Kamis, 17 November 2011

Posisi Penentu ASEAN


Posisi Penentu ASEAN

I Basis Susilo, DOSEN FISIP UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
Sumber : SINDO, 17 November 2011



Diselenggarakannya KTT Ke-9 ASEAN dan KTT Asia Timur di Bali dalam tiga hari ini (17–19 November) menunjukkan kewibawaan dan kapasitas Indonesia dalam menjalankan kepemimpinannya dalam ASEAN karena dua hal.

Pertama,KTT ASEAN kali ini adalah luar biasa karena akan menyetujui banyak kesepakatan penting seperti tentang Komunitas ASEAN dalam komunitas global bangsa-bangsa, tentang prinsip-prinsip hubungan yang saling menguntungkan, tentang Konektivitas ASEAN,tentang kemitraan komprehensif antara ASEAN dan PBB, serta zona nonnuklir Asia Tenggara.

Kedua, KTT Asia Timur kali ini juga luar biasa karena untuk pertama kalinya melibatkan Amerika Serikat dan Rusia. Kesediaan negara-negara anggota ASEAN dan mitra ASEAN bersepakat tentu didasari anggapan bahwa ASEAN itu organisasi regional yang solid dan punya kapasitas untuk mendorong perwujudan beberapa kesepakatan itu.

Kendati demikian, ASEAN mesti juga menyadari masih memiliki kelemahan sehingga masih memerlukan pembenahan internal supaya soliditas dan kapasitas ASEAN untuk bergerak secara eksternal lebih kuat dan mantap. Karenanya, ke depan Indonesia perlu fokus pada tiga hal berikut ini.

Pertama, dalam hal urusan-urusan internal, Indonesia mesti mendorong ASEAN menjadi sistem yang bisa mengatur dirinya sendiri (self-regulating system).Kedua, dalam urusan Asia Timur, Indonesia harus tetap menjadikan ASEAN penentu dari dinamika hubungan ASEAN dengan negara- negara Asia Timur dan hubungan antarnegara Asia Timur.

Ketiga, dalam urusan dengan negara-negara besar di luar Asia Timur, Indonesia mesti mendorong ASEAN tetap berada pada posisi driving seat KTT Asia Timur kendati ada Amerika Serikat dan Rusia. Sehubungan dengan kebutuhan ASEAN menjadi selfregulating system, masih ada beberapa hal yang harus diselesaikan di dalam internal ASEAN.

Adanya persaingan dan konflik antarnegara anggota ASEAN,misalnya konflik perbatasan Kamboja-Thailand, Malaysia-Indonesia, dan Singapura-Malaysia, menunjukkan bahwa ASEAN belum mampu menjadi selfregulating system karena mekanisme penyelesaiannya belum menggunakan ASEAN, tetapi masih menggunakan pihak di luar ASEAN.

Terkait dengan ini, kesepakatan untuk membentuk Lembaga ASEAN untuk Perdamaian dan Rekonsiliasi (AIPR) diharapkan bisa memperkuat posisi ASEAN untuk mengatasi konflik-konflik antaranggota ASEAN. Indonesia selama ini dianggap berwibawa dalam memimpin ASEAN untuk membuat langkah-langkah besar dan strategis.Buktinya,setiap langkah besar dan penting selalu melibatkan peran Indonesia.

KTT Pertama ASEAN pada 1976 di Bali membuat langkah awal penting bagi ASEAN untuk membuat perjanjian persahabatan dan kerja sama (Treaty of Amity and Cooperation/TAC) setelah perubahan konstelasi politik di Indochina.

Kemudian, pada KTT Ke-9 ASEAN di Bali pada 2003, ASEAN sepakat untuk mentransformasi dirinya ke dalam komunitas sehingga keluar konsep pengembangan Komunitas Keamanan sebagai platform baru untuk kerja sama politik dan keamanan serta dorongan agar ASEAN mengembangkan dasar untuk demokrasi dan hak-hak asasi manusia (HAM).

Mediator Perdamaian

Sehubungan dengan urusan Asia Timur, Indonesia harus bisa mendorong ASEAN menjadi penentu untuk penyelesaian antara negara-negara ASEAN dengan negara-negara Asia Timur dan penentu untuk penyelesaian persoalan antarnegara Asia Timur.Dalam hal perselisihan perbatasan di Laut Cina Selatan, misalnya, ASEAN harus bisa dan mampu mendesak RRC untuk melaksanakan deklarasi perilaku yang menjamin semua negara tidak menggunakan kekuatan militer dalam menyelesaikan masalah.

Hal ini tentu tidak mudah karena RRC pasti tidak mau diaturatur dalam soal yang didasari kepentingan nasionalnya. Adapun dalam hal hubungan antarnegara Asia Timur,posisi ASEAN untuk bisa menjadi mediator sementara ini cukup kuat karena RRC, Jepang, dan Korea cenderung saling bersaing dan karenanya menginginkan pihak di luar tiga negara itu yang menjadi mediator.

Soliditas dan kapasitas ASEAN yang relatif bisa menata hubungan internalnya diharapkan bisa menjadi modal penting untuk menjadi mediator perdamaian tiga negara yang cenderung kompetitif dan konfliktif tersebut. Dalam kasus Asia Timur ini, forum keamanan regional ASEAN (ARF),yang juga melibatkan enam peserta dari Six Party Talks,tentunya bisa dipakai untuk menciptakan atmosfer yang kondusif bagi dialog dan konsultasi di antara tiga negara Asia Timur itu.

Driving Seat

Sehubungan dengan urusan dengan AS dan Rusia, Indonesia harus bisa mempertahankan agar ASEAN tetap berada dalam posisi driving seat dalam setiap dinamika KTT Asia Timur yang melibatkan 8 negara selain ASEAN itu.Keberadaan dua negara besar itu bisa menjadi masalah karena AS dan Rusia tentu tidak mudah dan tidak mampu didikte oleh kekuatan-kekuatan lain, apalagi sekarang AS sedang bersitegang dengan RRC atas isu dagang.

Sebagai negara adidaya dan eks adidaya,AS dan Rusia pasti punya psikologi tertentu yang tidak menghendaki dirinya diatur-atur oleh negaranegara lain.Namun,karena AS dan Rusia secara geografis sebenarnya di luar Asia Timur, keberadaan mereka dalam KTT Asia Timur sebenarnya tidak dalam posisi sentral.

Setidak-tidaknya, KTT Asia Timur bisa dipakai untuk forum dialog dan konsultasi antara negara-negara ASEAN, Asia Timur, dan lima negara lain (Australia,India,Selandia Baru, Rusia, dan AS) tentang upaya menciptakan kestabilan dan keamanan Asia Timur.

Dalam KTT Ke-18 ASEAN di Jakarta, Mei lalu, dikenalkan juga konsep komunitas keamanan Asia Timur yang tetap menghendaki agar ASEAN yang menjadi penentu (driving seat) dari dinamika kerja sama untuk menjaga dan mengembangkan komunitas Asia Timur itu.

Menghadapi AS dan Rusia,ASEAN perlu mempersiapkan diri lebih serius agar bisa menjalankan konsepnya tentang komunitas keamanan itu. Mengingat pentingnya kapasitas untuk bisa menjadi mediator yang andal dalam menghadapi negara-negara besar, Indonesia mesti mendorong ASEAN untuk melembagakan dan menghimpun, mengelola, dan mendayagunakan keahlian dan kapasitas di bidang-bidang pencegahan konflik, manajemen konflik, penyelesaian konflik, penjagaan perdamaian, dan perdamaian pascakonflik.

Hal itu untuk memperkuat peran vital negara-negara ASEAN dalam memelihara perdamaian dan keamanan wilayah Asia Tenggara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar