Menuju ASEAN Community 2015
Sunarsip, CHIEF
ECONOMIST
Sumber : REPUBLIKA, 14 November 2011
Pada
17-19 November 2011, Indonesia akan menjadi tuan rumah ASEAN Summit di Bali.
Sebuah peristiwa yang sangat penting mengingat posisi Indonesia saat ini adalah
selaku presiden (chairman) ASEAN. Keberhasilan Indonesia sebagai penyelenggara
dalam menghasilkan berbagai kesepakatan penting dalam ASEAN Summit ini, menjadi
poin penting bagi Indonesia dalam kiprahnya di kancah internasional.
ASEAN Summit kali ini memang punya arti penting, sejauh mana dapat menghasilkan berbagai kesepakatan penting, tidak hanya untuk memperkuat perekonomian ASEAN, tetapi juga dapat memberikan harapan positif bagi proses pemulihan ekonomi global. ASEAN harus menyadari bahwa sejatinya perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara ini kini telah menjadi salah satu pilar penting untuk menjaga kestabilan ekonomi global. Faktanya, di tengah krisis global, perekonomian ASEAN tetap mampu tumbuh positif dengan level pertumbuhan yang tinggi.
Keberadaan ASEAN sebagai salah satu pilar penting bagi perekonomian global ini tentu tidak mengada-ada. Untuk melihat sejauh mana pentingnya ASEAN bagi perekonomian global, mari kita lihat beberapa fakta berikut ini. Pertama, negara-negara di ASEAN memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi. Berdasarkan proyeksi IMF, Singapura, dan ASEAN-5 (Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Filipina) tahun ini akan tumbuh sekitar 5,3 persen di mana Indonesia akan memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi sebesar 6,3 persen. Kondisi perekonomian ASEAN yang positif inilah yang telah mendorong capital inflow ke ASEAN secara signifikan. Setidaknya, hal ini terlihat dari kinerja investasi di ASEAN, baik foreign direct investment (FDI) maupun investasi portofolio.
Meski mengalami penurunan selama 2008 dan 2009, laju FDI ke negara ASEAN pada 2010 kembali tumbuh pesat, yakni sebesar 95,6 persen (year on year/yoy) menjadi 74,1 miliar dolar AS. Ini juga merupakan level terdekat dengan angka rekor yang dicapai pada 2007 sebelum krisis global. Dan perlu dicatat, angka FDI 2010 ASEAN ini mewakili sekitar 12,9 persen dari total FDI untuk seluruh negara berkembang. Pangsa investasi FDI di ASEAN dibandingkan dengan investasi FDI global juga telah mengalami peningkatan selama terjadinya krisis global ini, yaitu dari 2,8 persen pada 2008 menjadi 3,6 pada 2009 dan sebesar 4,8 persen pada 2010.
Kedua, ASEAN adalah salah satu sumber pangan dan energi yang penting bagi dunia. Saat ini, dunia, khususnya negara-negara maju, menghadapi masalah terkait dengan fluktuasi harga komoditas pangan dan energi dengan kecenderungan harga meningkat. Kondisi ini pada akhirnya menyebabkan dunia menghadapi tekanan inflasi yang relatif sulit dijinakkan. Tidak hanya menyebabkan inflasi, volatilitas harga komoditas yang bersumber akibat pasokan yang terganggu ini menyebabkan kelangsungan industri manufaktur global juga terganggu.
Sejumlah negara ASEAN adalah kawasan penghasil komoditas pangan dan energi yang dibutuhkan dunia. Indonesia adalah produsen minyak sawit (CPO) adalah terbesar di dunia. Indonesia juga menjadi sumber energi penting bagi negara-negara di Asia, khususnya minyak dan gas bumi serta batu bara. Malaysia juga menjadi produsen CPO kedua terbesar di dunia. Sedangkan, Thailand adalah salah satu produsen beras terbesar di dunia. Dapat dipastikan bahwa negara-negara ASEAN, seperti Indonesia, Malaysia, dan Thailand adalah negara-negara yang dapat menjadi "penentu" stabilitas harga dan tentunya kelangsungan hidup industri-industri besar di dunia.
Ketiga, ASEAN adalah salah satu kawasan penting sebagai basis industri manufaktur negara-negara maju setelah Cina dan India. Kita saksikan banyak perusahaan manufaktur global menempatkan pabriknya di ASEAN. Oleh karena itu, di tengah kelesuan industri manufaktur di negara asal, pabrikan di ASEAN justru menjadi andalan, terutama untuk memenuhi kebutuhan pasar Asia dan pasar-pasar lainnya. Dengan kata lain, keberhasilan ASEAN dalam mempertahankan momentum pertumbuhan ekonominya sangat berarti bagi kesinambungan industri manufaktur negara-negara maju yang kini terkena krisis.
Keempat, ASEAN telah membuktikan bahwa mereka memiliki sistem keuangan yang relatif kuat dan relatif lebih resisten terhadap krisis. Hal ini terutama disebabkan sistem keuangan di ASEAN dijalankan secara prudent, relatif konservatif dengan level kedalaman finansial (financial deepening) yang relatif rendah dibanding Eropa dan AS, buah dari pelajaran berharga atas krisis yang pernah dialami pada akhir 1990-an.
Sebagai catatan, sektor perbankan di ASEAN lebih banyak didominasi bank komersial (commercial banks) dibanding bank investasi (investment banks).
Suatu bukti bahwa menempatkan bank sesuai "khitahnya" sebagai lembaga intermediasi (intermediary institutions), sebagaimana bank komersial jalankan, jauh lebih baik bagi perekonomian dibanding bank-bank investasi yang kini banyak mengalami krisis di Eropa. Faktanya, peran bank investasi memang sudah jauh sebagai lembaga intermediasi. Peran sektor keuangan ASEAN inilah yang diharapkan dapat menjadi "katup pengaman" bagi sektor keuangan global yang kini sedang krisis. Setidaknya, ASEAN dapat menjadi role model bagi pengembangan sistem keuangan yang lebih prudent bagi kawasan lainnya sekalipun tetap menjalankan sistem keuangan yang bebas dan terintegrasi.
Berbagai catatan mengenai posisi ASEAN tersebut di atas sejatinya telah mengukuhkan ASEAN sebagai kekuatan ekonomi yang vital bagi perekonomian dunia. Posisi ini tentunya harus disadari oleh anggotanya. Sebagai catatan, kini ASEAN telah merancang suatu kawasan ekonomi ASEAN yang terintegrasi pada 2015 (ASEAN Economic Community 2015). Melalui ASEAN Economic Community 2015 ini nantinya seluruh kegiatan ekonomi ASEAN, baik perdagangan, investasi, maupun keuangan, akan terintegrasi dengan menghilangkan berbagai hambatan (baik tarif dan nontarif) yang kini masih berlaku. Kira-kira, model integrasi ekonomi yang akan dibangun seperti yang berlaku di Eropa.
Tentunya, ini adalah sebuah visi yang baik. Namun, belajar dari krisis Eropa saat ini, banyak hal yang perlu dipersiapkan. Perlu diketahui bahwa kesenjangan perekonomian di antara negara ASEAN relatif tinggi.
Kesenjangan ini tidak hanya pada skala ekonominya, tetapi juga tingkat kesejahteraan rakyat di setiap anggota ASEAN. Singapura adalah negara kota yang sangat maju dengan skala ekonomi dan tingkat kesejahteraan yang relatif tinggi. Sedangkan Laos, Brunei, Kamboja, dan Myanmar relatif tertinggal, baik skala ekonomi maupun kesejahteraan rakyatnya.
Kondisi ini berbeda dengan Eropa. Sekalipun skala ekonomi Eropa berbeda, tingkat kesejahteraan rakyatnya relatif baik. Belajar dari krisis Eropa, tak kalah pentingnya adalah bagaimana menjaga kedisiplinan dari setiap anggota dalam menaati setiap butir kesepakatan.
Perlu diketahui, krisis Eropa yang terjadi saat ini salah satunya adalah akibat "ulah" dari anggotanya yang tidak disiplin dalam menjalankan pakta kesepakatan, terutama disiplin fiskal dan sektor keuangan. Oleh karena itu, untuk menjaga keutuhan ASEAN Economic Community perlu dibangun pakta kesepakatan secara detail dan mengikat berikut hukumannya bagi yang melanggar. ●
ASEAN Summit kali ini memang punya arti penting, sejauh mana dapat menghasilkan berbagai kesepakatan penting, tidak hanya untuk memperkuat perekonomian ASEAN, tetapi juga dapat memberikan harapan positif bagi proses pemulihan ekonomi global. ASEAN harus menyadari bahwa sejatinya perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara ini kini telah menjadi salah satu pilar penting untuk menjaga kestabilan ekonomi global. Faktanya, di tengah krisis global, perekonomian ASEAN tetap mampu tumbuh positif dengan level pertumbuhan yang tinggi.
Keberadaan ASEAN sebagai salah satu pilar penting bagi perekonomian global ini tentu tidak mengada-ada. Untuk melihat sejauh mana pentingnya ASEAN bagi perekonomian global, mari kita lihat beberapa fakta berikut ini. Pertama, negara-negara di ASEAN memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi. Berdasarkan proyeksi IMF, Singapura, dan ASEAN-5 (Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Filipina) tahun ini akan tumbuh sekitar 5,3 persen di mana Indonesia akan memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi sebesar 6,3 persen. Kondisi perekonomian ASEAN yang positif inilah yang telah mendorong capital inflow ke ASEAN secara signifikan. Setidaknya, hal ini terlihat dari kinerja investasi di ASEAN, baik foreign direct investment (FDI) maupun investasi portofolio.
Meski mengalami penurunan selama 2008 dan 2009, laju FDI ke negara ASEAN pada 2010 kembali tumbuh pesat, yakni sebesar 95,6 persen (year on year/yoy) menjadi 74,1 miliar dolar AS. Ini juga merupakan level terdekat dengan angka rekor yang dicapai pada 2007 sebelum krisis global. Dan perlu dicatat, angka FDI 2010 ASEAN ini mewakili sekitar 12,9 persen dari total FDI untuk seluruh negara berkembang. Pangsa investasi FDI di ASEAN dibandingkan dengan investasi FDI global juga telah mengalami peningkatan selama terjadinya krisis global ini, yaitu dari 2,8 persen pada 2008 menjadi 3,6 pada 2009 dan sebesar 4,8 persen pada 2010.
Kedua, ASEAN adalah salah satu sumber pangan dan energi yang penting bagi dunia. Saat ini, dunia, khususnya negara-negara maju, menghadapi masalah terkait dengan fluktuasi harga komoditas pangan dan energi dengan kecenderungan harga meningkat. Kondisi ini pada akhirnya menyebabkan dunia menghadapi tekanan inflasi yang relatif sulit dijinakkan. Tidak hanya menyebabkan inflasi, volatilitas harga komoditas yang bersumber akibat pasokan yang terganggu ini menyebabkan kelangsungan industri manufaktur global juga terganggu.
Sejumlah negara ASEAN adalah kawasan penghasil komoditas pangan dan energi yang dibutuhkan dunia. Indonesia adalah produsen minyak sawit (CPO) adalah terbesar di dunia. Indonesia juga menjadi sumber energi penting bagi negara-negara di Asia, khususnya minyak dan gas bumi serta batu bara. Malaysia juga menjadi produsen CPO kedua terbesar di dunia. Sedangkan, Thailand adalah salah satu produsen beras terbesar di dunia. Dapat dipastikan bahwa negara-negara ASEAN, seperti Indonesia, Malaysia, dan Thailand adalah negara-negara yang dapat menjadi "penentu" stabilitas harga dan tentunya kelangsungan hidup industri-industri besar di dunia.
Ketiga, ASEAN adalah salah satu kawasan penting sebagai basis industri manufaktur negara-negara maju setelah Cina dan India. Kita saksikan banyak perusahaan manufaktur global menempatkan pabriknya di ASEAN. Oleh karena itu, di tengah kelesuan industri manufaktur di negara asal, pabrikan di ASEAN justru menjadi andalan, terutama untuk memenuhi kebutuhan pasar Asia dan pasar-pasar lainnya. Dengan kata lain, keberhasilan ASEAN dalam mempertahankan momentum pertumbuhan ekonominya sangat berarti bagi kesinambungan industri manufaktur negara-negara maju yang kini terkena krisis.
Keempat, ASEAN telah membuktikan bahwa mereka memiliki sistem keuangan yang relatif kuat dan relatif lebih resisten terhadap krisis. Hal ini terutama disebabkan sistem keuangan di ASEAN dijalankan secara prudent, relatif konservatif dengan level kedalaman finansial (financial deepening) yang relatif rendah dibanding Eropa dan AS, buah dari pelajaran berharga atas krisis yang pernah dialami pada akhir 1990-an.
Sebagai catatan, sektor perbankan di ASEAN lebih banyak didominasi bank komersial (commercial banks) dibanding bank investasi (investment banks).
Suatu bukti bahwa menempatkan bank sesuai "khitahnya" sebagai lembaga intermediasi (intermediary institutions), sebagaimana bank komersial jalankan, jauh lebih baik bagi perekonomian dibanding bank-bank investasi yang kini banyak mengalami krisis di Eropa. Faktanya, peran bank investasi memang sudah jauh sebagai lembaga intermediasi. Peran sektor keuangan ASEAN inilah yang diharapkan dapat menjadi "katup pengaman" bagi sektor keuangan global yang kini sedang krisis. Setidaknya, ASEAN dapat menjadi role model bagi pengembangan sistem keuangan yang lebih prudent bagi kawasan lainnya sekalipun tetap menjalankan sistem keuangan yang bebas dan terintegrasi.
Berbagai catatan mengenai posisi ASEAN tersebut di atas sejatinya telah mengukuhkan ASEAN sebagai kekuatan ekonomi yang vital bagi perekonomian dunia. Posisi ini tentunya harus disadari oleh anggotanya. Sebagai catatan, kini ASEAN telah merancang suatu kawasan ekonomi ASEAN yang terintegrasi pada 2015 (ASEAN Economic Community 2015). Melalui ASEAN Economic Community 2015 ini nantinya seluruh kegiatan ekonomi ASEAN, baik perdagangan, investasi, maupun keuangan, akan terintegrasi dengan menghilangkan berbagai hambatan (baik tarif dan nontarif) yang kini masih berlaku. Kira-kira, model integrasi ekonomi yang akan dibangun seperti yang berlaku di Eropa.
Tentunya, ini adalah sebuah visi yang baik. Namun, belajar dari krisis Eropa saat ini, banyak hal yang perlu dipersiapkan. Perlu diketahui bahwa kesenjangan perekonomian di antara negara ASEAN relatif tinggi.
Kesenjangan ini tidak hanya pada skala ekonominya, tetapi juga tingkat kesejahteraan rakyat di setiap anggota ASEAN. Singapura adalah negara kota yang sangat maju dengan skala ekonomi dan tingkat kesejahteraan yang relatif tinggi. Sedangkan Laos, Brunei, Kamboja, dan Myanmar relatif tertinggal, baik skala ekonomi maupun kesejahteraan rakyatnya.
Kondisi ini berbeda dengan Eropa. Sekalipun skala ekonomi Eropa berbeda, tingkat kesejahteraan rakyatnya relatif baik. Belajar dari krisis Eropa, tak kalah pentingnya adalah bagaimana menjaga kedisiplinan dari setiap anggota dalam menaati setiap butir kesepakatan.
Perlu diketahui, krisis Eropa yang terjadi saat ini salah satunya adalah akibat "ulah" dari anggotanya yang tidak disiplin dalam menjalankan pakta kesepakatan, terutama disiplin fiskal dan sektor keuangan. Oleh karena itu, untuk menjaga keutuhan ASEAN Economic Community perlu dibangun pakta kesepakatan secara detail dan mengikat berikut hukumannya bagi yang melanggar. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar