Senin, 20 Februari 2012

Selebritisasi dalam Kasus Korupsi

Selebritisasi dalam Kasus Korupsi
Triyono Lukmantoro, DOSEN SOSIOLOGI KOMUNIKASI FISIP UNDIP SEMARANG
Sumber : REPUBLIKA, 18 Februari 2012


Mencermati kasus korupsi yang semakin marak saat ini, masyarakat diperlihatkan sejumlah tersangka yang merupakan public figure (orang-orang terkenal), baik pejabat di instansi pemerintahan, pengusaha, maupun selebritas. Karena jabatan dan popularitasnya itu, mereka pun dengan mudah makin menjadi terkenal lagi.

Dengan kondisi tersebut, ada sifat saling timbal balik antara selebritas dengan kasus korupsi pada saat ini. Siapa pun yang terlibat dalam kasus korupsi memiliki peluang besar untuk hadir sebagai selebritas. Demikian pula ketika seorang selebritas terjerat dalam kasus korupsi, pastilah popularitasnya sebagai pesohor semakin menjulang tinggi.

Karakteristik resiprokal ini mampu terjadi karena peranan media massa dalam menyoroti kasus-kasus korupsi. Media sede mi kian masif dalam menyajikan aspek spektakularitas kasus korupsi. Kekuatan media yang menyajikan pemberitaan kasus-kasus korupsi sangat luar biasa sehingga menarik perhatian publik. Maka, hadir gejala yang disebut sebagai selebritasasi kasus korupsi. Tidak sekadar selebritas yang terlibat kasus korupsi. 

Namun, kasus-kasus korupsi itu sendiri mampu me lahirkan sejumlah selebritasnya sendiri. Sorotan media terhadap penetapan Angelina Sondakh se ba gai tersangka dalam kasus korupsi Wisma Atlet SEA Games berada dalam wilayah ini.

Tiga Masalah

Aspek spektakularitas dari kasus-kasus korupsi yang dihadirkan media, paling tidak mengungkapkan tiga masalah. Pertama, uang negara yang berhasil diambil dan dinikmati para tersangka, terdakwa, maupun terpidana korupsi jumlahnya miliran rupiah. Dalam situasi rakyat yang ditenggelamkan kemiskinan, nilai uang seba nyak itu terasa sangat fenomenal. Biasanya media membandingkan uang hasil korupsi itu dengan jumlah sekolah, rumah, atau fasilitas umum yang bisa dinikmati ribuan orang kecil. Di situ muncul perbincangan tentang hukuman terlalu ringan yang tidak mampu menimbulkan efek jera bagi kalangan pembobol uang negara tersebut.

Kedua, menyangkut modus atau cara kalangan pelaku korupsi mengeruk uang negara. Dalam kaitan ini, media menyajikan fakta di persidangan, investigasi, mau pun pengakuan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Ada kasus korupsi yang dijalankan dengan tek nik menggelembungkan nilai proyek, penunjukan langsung re kanan, ataupun suap dalam pemi lih an pejabat publik dan ketua umum partai politik. Apa yang di sajikan media tentang hal ini ialah kelihaian, kelicinan, dan kepiawaian para pelaku korupsi da lam melakukan rekayasa dan permainan teater yang dramatis. Pada wilayah ini bisa dilihat ba gaimana para tersangka korupsi berupaya menghapuskan jejak-jejak perilaku mereka, entah dengan mengubah identitas atau kabur ke negara lain dengan dalih melakukan pemeriksaan kesehatan.

Ketiga, berkenaan dengan siapa saja yang terlibat dalam kasus korupsi. Media menampilkan figur-figur yang biasanya mempunyai status sosial yang mapan. Pejabat dalam birokrasi negara, pengusaha berlimpah harta, para pengurus partai politik yang sedang berkuasa, dan sosialita yang dikenal glamour kehidupannya sering terlibat dalam kasus-kasus korupsi. Gejala ini membuktikan bahwa korupsi selalu melibatkan jaringan dari sosok-sosok yang memiliki modal ekonomi dan kekuasaan politik yang sangat kuat. Kehadiran para pengacara terkenal (yang tentu saja berharga mahal) yang mendampingi mereka saat diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun dalam persidangan adalah bukti selanjutnya tentang betapa tingginya kuasa finansial dan kuasa jabatan dari figur-figur yang tersangkut kasus-kasus korupsi.

Tiga Sumber

Mengapa kasus-kasus korupsi memiliki efek selebritasasi? Apa itu selebritas? Secara ringkas, selebritas dapat dimaknai sebagai orang yang terkenal, pesohor. Dalam kasus-kasus korupsi, selebritasasi bergulir karena mereka yang terlibat pencurian uang negara itu adalah sekian banyak profil yang telah dikenal masyarakat. Atau, jika tidak demikian, pemberitaan media yang begitu kolosal terhadap suatu kasus yang melibatkan peran sentral dari seseorang yang belum terkenal, menjadikan sosok itu perlahan-lahan makin populer. Hal ini disebabkan figur itu terlibat dalam pencurian uang negara bernilai miliaran rupiah dengan menggunakan modus yang begitu licik.

Media pun punya fungsi sosial spesifik. Merujuk gagasan Richard T Schaefer (Sociology: Tenth Edition, 2007), media berfungsi menegakkan norma-norma sosial. Mekanismenya tidak dengan menunjuk langsung orang yang dinilai berperilaku baik, melainkan dengan menampilkan oknum-oknum tertentu yang melanggar harapan-harapan sosial. Serentak dengan itu, media memberikan status pada seseorang dan kejadian tertentu. Kasus korupsi yang menyita perhatian publik otomatis menjadikan sosok tersebut terekspos begitu luas. Di situlah sesosok selebritas lahir. Bukan dari dunia hiburan, melainkan dari wilayah kejahatan.

Jadi, selebritas tidak cuma muncul dari dunia hiburan. Status selebritas, ungkap Chris Rojek (Celebrity, 2001), datang dari tiga sumber. Pertama, selebritas    terberikan (ascribed celebrity) yang la hir dari garis keturunan. Keluarga Kennedy di Amerika Serikat me raih status selebritas. Keluarga Soekarno, Soeharto, atau Susilo Bambang Yudhoyono niscaya menyandang status serupa. Kedua,          selebritas karena prestasi (achie ved celebrity) pada bidang tertentu yang digemari masyarakat. Misalnya saja, Chris John dalam tinju, Mike Mohede dalam Indonesian Idol, atau Angelina Sondakh dalam Putri Indonesia. Ketiga, selebritas yang diatribusikan (attributed celebrity) akibat daya eks pansi pemberitaan media. Siapa pun, terlebih lagi yang terlibat skandal korupsi, berpeluang dinobatkan sebagai selebritas. Mu hammad Nazaruddin, Miranda S Goeltom, dan Artalyta Suryani me rupakan beberapa figur yang bisa dirujuk.

Status selebritas itu begitu lengkap pada kasus Angelina Sondakh. Pertama, Angelina pernah menyabet gelar Putri Indonesia 2001. Kedua, Angelina berposisi sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, sebuah partai politik yang tokoh sentralnya ialah Susilo Bambang Yudhoyono. Ketiga, Angelina adalah janda dari mendiang Adjie Massaid yang terkenal sebagai politikus dan selebritas. Dan, keempat, Angelina tersangkut kasus korupsi yang menempatkan Nazaruddin sebagai terdakwa yang namanya telah di kenal luas publik. Pada kasus ini, Angelina diduga mengetahui peran penting Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar