|
KORAN
SINDO, 04 Mei 2013
Jumat, 3 Mei 2013, pukul 5.30 Wita saya sudah berada di
Bandara Bau-bau, Sulawesi Tenggara, untuk mengambil penerbangan menuju Makassar
karena jam 9.20 saya harus terbang lagi dari Makassar ke Jayapura.
Saking lelahnya, karena selama sebulan terkahir ini saya hampir tak pernah berhenti keliling Indonesia memenuhi berbagai undangan, selama penerbangan dari Bau-bau ke Makassar saya tidur lelap. Setiba di Makassar saya minta dipijat refleksi selama 45 menit sebelum ada panggilanboarding untuk terbang ke Jayapura. Begitu naik pesawat dari Makassar, tanpa menunggu take off saya sudah langsung tidur lagi hingga akhirnya dibangunkan oleh pramugari karena pesawat sudah akan mendarat di Jayapura.
Wahai, alangkah nikmatnya tidur nyenyak tanpa dihantui oleh mimpi buruk atau pikiran kalut dan hati resah. Sesudah itu bersama para penjemput dari KAMHI dan Pemda Papua serta Jayapura saya menikmati makan siang di Restoran Nusantara. Restoran sederhana di dekat bandara ini menyajikan ikan mujair bakar dengan sambalnya yang khas. Aduhai, alangkah nikmatnya makanan ini masuk perut.
Alhamdulillah, kami makan dengan lahap sambil bersilaturahmi. Setelah itu saya membuka ponsel. Ternyata sudah banyak pesan antre untuk dibaca—ada SMS, pesan grup di BBM, dari Twitter, maupun dari berita online. Salah satu yang langsung menyita perhatian saya adalah informasi tentang menyerahnya Susno Duadji kepada kejaksaan setelah dinyatakan buron selama beberapa hari.
Saya berpikir, itulah yang terbaik bagi Susno. Kalau Susno terus berpetak umpet dalam status buron, keadaan akan jauh lebih buruk baginya. Akan lebih baik baginya berada di dalam penjara daripada hidup dalam persembunyian dan pelarian. Bayangkan, hidup di penjara bisa lebih tenang dan bisa tidur dengan aman. Kalau di dalam pelarian hidup akan menjadi lebih terbelenggu karena selalu diburu oleh rasa cemas.
Atau karena harus membiayai atau menyantuni pengawal bayangan yang harus memata-matai pemburu, dia pun tak bisa berhubungan secara leluasa dengan siapa pun. Bahkan bisa-bisa disergap secara tiba-tiba yang mungkin didahului penembakan yang justru akan membuat keadaannya semakin terpuruk. Bayangkan, alangkah menderitanya kalau kita hidup seperti itu.
Sebagai mantan kepala Bareskrim, Susno pasti menyadari semua itu. Maka benar pilihan Susno ketika segera melepaskan diri dari rayuan-rayuan kosong para argumentator hukumnya yang tak berguna dan segera menyerahkan diri dengan damai tanpa harus berlama- lama menjadi buron. Saya lalu teringat dengan apa yang beberapa jam sebelumnya saya alami. Saya tidur nyenyak di pesawat dari Baubau ke Makassar dan dari Makassar ke Jayapura.
Saya pun makan dengan nikmat ikan mujair bakar dan sambal pedas plus sepiring nasi. Sejak dulu sampai sekarang saya selalu bisa menikmati hidup yang seperti itu, tidur nyenyak dan makan lahap. Itu sungguh kenikmatan yang tiada tara. Orang yang hidup dalam pelarian pastilah tak pernah bisa tidur lelap, pasti pula tak takkan pernah merasakan nikmatnya makan. Hati yang selalu cemas dan pikiran yang selalu kalut akan menghadirkan mimpimimpi buruk dalam tidur dan menyebabkan makanan selezat apa pun menjadi terasa hambar.
Itulah sebabnya dalam hidup ini kita harus mengatur dan mengendalikan diri agar tak terperosok pada hal-hal yang bisa menyebabkan kita tak bisa tidur dan tak enak makan. Kita harus menjaga diri dari perbuatan, bahkan perkataan, yang haram alias “tidak baik” karena setiap ketidakbaikan akan menimbulkan kesengsaraan atau balasan sesuai kadarnya tanpa harus menunggu kita mati.
Ketidakbaikan menyebabkan kegelisahan dan ketidaknyamanan. Di dalam khazanah agama Islam dikenal ungkapan, “Setiap yang tumbuh, dibangun atau diperoleh, dengan cara haram maka siksaan menjadi niscaya baginya, Maa nabata min haraam fan naar ahaqqu bihi”. Lihatlah nasib para pelaku kejahatan, hidupnya tak pernah nyaman, meski memiliki harta banyak dan kedudukan tinggi.
Lalu apa yang sebenarnya kita cari di dalam hidup ini? Bukankah ketenangan hidup itu jauh lebih penting daripada kedudukan dan kekayaan yang tak memberi ketenangan? Pengalaman Susno yang saya kemukakan di atas dapat memberi beberapa pelajaran. Pertama, daripada berlamalama menunda risiko dengan gelisah dan kecemasan dalam pelarian lebih baik dia segera menyerahkan diri karena dengan itu dia bisa hidup normal dalam kenormalan orang di penjara, misalnya, bisa berhubungan secara bebas dan tak sembunyi-sembunyi dengan keluarga.
Kedua, upayakan dalam hidup ini untuk tidak dengan sengaja melakukan kesalahan kesalahan karena setiap kesalahan akan menimbulkan penderitaan alias ketidaknyamanan baik setelah mati maupun ketika masih hidup. Orang yang sengaja melakukan kesalahan pastilah tidak akan dapat tidur nyenyak atau makan nikmat.
Ketiga, dalam memeriksa dan memutus perkara setiap pengadilan hendaknya ekstrahati- hati supaya tidak ada kesalahan administratif yang sebenarnya kecil tapi kemudian menjadi masalah besar yang sangat merepotkan. Susno Duadji, dengan berbagai kasus dan aksi-aksinya, telah memberi pelajaran kepada kita: betapa pentingnya kita berhatihati dan berusaha selalu lurus di dalam hidup. ●
Saking lelahnya, karena selama sebulan terkahir ini saya hampir tak pernah berhenti keliling Indonesia memenuhi berbagai undangan, selama penerbangan dari Bau-bau ke Makassar saya tidur lelap. Setiba di Makassar saya minta dipijat refleksi selama 45 menit sebelum ada panggilanboarding untuk terbang ke Jayapura. Begitu naik pesawat dari Makassar, tanpa menunggu take off saya sudah langsung tidur lagi hingga akhirnya dibangunkan oleh pramugari karena pesawat sudah akan mendarat di Jayapura.
Wahai, alangkah nikmatnya tidur nyenyak tanpa dihantui oleh mimpi buruk atau pikiran kalut dan hati resah. Sesudah itu bersama para penjemput dari KAMHI dan Pemda Papua serta Jayapura saya menikmati makan siang di Restoran Nusantara. Restoran sederhana di dekat bandara ini menyajikan ikan mujair bakar dengan sambalnya yang khas. Aduhai, alangkah nikmatnya makanan ini masuk perut.
Alhamdulillah, kami makan dengan lahap sambil bersilaturahmi. Setelah itu saya membuka ponsel. Ternyata sudah banyak pesan antre untuk dibaca—ada SMS, pesan grup di BBM, dari Twitter, maupun dari berita online. Salah satu yang langsung menyita perhatian saya adalah informasi tentang menyerahnya Susno Duadji kepada kejaksaan setelah dinyatakan buron selama beberapa hari.
Saya berpikir, itulah yang terbaik bagi Susno. Kalau Susno terus berpetak umpet dalam status buron, keadaan akan jauh lebih buruk baginya. Akan lebih baik baginya berada di dalam penjara daripada hidup dalam persembunyian dan pelarian. Bayangkan, hidup di penjara bisa lebih tenang dan bisa tidur dengan aman. Kalau di dalam pelarian hidup akan menjadi lebih terbelenggu karena selalu diburu oleh rasa cemas.
Atau karena harus membiayai atau menyantuni pengawal bayangan yang harus memata-matai pemburu, dia pun tak bisa berhubungan secara leluasa dengan siapa pun. Bahkan bisa-bisa disergap secara tiba-tiba yang mungkin didahului penembakan yang justru akan membuat keadaannya semakin terpuruk. Bayangkan, alangkah menderitanya kalau kita hidup seperti itu.
Sebagai mantan kepala Bareskrim, Susno pasti menyadari semua itu. Maka benar pilihan Susno ketika segera melepaskan diri dari rayuan-rayuan kosong para argumentator hukumnya yang tak berguna dan segera menyerahkan diri dengan damai tanpa harus berlama- lama menjadi buron. Saya lalu teringat dengan apa yang beberapa jam sebelumnya saya alami. Saya tidur nyenyak di pesawat dari Baubau ke Makassar dan dari Makassar ke Jayapura.
Saya pun makan dengan nikmat ikan mujair bakar dan sambal pedas plus sepiring nasi. Sejak dulu sampai sekarang saya selalu bisa menikmati hidup yang seperti itu, tidur nyenyak dan makan lahap. Itu sungguh kenikmatan yang tiada tara. Orang yang hidup dalam pelarian pastilah tak pernah bisa tidur lelap, pasti pula tak takkan pernah merasakan nikmatnya makan. Hati yang selalu cemas dan pikiran yang selalu kalut akan menghadirkan mimpimimpi buruk dalam tidur dan menyebabkan makanan selezat apa pun menjadi terasa hambar.
Itulah sebabnya dalam hidup ini kita harus mengatur dan mengendalikan diri agar tak terperosok pada hal-hal yang bisa menyebabkan kita tak bisa tidur dan tak enak makan. Kita harus menjaga diri dari perbuatan, bahkan perkataan, yang haram alias “tidak baik” karena setiap ketidakbaikan akan menimbulkan kesengsaraan atau balasan sesuai kadarnya tanpa harus menunggu kita mati.
Ketidakbaikan menyebabkan kegelisahan dan ketidaknyamanan. Di dalam khazanah agama Islam dikenal ungkapan, “Setiap yang tumbuh, dibangun atau diperoleh, dengan cara haram maka siksaan menjadi niscaya baginya, Maa nabata min haraam fan naar ahaqqu bihi”. Lihatlah nasib para pelaku kejahatan, hidupnya tak pernah nyaman, meski memiliki harta banyak dan kedudukan tinggi.
Lalu apa yang sebenarnya kita cari di dalam hidup ini? Bukankah ketenangan hidup itu jauh lebih penting daripada kedudukan dan kekayaan yang tak memberi ketenangan? Pengalaman Susno yang saya kemukakan di atas dapat memberi beberapa pelajaran. Pertama, daripada berlamalama menunda risiko dengan gelisah dan kecemasan dalam pelarian lebih baik dia segera menyerahkan diri karena dengan itu dia bisa hidup normal dalam kenormalan orang di penjara, misalnya, bisa berhubungan secara bebas dan tak sembunyi-sembunyi dengan keluarga.
Kedua, upayakan dalam hidup ini untuk tidak dengan sengaja melakukan kesalahan kesalahan karena setiap kesalahan akan menimbulkan penderitaan alias ketidaknyamanan baik setelah mati maupun ketika masih hidup. Orang yang sengaja melakukan kesalahan pastilah tidak akan dapat tidur nyenyak atau makan nikmat.
Ketiga, dalam memeriksa dan memutus perkara setiap pengadilan hendaknya ekstrahati- hati supaya tidak ada kesalahan administratif yang sebenarnya kecil tapi kemudian menjadi masalah besar yang sangat merepotkan. Susno Duadji, dengan berbagai kasus dan aksi-aksinya, telah memberi pelajaran kepada kita: betapa pentingnya kita berhatihati dan berusaha selalu lurus di dalam hidup. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar