Kamis, 16 Mei 2013

Tantangan Inklusi Keuangan


Tantangan Inklusi Keuangan
Susidarto ;  Praktisi Perbankan, Pemerhati Masalah Ekonomi-Keuangan
SUARA MERDEKA, 15 Mei 2013

BANK Indonesia (BI) saat ini tengah mengujicobakan layanan branchless banking atau aktivitas jasa sistem pembayaran dan perbankan terbatas melalui unit perantara layanan keuangan (UPLK). Uji coba ini akan dilakukan  terbatas di 8 provinsi, sejak Mei hingga November 2013.  Layanan perbankan oleh UPLK ini ditujukan terutama untuk melayani  masyarakat yang belum tersentuh layanan keuangan, seperti transfer, menabung, dan kredit (unbanked dan under-banked people).

Adapun produk yang akan diuji coba adalah e-money yang diterbitkan perusahaan telekomunikasi dan produk yang diterbitkan bank, yakni produk tabungan yang bebas biaya administrasi dan diberi bunga (produk TabunganKu), layanan e-banking dengan menggunakan telepon genggam, dan penyaluran kredit mikro. Nantinya, UPLK ini akan bertindak atas nama bank penerbit produk keuangan dan/atau perusahaan telekomunikasi penerbit e-money dalam memberikan layanan sistem pembayaran dan layanan perbankan terbatas kepada nasabah.

Pendalaman Keuangan

Sektor perbankan sebenarnya memiliki peran sangat strategis sebagai salah satu aktor dalam kegiatan inklusi keuangan (financial inclusion) ini. Kita bisa berkaca pada hasil survei BI yang menyebutkan rumah tangga yang memiliki tabungan, baik pada lembaga keuangan bank (LKB), lembaga keuangan nonbank (LKNB) dan nonlembaga keuangan (NLK) tercatat 48%.

Di dalamnya, bank masih menjadi pilihan rumah tangga untuk menyimpan uang, yakni 44,23%. Terlihat bahwa angka kesadaran masyarakat untuk menatabukukan transaksi keuangan masih sangat rendah. Hasil penyigian juga menyatakan bahwa  54,90% rumah tangga Indonesia belum memiliki utang dari lembaga keuangan. Hanya 45,10% rumah tangga yang memiliki akes terhadap pinjaman mikro dan dari jumlah tersebut hanya 19,558% yang memiliki akses terhadap pinjaman bank.

Preferensi sumber pinjaman juga berbeda, yakni masyarakat berpenghasilan rendah lebih banyak meminjam pada NLK, dan masyarakat berpenghasilan menengah ke atas lebih banyak meminjam ke bank. Mekanisme ini mengakibatkan masyarakat bawah banyak terjebak dalam ekonomi rente berbunga tinggi.

Hasil penyigian yang dilakukan BI setidak-tidaknya menggambarkan masih banyak masyarakat  yang belum terjangkau layanan lembaga keuangan formal, utamanya bank. Industri perbankan kendati menguasai hampir 80% perputaran uang di Indonesia, ternyata belum mampu menjangkau pasar secara merata. Inilah salah satu alasan pokok perlunya penerapan strategi inklusi keuangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar