Kamis, 16 Mei 2013

Kompensasi Subsidi BBM


Kompensasi Subsidi BBM
Pande Radja Silalahi ;  Ekonom CSIS
SUARA KARYA, 15 Mei 2013

Setelah melalui perjalanan panjang dan berliku, akhirnya pemerintah sampai pada kesimpulan bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi akan diterapkan. Namun, kapan tindakan itu mulai berlaku, masih menjadi teka-teki karena belakangan ini pemerintah masih membahasnya dengan DPR.

Menurut rencana pemerintah, premium akan naik dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.500 per liter yang berarti naik sekitar 44,4 persen dan solar akan naik dari Rp 4.500 menjadi Rp 5.500 per liter atau naik Rp 1.000 atau sekitar 22,2 persen. Dengan kenaikan itu, pemerintah akan mengirit subsidi BBM sekitar Rp 75 triliun. Karena itu, apabila jumlah konsumsi BBM bersubsidi sesuai dengan perkiraan sebelumnya, maka jumlah subsidi akan dapat dikurangi dalam jumlah yang sangat berarti.

Hampir dapat dipastikan, dana subsidi yang dihemat itu akan digunakan untuk tujuan tertentu. Tujuan utamanya adalah untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh kenaikan harga BBM terhadap golongan masyarakat tertentu, khususnya golongan masyarakat berpendapatan rendah.

Yang menjadi pertanyaan dan selalu menjadi bahan perdebatan adalah berapa besar dana yang akan dialokasikan dan bentuknya seperti apa. Apakah dalam bentuk bantuan keuangan tunai, bantuan berupa bahan makanan seperti raskin (beras miskin), pengobatan, dan pendidikan? Atau, untuk menggerakkan golongan masyarakat mengerjakan pekerjaan tertentu seperti memperbaiki saluran, selokan atau gorong-gorong, memperbaiki jalan pedesaan dan selanjutnya diberi upah.

Dalam beberapa tahun belakangan ini tidak pernah terdengar atau diberitakan bahwa mereka yang memiliki kendaraan bermotor dan mengonsumsi premium berusaha mengembalikan subsidi BBM yang mereka terima. Dengan demikian, sangat menggelikan apabila ada di antara mereka yang menyatakan tidak setuju atas pemberian bantuan langsung tunai (BLT) yang hanya bersifat sementara.

Apakah selalu tepat dan terbaik memberi pancing kepada mereka yang tidak mampu dan tidak tahu memancing? Jika perhitungan lembaga-lembaga penelitian yang menyimpulkan bahwa sekitar 80 persen dari subsidi BBM dinikmati oleh golongan masyarakat mampu benar adanya, maka dalam dua tahun terakhir (2010 dan 2011), golongan mampu telah menikmati subsidi paling sedikit Rp 186 triliun.

Kalau BLT dalam tahun ini diberikan dalam jumlah, misalnya, 20-30 triliun rupiah, apakah jumlah itu dapat dianggap sebanding dengan subsidi yang telah dinikmati oleh golongan masyarakat mampu?

Dari dulu telah diketahui bahwa BBM bagi Indonesia adalah komoditas ekonomi dan sekaligus komoditas politik. Dalam cara pandang seperti ini adalah wajar apabila masing-masing partai politik berupaya memaksimalkan manfaat atau meminimalisasi risiko atau kerugian sebagai akibat terjadinya perubahan yang menyangkut BBM tersebut.

Yang tidak wajar dan perlu dilawan adalah apabila terjadi manipulasi dari kebijakan yang dicanangkan dan diterapkan, misalnya dengan menyatakan bahwa pemberian raskin atau BLT, dananya adalah dari partai tertentu atau partai yang berkuasa. Oleh karena itu, yang dibutuhkan pada saat ini adalah memberikan penjelasan kepada masyarakat bahwa manfaat yang mereka terima adalah uang masyarakat atau pemberian negara.

Dalam hal ini, partai-partai politik sangat dibutuhkan melakukan kampanye bahwa bantuan yang diterima golongan masyarakat tertentu, apabila memang ada, adalah bantuan dari negara, bukan membangun opini yang menghancurkan trust, dengan menumbuhkembangkan kecurigaan yang seharusnya tidak perlu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar