Nunun, KPK, dan SBY
Hifdzil Alim, PENELITI PADA PUSAT KAJIAN ANTIKORUPSI, FAKULTAS HUKUM UGM
Sumber : KOMPAS, 17 November 2011
Desakan
publik terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi, yang dinilai lambat menangkap
Nunun, membuat Busyro Muqoddas angkat bicara. Katanya, ”Ada kekuatan besar yang
melindungi Nunun sehingga ia sulit ditangkap” (26/10/2011).
Pernyataan
Ketua KPK tersebut mengandung pertanyaan besar. Kalau Nunun sulit ditangkap,
lalu cara apa yang paling mungkin diambil untuk melawan kekuatan besar itu dan
mempercepat penangkapan Nunun?
Nunun
Nurbaeti adalah tersangka kasus suap pemenangan deputi gubernur senior Bank Indonesia
tahun 2004. Nunun, melalui asistennya, disangka menyuap 26 anggota DPR periode
1999-2004 agar memilih Miranda Swaray Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior
BI.
Sampai
persidangan terhadap 26 anggota DPR tersebut selesai, bahkan ada terpidana yang
sudah mendapatkan pembebasan bersyarat, Nunun masih belum bisa ditangkap. Wajar
jika banyak pihak yang mencibir KPK. Lembaga pemberantas korupsi itu dinilai
loyo mengejar Nunun. Posisi KPK pun tersudut di sisi gelap cercaan.
Musuh
Bersama
Namun,
menuntut KPK bekerja sendirian menangkap Nunun adalah tuntutan yang keliru.
Tanggung jawab melawan koruptor tak semata berada di pundak KPK.
Konsideran
menimbang Huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi menyebutkan bahwa ”korupsi sangat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara serta menghambat pembangunan nasional”. Kata
”menghambat pembangunan nasional” memiliki makna bahwa korupsi
merusak usaha pencapaian tujuan negara yang dimaktubkan dalam alinea keempat
Pembukaan UUD 1945.
Tujuan
negara agar melindungi (protect goal), menyejahterakan (welfare goal),
mencerdaskan (education goal), dan menciptakan perdamaian (peacefulness goal)
bagi rakyatnya
terseok-seok karena paku korupsi. Oleh karena itu, korupsi
sejatinya tak hanya menjadi urusan KPK, tetapi urusan seluruh elemen bangsa.
Oleh
karena itu pula, koruptor dan kekuatan besar yang melindunginya seharusnya
tidak hanya menjadi lawan KPK, tetapi musuh bersama bagi elemen bangsa.
Koruptor adalah musuh negara.
Setiap
penyelenggara negara bertanggung jawab melawan koruptor. Artinya, setiap
lembaga pemegang kekuasaan negara terikat kewajiban untuk melawan koruptor.
Dalam
usaha menangkap Nunun, dibutuhkan kerja sama semua penyelenggara negara.
Bantuan sebiji zarah pun sangat berharga dalam mengejar dan menangkap Nunun.
Misalnya, apabila Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang sedang
mempromosikan pariwisata Indonesia ke beberapa negara di kawasan Asia Tenggara
mengetahui secuil informasi tentang keberadaan Nunun, harus menyampaikannya ke
para penegak hukum.
Presiden
Turun Tangan
Fahmi
Idris, mantan Menteri Perindustrian, memberikan informasi keberadaan Nunun.
Berdasarkan foto paspor dan visa, Nunun tiba di Bandara Internasional
Suvarnabhumi, Bangkok, Thailand, pada 16 Mei 2010. Ia menggunakan visa
kunjungan yang habis pada 14 Juni 2010 (Kompas.com, 7/2/2011).
Kalau
benar Nunun berada di Thailand, atau setidak-tidaknya berada di kawasan Asia
Tenggara, agaknya susah menuntut KPK mengejar Nunun sendirian ke sana. Ada dua
alasannya.
Pertama,
yang memiliki jaringan penyidik internasional adalah Kepolisian Negara Republik
Indonesia. KPK tidak mempunyai jaringan ini. Kepolisianlah yang menjadi anggota
polisi internasional. Langkah KPK menerbitkan red notice bagi Nunun dan Markas
Besar Polri yang mendaftarkan Nunun sebagai buron di Interpol sudah masuk pada
jalur yang benar.
Pengalaman
menangkap Nazaruddin, tersangka kasus suap pembangunan wisma atlet, memberikan
pelajaran berharga. Tatkala KPK berkoordinasi dengan Mabes Polri, kemudian
Mabes Polri menggunakan jaringan polisi internasionalnya, tak sampai dua bulan
Nazaruddin bisa ditangkap.
Kedua,
jika benar Nunun dilindungi oleh kekuatan besar, KPK membutuhkan uluran tangan
Presiden. Gajah harus dilawan dengan gajah, kekuatan besar harus dilawan dengan
kekuatan besar. Presiden adalah kekuatan besar yang menerima kepercayaan dari
publik yang sanggup melawan kekuatan besar pelindung koruptor.
Sebagai
kepala negara, Presiden memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan pembicaraan
kenegaraan terkait dengan usaha penangkapan tersangka korupsi. Presiden juga
berwenang melakukan perjanjian internasional dengan negara lain.
Kerja
sama internasional dalam usaha pemberantasan korupsi sangat dianjurkan.
Negara-negara Asia Pasifik memiliki pendekatan dasar dalam ekstradisi dan kerja
sama penegakan hukum (mutual legal assistance on bilateral treaties). Beberapa
negara berkembang meratifikasi United Nations Convention Against Corruption
(UNCAC) sekaligus penandatanganan ASEAN 2004 Mutual Legal Assistance Treaty
(KPK, Gap Analysis Study Report, Identification of Gap Between Laws/Regulations
of the Republic of Indonesia and the UNCAC: 2006, 40).
Tak
terkecuali Indonesia. Selain meratifikasi UNCAC, melalui UU No 7/2006,
Pemerintah Indonesia juga menandatangani ASEAN 2004 Mutual Legal Assistance
Treaty, yang memasukkan Indonesia dalam perjanjian ekstradisi bilateral dengan
negara-negara ASEAN, kecuali Singapura, Australia, China, dan Korea.
Gunakan
Jalur Diplomatik
Artinya,
kalau Nunun benar berada di Thailand, atau setidaknya berada di negara di
kawasan Asia Tenggara, dengan wewenang yang dimiliki Presiden dan kerja sama
internasional penegakan hukum yang sudah ditandatangani Pemerintah Indonesia,
tak ada alasan bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk tidak melakukan
pembicaraan diplomatik mengenai penangkapan Nunun.
Momen
Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN yang rencananya digelar di Nusa Dua, Bali,
17-19 November 2011, menjadi momentum yang tepat bagi Presiden SBY untuk
membicarakan penangkapan dan ekstradisi semua tersangka korupsi, khususnya bagi
Nunun.
Namun,
usaha kerja sama antara KPK dan Mabes Polri serta pembicaraan diplomatik
kenegaraan bakal gagal kalau kebijakan politik Presiden SBY buram. Oleh karena
itu, hasrat politik Presiden tidak boleh tersandera. Intinya, kebijakan politik
Presiden jadi koefisien tetap dan utama jika ingin berhasil memberantas korupsi
dan membongkar kekuatan besar pelindung koruptor. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar