|
SUARA
MERDEKA, 15 Mei 2013
BANK Indonesia (BI) saat ini tengah mengujicobakan layanan branchless banking atau aktivitas jasa
sistem pembayaran dan perbankan terbatas melalui unit perantara layanan
keuangan (UPLK). Uji coba ini akan dilakukan terbatas di 8 provinsi,
sejak Mei hingga November 2013. Layanan perbankan oleh UPLK ini ditujukan
terutama untuk melayani masyarakat yang belum tersentuh layanan keuangan,
seperti transfer, menabung, dan kredit (unbanked
dan under-banked people).
Adapun produk yang akan diuji coba adalah e-money yang diterbitkan perusahaan
telekomunikasi dan produk yang diterbitkan bank, yakni produk tabungan yang
bebas biaya administrasi dan diberi bunga (produk TabunganKu), layanan e-banking dengan menggunakan telepon
genggam, dan penyaluran kredit mikro. Nantinya, UPLK ini akan bertindak atas
nama bank penerbit produk keuangan dan/atau perusahaan telekomunikasi penerbit e-money dalam memberikan layanan sistem
pembayaran dan layanan perbankan terbatas kepada nasabah.
Pendalaman
Keuangan
Sektor perbankan sebenarnya memiliki peran sangat strategis
sebagai salah satu aktor dalam kegiatan inklusi keuangan (financial inclusion) ini. Kita bisa berkaca pada hasil survei BI
yang menyebutkan rumah tangga yang memiliki tabungan, baik pada lembaga
keuangan bank (LKB), lembaga keuangan nonbank (LKNB) dan nonlembaga keuangan
(NLK) tercatat 48%.
Di dalamnya, bank masih menjadi pilihan rumah tangga untuk
menyimpan uang, yakni 44,23%. Terlihat bahwa angka kesadaran masyarakat untuk
menatabukukan transaksi keuangan masih sangat rendah. Hasil penyigian juga
menyatakan bahwa 54,90% rumah tangga Indonesia belum memiliki utang dari
lembaga keuangan. Hanya 45,10% rumah tangga yang memiliki akes terhadap
pinjaman mikro dan dari jumlah tersebut hanya 19,558% yang memiliki akses
terhadap pinjaman bank.
Preferensi sumber pinjaman juga berbeda, yakni masyarakat
berpenghasilan rendah lebih banyak meminjam pada NLK, dan masyarakat
berpenghasilan menengah ke atas lebih banyak meminjam ke bank. Mekanisme ini
mengakibatkan masyarakat bawah banyak terjebak dalam ekonomi rente berbunga
tinggi.
Hasil penyigian yang dilakukan BI setidak-tidaknya
menggambarkan masih banyak masyarakat yang belum terjangkau layanan
lembaga keuangan formal, utamanya bank. Industri perbankan kendati menguasai
hampir 80% perputaran uang di Indonesia, ternyata belum mampu menjangkau pasar
secara merata. Inilah salah satu alasan pokok perlunya penerapan strategi
inklusi keuangan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar