Republik
(Miskin) Keteladanan
Herman, MAHASISWA
FAI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
Sumber
: SINAR HARAPAN, 4
Februari 2012
Saat ini bangsa Indonesia belum mampu keluar
dari berbagai permasalahan yang terus menggerogoti para penguasa. Sebagian dari
pemimpin kita terus terjangkit krisis moral dan keteladanan.
Tentu saja kita sangat miris melihat fenomena
yang menimpa pemimpin kita saat ini yang suka melakukan korupsi, gaya hidup
hedonis yang merupakan tindakan yang sering dipertontonkan wakil rakyat, dan
bahkan di ruang sidang ada yang menonton video porno.
Dengan berbagai sikap amoral di atas,
Indonesia tetap terpuruk dan keadaan ini akan terus berlangsung sepanjang tidak
ada keinginan untuk memperbaiki tradisi buruk tersebut.
Berbicara masalah keteladanan, Kouzes dan
Posner (2007) menyatakan ada lima praktik keteladanan, yaitu mencontohkan cara
(Model the Way), menginspirasi visi bersama (Inspire a Shared
Vision), menantang proses (Challenge the Process), memampukan
orang lain untuk bertindak (Enable Others to Act), dan
menyemangati jiwa (Encourage the Heart).
Namun di tengah banyaknya rakyat yang
kelaparan dan miskin, justru sikap hedonis para wakil rakyat semakin
merajalela. Sikap tersebut ditunjukkan dengan renovasi toilet yang menelan Rp 2
miliar.
Tidak berhenti di situ saja, baru-baru ini
kita juga dikagetkan dengan renovasi ruang rapat Badan Anggaran DPR dengan
menelan biaya Rp 20,7 miliar. Sikap ini tidak seharusnya mereka lakukan jika
mereka sadar bahwa masih banyak rakyat yang hidup dalam kemiskinan.
Pada Maret 2011, jumlah penduduk miskin di
Indonesia masih 30,02 juta orang. Jumlah penduduk hampir miskin pada 2011
meningkat 5 juta orang menjadi 27,12 juta. Belum lagi angka pengangguran yang
saat ini masih 8,12 juta. Angka kemiskinan dan pengangguran ini tidak akan
berarti apa-apa jika para wakil rakyat tidak memiliki kepekaan terhadap nasib
rakyat.
Republik ini sedang mengalami krisis
kepemimpinan yang cukup mengkhawatirkan. Para pemimpin (wakil rakyat) kita
masih belum dapat memenuhi kesejahteraan rakyat, baik dari segi pendidikan,
kesehatan, maupun kesejahteraan hidup.
Kita masih dapat melihat di lingkungan
sekitar kita, kemiskinan masih merajalela, pendidikan tidak merata antara
pendidikan di daerah dan di kota, terjadinya kesenjangan sosial yang tinggi
antara si kaya dan si miskin, dan berbagai permasalahan sosial lainnya.
Syafii Antonio dalam bukunya, The Super
Leader Super Manager (2007), mengungkapkan salah satu krisis terbesar dunia
saat ini adalah krisis keteladanan.
Akibat yang ditimbulkan krisis ini jauh lebih
dahsyat dari krisis energi, kesehatan, pangan, transportasi, dan air. Hal ini
karena absennya pemimpin yang visioner, kompeten, dan memiliki integritas yang
tinggi, maka masalah air, kesehatan, pendidikan, sistem peradilan, dan
transportasi akan semakin parah.
Keteladanan pemimpin saat ini menjadi suatu
hal yang langka dan sulit kita temukan. Pemimpin harus mampu memprioritaskan
kepentingan rakyat kecil dibandingkan kepentingan lainnya, termasuk kepentingan
pribadi maupun kepentingan partainya.
Krisis moral dan keteladanan telah
menggerogoti kinerja pemimpin yang lambat laun akan mengurangi kepercayaan
masyarakat, khususnya generasi muda.
Belajar dari Joko Widodo
Tentu saja kita masih ingat dengan nama Joko
Widodo yang akrab disapa dengan Jokowi yang telah berhasil memberdayakan pasar
tradisional dengan merenovasinya, yang akhirnya mendatangkan pendapatan yang
lebih besar. Tidak kurang Rp 19,2 miliar masuk kas pemda dari hasil retribusi
harian pasar tradisional.
Sebelumnya pendapatan dari pasar hanya Rp 7,8
miliar, berarti terdapat peningkatan lebih dari dua kali lipat. Tidak berhenti
disitu, Jokowi menggunakan mobil dinas yang diproduksi siswa Sekolah Menengah
Kejuruan, yaitu Esemka. Bahkan dia mengatakan hasil karya anak Esemka sebagai
simbol perlawanan terhadap serbuan mobil impor.
Keteladanan dan sosok kepemimpinan Jokowi di
Indonesia sangat langka dan patut dijadikan contoh dalam memimpin bangsa ini.
Pemimpin Indonesia saat ini kebanyakan hanya beretorika tanpa wujud riil dari
program yang terkait dengan kepentingan rakyat.
Kita lihat banyak pejabat negara yang hidup
dalam hedonisme dan kemewahan dari hasil uang rakyat, dan bahkan tidak sedikit
wakil rakyat yang korup demi memuaskan keinginannya. Sikap sederhana mulai
luntur dalam nalar pikiran pemimpin kita. Perilaku mereka sering diselimuti
dengan praktik ketidakjujuran atau kebohongan publik dan praktik korupsi.
Rakyat sudah terlalu jenuh dengan sederetan
pemimpin yang hanya pintar mengumbar janji. Saat ini rakyat hanya butuh
pemimpin teladan, yaitu pemimpin yang memiliki integritas dan mampu menunjukkan
sikap baik yang dapat ditiru rakyat.
Di samping itu, pemimpin harus memiliki
ketegasan dalam mengambil keputusan yang memihak rakyat, memprioritaskan segala
sesuatu hanya untuk kepentingan rakyat dibandingkan kepentingan pribadi maupun
kepentingan lainnya.
Hal itu akan terwujud apabila bangsa ini
memiliki pemimpin-pemimpin yang bersih, tidak korup, dan empati pada
penderitaan rakyat kecil. Ke depan pemimpin bangsa ini harus lebih produktif
menghasilkan berbagai kebajikan yang memihak pada rakyat.
Penulis yakin jika hal itu dapat dilakukan,
kepercayaan rakyat akan membaik lagi dan juga akan menjadi pendorong bagi
generasi muda untuk meneladani kebajikan yang telah mereka buat, sehingga
generasi penerus Indonesia menjadi pribadi-pribadi yang memiliki karakter
unggul dan mampu membawa bangsa ini keluar dari berbagai persoalan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar