Selasa 02 Juli 2019, 15:30 WIB
Trump, Iran, dan Tucker Carlson
Jakarta - Tucker Carlson, presenter dan wartawan senior TV Foxnews itu, ternyata adalah orang yang menginspirasi Presiden AS Donald Trump untuk membatalkan serangan militer ke Iran. Namun sepotong cerita dahsyat Carlson yang wow it, nyaris terlupakan hilang tergilas pemberitaan lain seminggu terakhir ini.
Apa yang telah dilakukan Tucker Swanson McNear Carlson ini?
Bukan Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres. Bukan Presiden Iran Rouhani. Bukan PM Jepang Shinzo Abe yang awal Mei mengunjungi Iran. Bukan resolusi Dewan Keamanan PBB. Bukan Menlu AS Mike Pompeo ataupun John Bolton, Ketua Dewan Penasihat Keamanan Nasional AS dan para jenderal di Pentagon yang bisa memaksa Presiden Trump pada menit bersejarah untuk mengurungkan niat menyerang Iran.
Tapi, seorang Tucker Carlson, presenter Foxnews dengan kalimat pendek yang tajam dan narasi sederhana bisa membuat Trump kembali ragu dan mengurungkan niat menjatuhkan bom ke Iran. Demikian ujar The Dailybeast (20/6/19).
Tayangan Foxnews Tucker Carlson Tonight bertajuk US came within minutes of a huge mistake 10 menit menjelang bom dijatuhkan pesawat AS menjadi pemicu besar keraguan yang berhasil membelokkan keputusan tidak menyerang Iran.
Carlson, menurut Dailybeast, tidak lama sebelumnya dengan akses pribadi yang dimiliki berkomunikasi soal Iran dengan Presiden Trump. Termasuk, Carlson membisikkan bahwa tindakan gegabah menyerang Iran bisa berakibat fatal, yang tidak saja akan mengakhiri karier Trump, namun bahkan bisa menggagalkannya terpilih kembali menjadi Presiden AS 2020.
Presiden Trump akhirnya membatalkan serangan militer AS di tengah provokasi AS-Iran yang terus memanas. Saling tarik menarik dengan kuatnya desakan kelompok kepentingan di birokrasi AS yang tidak saja ingin berperang, lebih dari itu bermaksud menggulingkan Pemerintah Iran.
Trump sepertinya mendengar saran Carlson untuk menghentikan rencana menyerang Iran.
Carlson dengan kata lugas melontar banyak fakta agar pemirsa berpikir dua kali bahwa AS jangan membuat risiko besar dengan kebijakan yang lagi-lagi keliru. Trump sadar bahwa John Bolton, Mike Pompeo, dan jenderal di Pentagon tak sabar lagi untuk menyerang Iran.
"Orang-orang ini mendesak saya untuk terus berperang dan itu sangat menjijikkan. Kita tidak membutuhkan peperangan lagi," kata Presiden Trump menepis para penasihatnya seperti dikutip The Wall Street Journal (23/6/19).
Sungguh tidak proporsional dan buruk bila AS menyerang dan menimbulkan korban jiwa 150 orang tewas, sementara Iran hanya menembak drone yang tidak berawak. Demikian jawaban menarik yang menjadi alasan Presiden Trump mengurungkan rencana.
Seratus lima puluh jiwa adalah angka yang amat berarti. Tidak saja bagi Iran, keluarga yang tewas, eskalasi pembalasan, maupun dampak politiknya bagi kampanye Trump 2020.
Keputusan Trump pada saat yang tepat itu, menurut Carlson, membuktikan bahwa Trump punya nurani untuk berseberangan dengan para neocon yang bergaris keras, ala Mike Pompeo, John Bolton, ataupun Kepala Staf Gabungan Jenderal Joseph Dunford di Pentagon.
Presiden Trump memberi tempat tersendiri bagi kepiawaian jurnalistik ala Carlson guna mengolah pandangan berbeda dengan argumentasi kritis melawan kubu mereka sekali pun.
Tak terbendung, nama Tucker Carlson pun melejit menghebohkan komunitas wartawan dan kalangan pejabat Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Pertahanan AS. Wartawan Spectator USA Freddy Grey dan pengacara warga Florida Christopher Roach tak sabar mengusulkan agar Carlson, pendorong perdamaian ini, mendapatkan hadiah Nobel Perdamaian.
Perjuangan Carlson hanya bermodal kata dan kalimat tidak saja berhasil meyakinkan Presiden Trump agar tidak menyerang Iran secara militer. Lebih dari itu, ia bisa menembus benteng kepentingan dalam birokrasi AS, dan akhirnya berhasil mengubah kebijakan Presiden Trump. Luar biasa!
PLE Priatna ; Alumnus FISIP UI dan Monash University
Apa yang telah dilakukan Tucker Swanson McNear Carlson ini?
Bukan Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres. Bukan Presiden Iran Rouhani. Bukan PM Jepang Shinzo Abe yang awal Mei mengunjungi Iran. Bukan resolusi Dewan Keamanan PBB. Bukan Menlu AS Mike Pompeo ataupun John Bolton, Ketua Dewan Penasihat Keamanan Nasional AS dan para jenderal di Pentagon yang bisa memaksa Presiden Trump pada menit bersejarah untuk mengurungkan niat menyerang Iran.
Tapi, seorang Tucker Carlson, presenter Foxnews dengan kalimat pendek yang tajam dan narasi sederhana bisa membuat Trump kembali ragu dan mengurungkan niat menjatuhkan bom ke Iran. Demikian ujar The Dailybeast (20/6/19).
Tayangan Foxnews Tucker Carlson Tonight bertajuk US came within minutes of a huge mistake 10 menit menjelang bom dijatuhkan pesawat AS menjadi pemicu besar keraguan yang berhasil membelokkan keputusan tidak menyerang Iran.
Carlson, menurut Dailybeast, tidak lama sebelumnya dengan akses pribadi yang dimiliki berkomunikasi soal Iran dengan Presiden Trump. Termasuk, Carlson membisikkan bahwa tindakan gegabah menyerang Iran bisa berakibat fatal, yang tidak saja akan mengakhiri karier Trump, namun bahkan bisa menggagalkannya terpilih kembali menjadi Presiden AS 2020.
Presiden Trump akhirnya membatalkan serangan militer AS di tengah provokasi AS-Iran yang terus memanas. Saling tarik menarik dengan kuatnya desakan kelompok kepentingan di birokrasi AS yang tidak saja ingin berperang, lebih dari itu bermaksud menggulingkan Pemerintah Iran.
Trump sepertinya mendengar saran Carlson untuk menghentikan rencana menyerang Iran.
Carlson dengan kata lugas melontar banyak fakta agar pemirsa berpikir dua kali bahwa AS jangan membuat risiko besar dengan kebijakan yang lagi-lagi keliru. Trump sadar bahwa John Bolton, Mike Pompeo, dan jenderal di Pentagon tak sabar lagi untuk menyerang Iran.
"Orang-orang ini mendesak saya untuk terus berperang dan itu sangat menjijikkan. Kita tidak membutuhkan peperangan lagi," kata Presiden Trump menepis para penasihatnya seperti dikutip The Wall Street Journal (23/6/19).
Sungguh tidak proporsional dan buruk bila AS menyerang dan menimbulkan korban jiwa 150 orang tewas, sementara Iran hanya menembak drone yang tidak berawak. Demikian jawaban menarik yang menjadi alasan Presiden Trump mengurungkan rencana.
Seratus lima puluh jiwa adalah angka yang amat berarti. Tidak saja bagi Iran, keluarga yang tewas, eskalasi pembalasan, maupun dampak politiknya bagi kampanye Trump 2020.
Keputusan Trump pada saat yang tepat itu, menurut Carlson, membuktikan bahwa Trump punya nurani untuk berseberangan dengan para neocon yang bergaris keras, ala Mike Pompeo, John Bolton, ataupun Kepala Staf Gabungan Jenderal Joseph Dunford di Pentagon.
Presiden Trump memberi tempat tersendiri bagi kepiawaian jurnalistik ala Carlson guna mengolah pandangan berbeda dengan argumentasi kritis melawan kubu mereka sekali pun.
Tak terbendung, nama Tucker Carlson pun melejit menghebohkan komunitas wartawan dan kalangan pejabat Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Pertahanan AS. Wartawan Spectator USA Freddy Grey dan pengacara warga Florida Christopher Roach tak sabar mengusulkan agar Carlson, pendorong perdamaian ini, mendapatkan hadiah Nobel Perdamaian.
Perjuangan Carlson hanya bermodal kata dan kalimat tidak saja berhasil meyakinkan Presiden Trump agar tidak menyerang Iran secara militer. Lebih dari itu, ia bisa menembus benteng kepentingan dalam birokrasi AS, dan akhirnya berhasil mengubah kebijakan Presiden Trump. Luar biasa!
PLE Priatna ; Alumnus FISIP UI dan Monash University
Tidak ada komentar:
Posting Komentar