Sabtu, 12 November 2011

Suara Pembaca, 12 November 2011


Suara Pembaca, 12 November 2011
*** Komentar dari para pembaca akan dimuat pada Suara Pembaca ***



Zaman Kleptolitikum (Achmad M. Akung, Kompas 12 November 2011)

Komentar-1 :
Sebuah tulisan yang menarik.  Dari sisi isi (content) sebenarnya tidak jauh beda dengan telaahan kritis dari para pengamat politik atau pengamat hukum.  Namun ia menjadi menarik karena dipoles dengan istilah baru "kleptolitikum" dan dilengkapi dengan sejumlah referensi populer. Sedikit bumbu sastra dan dramatisasi membuat tulisan ini menjadi lebih menarik lagi untuk dinikmati.  Walaupun dari sisi bobot pengetahuan, menurut saya, tulisan ini minim analisis.   (Budisan, budisan_2005@yahoo.com)


"Antihero" (Budiarto Shambazy, Kompas 12 November 2011)

Komentar-1 :
Saya tidak tahu persis mengapa Soekarno dan Soeharto sepertinya sengaja menyembunyikan Sjafruddin Prawiranegara (SP) sebagai sosok pahlawan nasional.  Apakah kedua presiden RI tersebut termasuk mereka yang "antihero"?  Mungkinkah Soekarno dan Soeharto mengingkari kenyataan bahwa SP adalah Presiden Pemerintah Darurat Republik Indonesia? Lalu, apakah kegamangan sejarah nasional kita selama ini untuk menyebut SP sebagai Presiden RI ke-2 karena ia terlibat dalam pendirian Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang merupakan "negara dalam negara", atau karena (seperti halnya Mr. Asaat Datuk Mudo) ia hanya merupakan Presiden "Darurat" RI?  Selanjutnya, apakah pengangkatan SP sebagai pahlawan nasional oleh Presiden SBY menunjukkan bahwa pemerintahan SBY tidak "antihero"?  Mungkinkah pengangkatan SP sebagai pahlawan nasional akan ditindaklanjuti dengan perbaikan sejarah nasional kita yang akan mengakui SP sebagai Presiden RI ke-2?  

Saya berharap pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat memberikan pesan tersirat kepada kita untuk tidak terlalu mudah "meluruskan" sejarah nasional kita tanpa disertai pengetahuan yang memadai dan pertimbangan yang matang.  Bagi seorang anak SD, tak dapat dihindarkan, sejarah nasional memang seringkali perlu disederhanakan menjadi "Hitam" atau "Putih", seperti halnya "Pengkhianat" atau "Pahlawan".  Tetapi bagi kita yang sudah dewasa, tidak seharusnya kita dengan mudah percaya kepada pejabat pemerintah yang mengklaim bahwa selama pemerintahan Presiden SBY kondisi negeri kita telah semakin membaik.  Demikian pula sebaliknya, kita tidak perlu menelan mentah-mentah pendapat Budiarto Shambazy dalam tulisan ini yang mengatakan bahwa "negeri ini selama sekitar tujuh tahun terakhir makin berantakan."                            (Budisan, budisan_2005@yahoo.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar