manusia berusaha menghilangkan bukti-bukti kejahatannya, bahkan jika diperlukan mengenyahkan para saksi. Kedua, setiap kejahatan pasti akan terungkap, cepat atau lambat. Jika tidak terungkap semasa hidup,kejahatan akan terungkap setelah wafat.Tanpa melalui proses investigasi, kejahatan akan terkuak dengan sendirinya. Optimisme Jawa ini mengajarkan agar manusia senantiasa berbuat baik dan berlaku bijak. Selama hayat di kandung badan, manusia hendaknya berjalan di atas kebenaran.
Kebenaran
Dalam kehidupan politik, kebenaran sering kali ditentukan oleh kekuasaan. Mereka yang berkuasa bisa merekayasa kebenaran. Kekuasaan memungkinkan seseorang menutup rapat kesalahan dan kejahatannya. Seorang penguasa dengan mudah menekan hakim dan jaksa untuk tidak menjalankan hukum sebagaimana mestinya. Dengan menerbitkan buku putih, seseorang bisa mencuci sejarah hitam kehidupannya.
Mereka mampu membuat sejarah dengan fakta-fakta palsu. Namun, hukum sejarah menunjukkan bahwa kebenaran tidak dapat ditindas. Banyak pemimpin yang meringkuk di penjara ketika tidak lagi berkuasa. Tidak sedikit para tiran yang menjadi pesakitan ketika tubuhnya mulai sakit-sakitan. Ketika seseorang tidak lagi punya takhta,tidak ada seorang pun yang bersedia menulis biografi yang penuh puja-puji.
Semua pergi dan sejarah berjalan dengan hukumnya sendiri. Dalam Alquran dijelaskan bahwa kebenaran pasti datang mengalahkan kebatilan. “Dan katakanlah, kebenaran telah datang dan yang batil pasti lenyap. Sungguh yang batil itu pasti lenyap.” (QS. 17:81). Kebatilan itu bisa dilenyapkan oleh manusia yang memiliki komitmen terhadap kebenaran dan keadilan.Dalam sejarah kerasulan, kebatilan dilenyapkan oleh para rasul pembawa risalah kebenaran.
Dalam kehidupan modern, kebatilan bisa dikalahkan oleh para hakim yang adil, para saksi yang jujur dan pemimpin yang tegas. Bahkan, kebatilan bisa dikalahkan oleh rakyat jelata yang konsisten dan bersatu padu membela kebenaran. Dalam Alquran dijelaskan perihal pengadilan ukhrawi,setelah manusia mati.Pengadilan tanpa pengacara dan pembela hukum.
“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS. 36: 65). Di pengadilan dunia, lidah manusia bisa bersilat lincah, menari-nari penuh kebohongan. Seorang pembohong tulen akan mampu membohongi lie-detector.Pakar hukum bisa menyiasati hukum.
Di dalam negeri,berjuta pasang mata menyaksikan proses pengadilan yang sangat menyita perhatian. Negeri ini sedang berpacu memberantas korupsi dan tindak kriminalitas. Sebagian—utamanya kasus kecil—sudah diputus tuntas. Banyak yang bergabung dalam ikatan alumni “pesantren- prodeo”. Sebagian lainnya— khususnya kasus kelas hiu—masih terus tayang di media massa.
Skandal Century yang sudah bertahun-tahun belum menunjukkan titik terang. Kasus Wisma Atlet masih jauh dari harapan. Beberapa memang telah divonis bersalah. Namun,dalang dan aktor utamanya belum––bahkan tidak akan pernah––terjamah. Sebagai bangsa yang besar, bangsa Indonesia tidak boleh pesimistis, apalagi fatalistis. Diam bukan berarti tidak bersikap.
Kita percayakan kepada aparat penegak hukum untuk bekerja sebagaimana janjinya. Biar lambat asal selamat. Jangan berprasangka buruk kepada pemerintah, apalagi kepada presiden.Kita yakin presiden berkata jujur dan tidak sedang bersandiwara. Sekarang atau nanti,kebenaran akan terbukti. Becik ketitik ala ketara. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar