Rabu, 24 Juli 2019

Saatnya Prioritaskan Rehabilitasi

Saatnya Prioritaskan Rehabilitasi

Oleh : NINIK RAHAYU, Anggota Ombudsman RI
JAWA POS, 22 Juli 2019, 17:50:57 WIB
PENANGKAPAN komedian Indonesia Tri Retno Prayudati alias Nunung akan menambah panjang daftar penghuni lapas. Terutama jika sistem rehabilitasi belum menjadi program prioritas pemerintah untuk menangani perkara penyalahgunaan narkoba. Saat ini penghuni lapas mengalami overcrowded

Sebanyak 50 persen dari sekitar 250 ribu penghuni lapas adalah pelaku tindak pidana narkoba. Para penegak hukum harus mengubah cara menangani perkara penyalahgunaan narkoba agar tidak maladministrasi pemidanaan. Meski dimaksudkan untuk memberikan efek jera, hukum pidana dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan perubahan di masyarakat.
Sayang, upaya melakukan perubahan pada pelaku penyalahgunaan narkoba melalui sistem rehabilitasi belum efektif. Salah satu sebabnya, hingga saat ini belum ada standar baku yang disepakati tiga lembaga. Yakni Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Sosial (Kemensos), dan Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN sendiri telah diberi mandat untuk melakukan rehabilitasi pengguna narkoba.
Di pengujung 2017, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) telah memberikan saran kepada tiga lembaga negara itu. Meski demikian, hasil monitoring ORI, tiga lembaga tersebut masih belum mampu menyeragamkan standar program pelayanan rehabilitasi pasien. Sebab, belum ada kesepakatan di antara ketiganya.
Yang menyedihkan, Ombuds­man juga menemukan data bahwa tiga lembaga itu masih sulit melakukan koordinasi untuk perbaikan. Akibatnya, penanganan narkotika lebih cenderung pada pemidanaan dan berakhir pada pemenjaraan pelaku. Pentingnya rehabilitasi menjadi terlupakan.
Sebagaimana diketahui, pecandu narkotika wajib menjalani rehabilitasi, kecuali pengedar. Rehabilitasi dapat dilakukan secara voluntary atau melaporkan diri secara sukarela. Bisa juga secara compulsory, yaitu dengan putusan hakim.
Kejahatan narkotika dapat dijatuhi pemidanaan rehabilitasi jika pelaku tertangkap tangan dan terdapat barang bukti dengan batas minimal yang diatur dalam SEMA 4/2010. Selain itu, yang bersangkutan positif mengonsumsi narkoba dan tidak terbukti sebagai pengedar.
Jaminan bahwa pengguna narkoba seharusnya direhabilitasi adalah bagian penting dari program pencegahan pemberantasan narkoba. Sebab, dengan rehabilitasi, diharapkan pelaku bisa kembali sehat seperti semula, tidak lagi kecanduan narkoba. Para pecandu narkoba yang dipenjara tidak akan sembuh. Sebab, lapas tidak memiliki tugas pokok dan fungsi menyembuhkan pecandu narkoba. Sistem rehabilitasi ini didukung UU 35/2009 tentang Narkotika. Selain itu dijabarkan dalam PP 25/2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkoba.
Pertimbangan lain, negara akan terbebas dari pembiayaan (menanggung biaya di lapas dan rehabilitasi oleh negara) yang selama ini sangat membebani. Itu seperti hasil investigasi ORI pada Mei 2017 tentang temuan rehabilitasi berbiaya tinggi, rentan diskriminasi kelas ekonomi, dan rentan pungli pada IPWL (institusi penerima wajib lapor).
Jika sulitnya koordinasi BNN dengan dua lembaga lain karena kedudukan BNN selama ini, setidaknya seperti diketahui bahwa pada awal Juli 2019, Presiden Joko Widodo menandatangani Perpres 47/2019 tentang Perubahan atas Perpres 23/2010 tentang BNN. Perpres itu diterbitkan untuk mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi BNN. Perpres tersebut hanya akan menjadi macan ompong jika BNN tidak dapat membuktikan bahwa sulitnya koordinasi disebabkan kedudukan BNN yang belum setara dengan dua lembaga lain.
Segerakan evaluasi terkait mutu layanan dan metode program rehabilitasi. Hapuskan variasi standar biaya rehabilitasi, biaya perawatan yang dikeluarkan pemerintah untuk rehabilitasi. Ketiganya harus segera berkoordinasi untuk menuntaskan penyusunan grand design program rehabilitasi nasional. Jangan ada lagi arogansi sektoral dari tiap-tiap kementerian/lembaga.
Dengan perpres baru, BNN ditantang segera menuntaskan rencana program rehabilitasi dengan sistem rawat jalan yang dirasa lebih efektif dan low costdaripada rawat inap yang sampai saat ini tidak didukung kementerian/ lembaga lain. Kebijakan itu menjadi bagian penting pada bangunan sistem pemidanaan yang perlu segera dimatangkan. Dengan begitu, BNN tidak menggunakan pendekatan business as usual dalam rehabilitasi penyalahgunaan narkoba. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar