Selasa, 07 Mei 2013

C e n t r o


C e n t r o
Rhenald Kasali Ketua Program MM UI
JAWA POS, 07 Mei 2013


Dua tahun yang lalu seorang pria menerima telepon dari Istana Negara. Anehnya, ia merasa yakin suara yang ia terima itu benar berasal dari istana. Ia diminta segera menemui salah seorang pejabat tinggi di Jalan Veteran. Ia pun memutar kendaraannya dan ternyata itu betul dari Istana Negara. Pesan yang ia terima, presiden ingin mengunjungi pabriknya beberapa hari ke depan.

Seperti disambar geledek, ia pun mengangguk lugu, antara senang, kaget, dan tak percaya, lalu segera memutarbalikkan badannya, melakukan persiapan. Mulai perapian, toilet, alat-alat K3, kepanitiaan, brosur, dan sebagainya ia benahi. Maklum, pabriknya lama tak dikunjungi orang dan selama bertahun-tahun ia sibuk memperbaiki proses produksi dan R & D. Begitu persiapan kelar, pasukan pengawal presiden melakukan sterilisasi, dan datanglah tamu yang ditunggu-tunggu itu.

Tetapi, mengapa presiden memilih berkunjung ke pabrik ini? Sampai sekarang saya belum menemukan jawabannya. Liputan pers tidak banyak. Sebab, hari itu Jakarta dan kota-kota besar sedang diguncang demo buruh yang memperingati May Day. Tetapi yang jelas, kunjungan tersebut memicu perubahan. Centro kini dikenal sebagai pemain keramik ubin terinovatif dan paling digemari arsitek. 

Hampir setiap hari rombongan arsitek-arsitek muda berkunjung ke pabrik itu, memesan ribuan meter dan merekomendasikan pemilik gedung untuk menggunakannya. Mungkin, dari arsitek Puri Cikeas pula presiden mengenal Centro yang sampai hari ini banyak disangka pembeli sebagai barang impor. Presiden bahkan membeli cukup banyak salah satu keramik inovatif buatan Centro.

Daya Eksekusi 

Ketika banyak eksekutif masih menggunjingkan inovasi dengan kreativitas, Sharif Said (founder Centro) justru menunjukkan dayanya: Inovasi adalah daya eksekusi. Ya, eksekusi dari sebuah kreativitas. Jadi, orang-orang yang kreatif, bagi dia, hanya mampu mendatangkan ide-ide segar dan besar.

Sedangkan untuk merealisasikannya, dibutuhkan kekuatan yang mampu melipatgandakan ide itu menjadi value creation. Jadi, mengopi gagasan saja tidak cukup untuk menjadikan sebuah bangsa melakukan bisnis-bisnis yang besar. Sharif Said menyadari hal tersebut. Karena itulah, kepada pengunjung booth-nya di pameran keramik dua minggu lalu di gedung Balai Sidang Jakarta, ia biarkan pesaing-pesaingnya memotret dan mengambil sampel keramik-keramik buatannya.

Vijay Govindarajan (Harvard Business Review, 2010) yang mengkaji 500 perusahaan terdepan versi majalah Fortune menemukan, sebagian besar eksekutif terperangkap dalam satu sisi inovasi, yaitu soal ide (kreativitas). Dari skor 1-10, rata-rata perusahaan Fortune 500 itu punya skor 6 (sedikit di atas rata-rata), dan hanya melakukan inovasi dengan meningkatkan skor kreativitas 1-2 poin melalui survei atau mengamati gerak pesaing. Paling banyak didapat jadi 8 poin skornya.

Padahal, kalau daya eksekusinya rendah, skor 8 itu meaningless. Rahasia kekuatan Centro, rupanya, ada di multiplikasi kreativitas dengan daya eksekusinya yang tinggi. Kalau kreativitasnya 8 dimultiplikasikan 3 kali, maka menjadi 24, sedangkan merek-merek keramik lama, yang sudah berada di zona nyaman, hanya memiliki daya eksekusi 1 dengan kreativitas 6. Mereka kini berada dalam kurva yang datar, bahkandeclining.

Daya Tembus 

Sharif Said bukan orang baru dalam industri keramik. Dialah orang yang dulu membangun perdagangan keramik BS, KW 2 atau KW 3 di Pasar Rumput dan Percetakan Negara. Dan, kini hampir semua pedagang besar di area 3P (Panglima Polim-Pinangsia-Percetakan Negara) melakukan backward integration dengan menjadi produsen.

Sekitar 20 tahun yang lalu ia menunjukkan kepiawaiannya mengeksekusi, ketika berkunjung ke pabrik keramik di Taiwan. Semula ia hanya bermaksud berkunjung, tetapi entah apa yang terjadi, pemilik pabrik malah terkesan dengannya dan justru ingin menyerahkan pabrik itu kepadanya.

Sangat mungkin mesin-mesin itu sudah melewati umur ekonomisnya di sana sehingga butuh tempat relokasi. Sharif pun beralih menjadi produsen dengan merek Kemenangan Jaya. Dari satu mesin ia mampu membesarkan pabriknya menjadi beberapa mesin, Namun, bukan pengusaha kalau tak mengalami ujian. Ia didera sejumlah kesulitan karena krisis moneter dan hilangnya pasokan gas.

Di era sulit itu ia justru berembuk dengan buruh-buruh dan para manajernya. Mereka mempelajari buku-buku yang saya kirimkan dan banyak bertanya. Pabriknya ia keloni. Ia menghabiskan seluruh tabungannya untuk memperbaiki metode produksi, 

R & D, desain, dan IT. Inti inovasi pada dasarnya ada pada kegigihan tim. Ia pun merancang ulang semuanya, sampai waktu berpihak kepadanya. Hasilnya: desain-desain berkualitas tinggi dengan model-model baru yang sulit ditiru. Banyak orang yang membawa pulang produk buatannya ke pabriknya masing-masing geleng-geleng kepala. Hampir semuanya tak sanggup membuat desain unik itu.

Bentuknya tidak melulu segi empat. Pewarnaannya juga indah, kualitasnya sulit dikejar. Sewaktu saya berkunjung ke pabrik lain yang hendak meniru, para pekerjanya sedang meniru salah satu desain, namun entah mengapa output-nya selalu melengkung. Itulah buah dari daya inovasi. Intinya adalah dikeloni, ditekuni. Ini jelas tidak bisa dilakukan dengan cara goblok, cara cepat kaya, apalagi cara kepepet.

Semua pengetahuan plus ketekunan jelas solusinya. Belajarlah dari Centro!  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar