APEC
2013:
Menuju
Komunitas Ekonomi Asia Pasifik
Anindya
Novyan Bakrie, ANGGOTA
DARI APEC BUSINESS ADVISORY COUNCIL (ABAC)
Sumber
: KOMPAS, 20
Februari 2012
Di tengah ketidakpastian ekonomi global,
Presiden Rusia Dmitry Medvedev memberikan secercah harapan. Ia akan mendorong
lebih jauh proses integrasi ekonomi antar anggota forum Kerja Sama Ekonomi Asia
Pasifik, APEC.
Dalam tulisannya, ”Integrasi untuk Tumbuh,
Inovasi untuk Makmur” (Kompas, 5/2), ia menjelaskan sejumlah agenda Rusia
sebagai Ketua APEC 2012.
Bergabungnya Rusia dalam Organisasi
Perdagangan Dunia (WTO) sejak Desember lalu membuat pejabat Moskwa
berpartisipasi penuh dalam pembahasan liberalisasi perdagangan dan investasi.
Presiden Medvedev menawarkan sejumlah inisiatif baru, termasuk rencana
pembangunan koridor transportasi untuk rute perdagangan baru Asia ke Eropa
melalui Rusia.
Walau Moskwa terletak di Eropa, secara
geografis dua pertiga dataran Rusia berada di Asia. Maka, Rusia juga berhak
mengklaim sebagai bagian dari kekuatan Asia. Pilihan Vladivostok, kota besar di
timur jauh Rusia, sebagai tempat KTT APEC, September mendatang,
memperkuat komitmen Moskwa untuk berperan dalam kebangkitan Asia.
Sementara ekonomi Eropa mengalami
ketidakpastian dan pertumbuhan di Amerika Serikat bergerak lebih lamban dari
harapan, Asia menjadi harapan untuk memulihkan pertumbuhan ekonomi global.
Pasar
Andalan
China, India, dan Indonesia membuktikan bahwa
jumlah penduduk yang besar justru merupakan pasar andalan saat tujuan ekspor
tradisional ke Eropa dan Amerika sedang lesu. Ketiga negara Asia ini mampu
mempertahankan pertumbuhan ekonomi karena ditopang oleh konsumsi domestik. Pada
gilirannya, pertumbuhan mereka menggerakkan roda ekonomi negara Asia Pasifik
lain.
Dukungan penuh Indonesia terhadap Rusia di
Asia sangat penting, mengingat Indonesia akan mengambil alih tongkat
kepemimpinan APEC tahun 2013. Indonesia harus memikirkan dan mempersiapkan
sejumlah agenda untuk menjaga kesinambungan pertumbuhan dan perkembangan
ekonomi pasca-Rusia.
Dengan semakin terintegrasinya perekonomian anggota
APEC, langkah selanjutnya adalah membangun sebuah komunitas ekonomi agar kerja
sama ekonomi di kawasan ini naik ke level berikutnya. Indonesia dapat
menggunakan kepemimpinannya di APEC tahun 2013 untuk mencanangkan gagasan
Komunitas Ekonomi Asia Pasifik dan membuat sejarah di APEC.
Satu hal yang membedakan APEC dari organisasi
antarpemerintah lain, termasuk WTO, adalah tidak ada ikatan pada anggotanya
untuk melaksanakan sejumlah kesepakatan. Semua keputusan diambil lewat
konsensus dengan semangat ”regionalisme terbuka” sehingga anggota terhindar
dari pemaksaan agenda kekuatan eksternal.
Semangat inilah yang dikenal sebagai ”The
ASEAN Way”: inklusif dan berdasarkan konsensus, sebuah proses yang tidak asing
lagi bagi Indonesia.
Perlu
Inisiatif
Dibutuhkan upaya terobosan dari waktu ke
waktu untuk membuat APEC tidak hanya ada, tetapi juga bermanfaat. Sejarah
membuktikan, Indonesia beberapa kali mengambil inisiatif penting untuk membuat
terobosan.
Pada 1993, di tengah keraguan negara ASEAN
lain, Presiden Soeharto memutuskan untuk menerima undangan
Presiden Bill Clinton ke Seattle dan meningkatkan forum APEC dari pertemuan
level menteri ke level pemimpin negara.
Tahun berikutnya, sebagai tuan rumah KTT ke-2
APEC di Bogor, Pak Harto menyetujui ditetapkannya 2010 sebagai tenggang waktu
liberalisasi perdagangan anggota APEC yang sudah maju dan 2020 untuk anggota
APEC negara berkembang. Deklarasi Bogor ini membawa perubahan dramatis yang
positif pada ekonomi kawasan.
Didirikan tahun 1989, lembaga ini berhasil
menurunkan tarif dan berbagai rintangan yang menghambat arus perdagangan dan
investasi. Dampaknya adalah perekonomian anggota lebih efisien dan perdagangan
antarmereka tumbuh lebih pesat.
Ke-21 anggota APEC mewakili 40 persen
penduduk dunia, hampir 55 persen produk domestik bruto (PDB) dan 44 persen dari
perdagangan dunia. Jika gagasan menjadikan APEC sebagai sebuah
komunitas datang dari negara berkembang seperti Indonesia dan didukung kekuatan
global berpengaruh seperti Rusia, cita-cita abad ke-21 jadi milik Asia Pasifik
bisa menjadi kenyataan.
Bangun
Komunitas
Gagasan membangun komunitas di Asia Timur
atau Asia Pasifik di antaranya muncul dari Kevin Rudd ketika ia menjadi Perdana
Menteri Australia dan (mantan) Perdana Menteri Jepang Yukio Hatayama. Gagasan
ini sudah dibahas di forum formal, seperti ASEAN+3, East Asian Summit (18
negara), dan APEC (21 negara), ataupun pertemuan-pertemuan informal.
Pembentukan Uni Eropa—terlepas dari
masalahnya saat ini— juga diawali dengan kerja sama ekonomi yang kemudian
ditingkatkan menjadi komunitas ekonomi Eropa. Melihat ekonomi di Asia Pasifik
yang sudah terintegrasi, APEC hanya tinggal satu langkah lagi untuk menjadi
komunitas ekonomi.
Namun, jalan menuju komunitas ekonomi Asia
Pasifik membutuhkan komitmen anggota APEC untuk meliberalisasi perdagangan dan
investasi. Suatu hal yang berat di tengah krisis ekonomi saat ini sehingga
banyak negara tergoda untuk memberlakukan proteksi.
Pemerintah juga harus memastikan agar
integrasi ekonomi bermanfaat bagi bangsa kita. Perdagangan bebas yang kita
inginkan adalah suatu sistem yang adil bagi semua anggota ekonomi APEC, bukan
sekadar menguntungkan perusahaan besar. Usaha mikro, kecil, dan menengah
merupakan tulang punggung ekonomi Indonesia dan mereka sepatutnya mendapatkan
kesempatan untuk berkompetisi.
Indonesia harus memanfaatkan kepemimpinannya
di APEC tahun 2013 untuk mengajukan sejumlah agenda penopang kebijakan ekonomi
nasional, mulai dari pembangunan infrastruktur hingga interkonektivitas antara
pusat kegiatan ekonomi dan pengembangan industri manufaktur untuk mengolah
sendiri hasil bumi di Indonesia agar ekspor kita bernilai tambah. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar