Minggu 14 Juli 2019, 21:30 WIB
Pertemuan "Mano a Mano" Jokowi-Prabowo
Jumat, 12 Juli pukul 19:30 Koresponden CNN Indonesia Rivana memperoleh kabar dari Mensesneg Pratikno: Siap-siap, Pak Jokowi akan ke Stasiun MRT Lebak Bulus besok pagi, terus ke FX. Rivana segera menyampaikan ke semua unsur Transmedia secara internal.
Hanya tiga stasiun TV yang ditelepon: CNN, Kompas TV, dan Metro TV. Sabtu 13 Juli pukul 09:55 Prabowo datang ke terminal MRT Lebak Bulus. Tiga menit kemudian Jokowi menyusul, bergegas datang, berpelukan, dan berbisik singkat, dan mempersilakan masuk ke gerbong tengah.
Pukul 10:00 MRT bergerak. Jokowi dan Prabowo duduk santai di bangku panjang dikelilingi oleh wartawan dan paspampres. Mereka berdua terus berbincang. Ini baru pertama kali Prabowo naik MRT setelah empat bulan beroperasi.
Setelah perjalanan, Prabowo menyatakan mengagumi langkah Jokowi membangun MRT, pertanda kita sudah memasuki era modern dalam menanggulangi transportasi lokal yang kelak mungkin saja bisa berkembang di berbagai kota di Indonesia.
Pukul 10:20 MRT berhenti di stasiun Senayan. Jokowi dan Prabowo bergegas turun dan langsung disiapkan konferensi pers.
"Marilah kita rajut gerakan kembali persatuan kita sebagai sebuah bangsa. Karena kompetisi global semakin ketat sehingga memerlukan sebuah kebersamaan membangun negara yang kita cintai," ujar Jokowi
Prabowo menimpali, sepakat membantu pemerintahan periode 2019-2024. "Kami siap membantu kalau diperlukan mesti kita mengkritisi sekali-kali." Kenyataan ini sekaligus menunjukkan kadar kapasitas Prabowo yang seakan menunjukkan bahwa dia mengontrol segenap unsur kekuatan kubu 02 selama ini yang didukung oleh tiga partai --Gerindra, PKS, PAN-- dan kelompok Ijtima Ulama serta Aksi 212.
Ia bergeming ketika secara bersamaan "diprotes" oleh kelompok pendukungnya. Pidatonya menjelaskan bahwa ia mampu mengontrol semua "kelompok oposisi" pada lima tahun periode 2019-2024 yang akan datang.
Beberapa menit kemudian mereka berjalan menuju FX untuk makan siang. Perjalanan itu saya hitung memerlukan waktu 20 menit bagi keduanya akan sampai sebelum makan siang di Sate Senayan di lantai satu mall tersebut. Di tempat itu ratusan orang sudah berkumpul menyaksikan dua tokoh strategis pasca keputusan MK 22 Juni 2019. Keseluruhannya menggambarkan suasana lega, kegembiraan, dan harapan yang tampak dalam sikap teriak, tepuk tangan, maupun yel-yel "hidup Jokowi", "hidup Prabowo" di mana pun, mulai dari stasiun Lebak Bulus, stasiun Senayan hingga FX.
Acara makan mulai pukul 11:00 lebih awal dari jam makan siang, berakhir pukul 13:00. Apa yang bisa diungkap dari pertemuan tersebut? Menurut saya penampakan keduanya di Lebak Bulus, Senayan, dan FX jelas merupakan sekadar proklamasi bahwa dua pihak, Jokowi dan Prabowo, telah mencapai kesepakatan sebelumnya meskipun tidak terungkap. Pastilah ada sebuah perjalanan panjang sebelum mereka berdua tampil di MRT, Sabtu kemarin.
Sebelumnya, tatkala berlangsung dialog forum pimpinan media di Istana Merdeka, saya mengatakan, "Bapak Presiden, menurut saya langkah strategis berikutnya adalah Bapak bertemu dengan Prabowo." Jokowi menyahut, "Buat saya pertemuan dengan Prabowo bisa dilakukan setiap waktu. Yang penting adalah bagaimana pertemuan yang akan terjadi bisa menyelesaikan masalah antara dua kubu yang menghangat sekarang ini. Saya bisa bertemu dengan Pak Prabowo setiap waktu."
Jokowi mengisyaratkan, inilah istilah "pertemuan" dalam konteks penyelesaian politik dan keamanan pasca Pilpres 2019. Tidak mudah mencapai kesepakatan ini.
"Selamat bekerja," ujar Prabowo dengan tegas. "Kami siap membantu kalau diperlukan untuk kepentingan rakyat."
Pada 6 Juli, dalam acara ulang tahun Hashim Djojohadikusumo, Ketua Badan Intelijen Nasional (BIN) Budi Gunawan diberitakan bertemu dengan Prabowo. Pada 22 Juni Jokowi datang ke Thailand untuk mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-34 ASEAN. Pada saat bersamaan "secara kebetulan" Prabowo sedang berada di Bangkok. Besar kemungkinan telah terjadi komunikasi antar keduanya, Jokowi dan Prabowo. Lewat telepon maupun komunikasi lainnya.
Pada saat KTT mereka berdua saling berkomunikasi. Itulah tampaknya yang menghasilkan kesepakatan untuk bertemu di atas MRT.
Jokowi dan Prabowo mempunyai dasar filosofi yang sama. Percaya pada keutuhan dan persatuan seluruh bangsa sebagai kunci: Indonesia mempunyai potensi menjadi kekuatan keempat dunia kalau seluruh bangsa bersatu padu.
Komunikasi keduanya pun telah terjadi lima tahun lalu pada Pilpres 2014. Waktu itu Jokowi unggul 7%-8%. Pilpres waktu itu tidak diiringi kerusuhan dan keributan. Tiga hari sebelum pelantikan sebagai Presiden RI 2014-2019, Jokowi berkunjung ke rumah Prabowo di Jalan Kertanegara membawa undangan. Prabowo menerima undangan sekaligus mengakui Jokowi sebagai Presiden RI 2014-2019. Ditandai dengan kehadirannya di Gedung DPR untuk menyaksikan pelantikan Jokowi sebagai Presiden RI.
Pada pilpres tahun ini diperlukan waktu yang lebih lama, sejak 17 April 2019 hingga 13 Juli 2019. Diperlukan hampir empat bulan sebelum mengakui Jokowi sebagai Presiden.
Proses pilpres memang berat karena ada kekuatan di luar partai berupa Ijtima Ulama dan Gerakan 212 yang ikut meramaikan proses pemilihan Presiden yang nyaris menjadi kerusuhan besar ala 1998, dan nyaris memecah belah bangsa ini. Pertemuan "mano a mano" di MRT Sabtu kemarin mengakhiri kekhawatiran tersebut setelah pertemuan dua sahabat, dua tokoh, dua figur nasionalis yang percaya bahwa bangsa ini harus dibawa menuju salah satu negara besar dunia. Siapapun presidennya, asalkan dipilih secara konstitusional. Itulah makna pertemuan Sabtu itu.
Ishadi SK ; Komisaris Transmedia
Hanya tiga stasiun TV yang ditelepon: CNN, Kompas TV, dan Metro TV. Sabtu 13 Juli pukul 09:55 Prabowo datang ke terminal MRT Lebak Bulus. Tiga menit kemudian Jokowi menyusul, bergegas datang, berpelukan, dan berbisik singkat, dan mempersilakan masuk ke gerbong tengah.
Pukul 10:00 MRT bergerak. Jokowi dan Prabowo duduk santai di bangku panjang dikelilingi oleh wartawan dan paspampres. Mereka berdua terus berbincang. Ini baru pertama kali Prabowo naik MRT setelah empat bulan beroperasi.
Setelah perjalanan, Prabowo menyatakan mengagumi langkah Jokowi membangun MRT, pertanda kita sudah memasuki era modern dalam menanggulangi transportasi lokal yang kelak mungkin saja bisa berkembang di berbagai kota di Indonesia.
Pukul 10:20 MRT berhenti di stasiun Senayan. Jokowi dan Prabowo bergegas turun dan langsung disiapkan konferensi pers.
"Marilah kita rajut gerakan kembali persatuan kita sebagai sebuah bangsa. Karena kompetisi global semakin ketat sehingga memerlukan sebuah kebersamaan membangun negara yang kita cintai," ujar Jokowi
Prabowo menimpali, sepakat membantu pemerintahan periode 2019-2024. "Kami siap membantu kalau diperlukan mesti kita mengkritisi sekali-kali." Kenyataan ini sekaligus menunjukkan kadar kapasitas Prabowo yang seakan menunjukkan bahwa dia mengontrol segenap unsur kekuatan kubu 02 selama ini yang didukung oleh tiga partai --Gerindra, PKS, PAN-- dan kelompok Ijtima Ulama serta Aksi 212.
Ia bergeming ketika secara bersamaan "diprotes" oleh kelompok pendukungnya. Pidatonya menjelaskan bahwa ia mampu mengontrol semua "kelompok oposisi" pada lima tahun periode 2019-2024 yang akan datang.
Beberapa menit kemudian mereka berjalan menuju FX untuk makan siang. Perjalanan itu saya hitung memerlukan waktu 20 menit bagi keduanya akan sampai sebelum makan siang di Sate Senayan di lantai satu mall tersebut. Di tempat itu ratusan orang sudah berkumpul menyaksikan dua tokoh strategis pasca keputusan MK 22 Juni 2019. Keseluruhannya menggambarkan suasana lega, kegembiraan, dan harapan yang tampak dalam sikap teriak, tepuk tangan, maupun yel-yel "hidup Jokowi", "hidup Prabowo" di mana pun, mulai dari stasiun Lebak Bulus, stasiun Senayan hingga FX.
Acara makan mulai pukul 11:00 lebih awal dari jam makan siang, berakhir pukul 13:00. Apa yang bisa diungkap dari pertemuan tersebut? Menurut saya penampakan keduanya di Lebak Bulus, Senayan, dan FX jelas merupakan sekadar proklamasi bahwa dua pihak, Jokowi dan Prabowo, telah mencapai kesepakatan sebelumnya meskipun tidak terungkap. Pastilah ada sebuah perjalanan panjang sebelum mereka berdua tampil di MRT, Sabtu kemarin.
Sebelumnya, tatkala berlangsung dialog forum pimpinan media di Istana Merdeka, saya mengatakan, "Bapak Presiden, menurut saya langkah strategis berikutnya adalah Bapak bertemu dengan Prabowo." Jokowi menyahut, "Buat saya pertemuan dengan Prabowo bisa dilakukan setiap waktu. Yang penting adalah bagaimana pertemuan yang akan terjadi bisa menyelesaikan masalah antara dua kubu yang menghangat sekarang ini. Saya bisa bertemu dengan Pak Prabowo setiap waktu."
Jokowi mengisyaratkan, inilah istilah "pertemuan" dalam konteks penyelesaian politik dan keamanan pasca Pilpres 2019. Tidak mudah mencapai kesepakatan ini.
"Selamat bekerja," ujar Prabowo dengan tegas. "Kami siap membantu kalau diperlukan untuk kepentingan rakyat."
Pada 6 Juli, dalam acara ulang tahun Hashim Djojohadikusumo, Ketua Badan Intelijen Nasional (BIN) Budi Gunawan diberitakan bertemu dengan Prabowo. Pada 22 Juni Jokowi datang ke Thailand untuk mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-34 ASEAN. Pada saat bersamaan "secara kebetulan" Prabowo sedang berada di Bangkok. Besar kemungkinan telah terjadi komunikasi antar keduanya, Jokowi dan Prabowo. Lewat telepon maupun komunikasi lainnya.
Pada saat KTT mereka berdua saling berkomunikasi. Itulah tampaknya yang menghasilkan kesepakatan untuk bertemu di atas MRT.
Jokowi dan Prabowo mempunyai dasar filosofi yang sama. Percaya pada keutuhan dan persatuan seluruh bangsa sebagai kunci: Indonesia mempunyai potensi menjadi kekuatan keempat dunia kalau seluruh bangsa bersatu padu.
Komunikasi keduanya pun telah terjadi lima tahun lalu pada Pilpres 2014. Waktu itu Jokowi unggul 7%-8%. Pilpres waktu itu tidak diiringi kerusuhan dan keributan. Tiga hari sebelum pelantikan sebagai Presiden RI 2014-2019, Jokowi berkunjung ke rumah Prabowo di Jalan Kertanegara membawa undangan. Prabowo menerima undangan sekaligus mengakui Jokowi sebagai Presiden RI 2014-2019. Ditandai dengan kehadirannya di Gedung DPR untuk menyaksikan pelantikan Jokowi sebagai Presiden RI.
Pada pilpres tahun ini diperlukan waktu yang lebih lama, sejak 17 April 2019 hingga 13 Juli 2019. Diperlukan hampir empat bulan sebelum mengakui Jokowi sebagai Presiden.
Proses pilpres memang berat karena ada kekuatan di luar partai berupa Ijtima Ulama dan Gerakan 212 yang ikut meramaikan proses pemilihan Presiden yang nyaris menjadi kerusuhan besar ala 1998, dan nyaris memecah belah bangsa ini. Pertemuan "mano a mano" di MRT Sabtu kemarin mengakhiri kekhawatiran tersebut setelah pertemuan dua sahabat, dua tokoh, dua figur nasionalis yang percaya bahwa bangsa ini harus dibawa menuju salah satu negara besar dunia. Siapapun presidennya, asalkan dipilih secara konstitusional. Itulah makna pertemuan Sabtu itu.
Ishadi SK ; Komisaris Transmedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar