Menanti Gebrakan Duo Jero-Jono
Erkata Yandri,
PERISET
PADA SOLAR ENERGY RESEARCH GROUP, DEPT VEHICLE SYSTEM ENGINEERING, KANAGAWA
INSTITUTE OF TECHNOLOGY, JEPANG
Sumber : KORAN TEMPO, 17 November 2011
Teka-teki
reshuffle di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akhirnya
terjawab sudah. SBY telah memutuskan Jero Wacik, mantan profesional, politikus,
dan
terakhir
sebagai Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, serta Widjajono Partowidagdo,
anggota
Dewan Energi Nasional yang juga guru besar perminyakan, sebagai Menteri
dan
Wakil Menteri ESDM. Bagi rakyat, ada atau tidak ada reshuffle, ada atau
tidak ada wakil, atau siapa pun orangnya, sama saja karena tuntutannya tetap
sama dan tidak
muluk-muluk.Yang
terpenting bagi mereka adalah akses energi yang semakin mudah dengan harga yang
relatif terjangkau. Tentu, bagi pemerintah, targetnya tidak hanya untuk
memenuhi itu, tetapi bagaimana menghadapi tantangan yang lebih berat lagi,
yaitu mewujudkan ketahanan energi (energy security).
Memahami Visi SBY
Sebenarnya,
jika mau jujur, yang harus diutamakan di Kementerian ESDM itu adalah pergantian
menteri, bukan ke penambahan (posisi) wakil menteri.Tetapi baiklah, tidak ada
gunanya lagi mempermasalahkan reshuffle yang sudah diputuskan SBY itu,
karena sudah jelas itu hak prerogatif Presiden. Namun tidak ada salahnya pula
menganalisis apa kira-kira yang terlintas di benak SBY dan orang kepercayaannya
mengenai energi, paling tidak untuk tiga tahun sisa pemerintahannya.
Tanpa
meremehkan pengalaman Jero Wacik, pengangkatan dirinya itu menyiratkan bahwa
SBY menganggap ESDM adalah departemen yang cukup krusial di mata rakyat, juga
dipandang bernilai strategis, politis, dan ekonomis. Makanya, dia lebih percaya
kepada kader asli dari Partai Demokrat (PD) sendiri,walaupun dia sadari menteri
yang bersangkutan tidak mempunyai rekam jejak di ESDM sekalipun. Padahal, kalau
mau jujur, sosok Menteri ESDM yang dibutuhkan sekarang ini adalah yang lebih
cepat dan lebih berani menggebrak. Karakter Jero mungkin tidak jauh berbeda
dengan Darwin, yang digantikannya. Mungkin juga SBY lebih yakin bahwa yang
dibutuhkan pada level menteri lebih dalam soal kepemimpinan dan manajemen, bukan
teknis.Tanpa terlalu membesar-besarkan prestasi Dahlan Iskan yang cukup
singkat, mungkin ESDM memang lebih pas jika dipimpin oleh mantan Dirut PLN
tersebut.
Untuk
mengimbanginya, SBY mengangkat wakil menteri yang dianggapnya lebih memahami
masalah teknis energi nasional saat ini.Terlepas perlu atau tidaknya jabatan
Wakil
Menteri ESDM, ataupun mempermasalahkan asalnya dari karier ataupun non-karier
lingkungan ESDM, dengan tanpa mengecilkan kapasitas Widjajono, maka figur wakil
menteri haruslah memiliki pengalaman lapangan yang cukup dan kecepatan dalam
bertindak. Dengan adanya wakil menteri ini, sepertinya SBY berharap bahwa urusan
energi pasti sudah beres. Ini menguatkan indikasi bahwa SBY ingin lebih memprioritaskan
masalah pengamanan pencapaian lifting minyak mentah dengan harapan
pemerintahannya berakhir nanti dengan citra yang bagus di sektor energi. Untuk mengingatkan,
Darwin terjungkal dari kursi Menteri ESDM karena dianggap tidak
mampu
menyelesaikan masalah target lifting, di samping dalam masalah subsidi BBM
pun dia dianggap sangat ragu-ragu dan tidak berani.
Jadi,
dengan formasi politikus-akademisi sekarang ini, tentu berat dugaan bahwa orientasi
kebijakan Jero-Jono akan lebih mengarah kepada mengamankan pencapaian target lifting
970 ribu barel per hari. Sekadar acuan, realisasi sampai Mei 2011 adalah
sekitar 906 ribu barel per hari, sementara konsumsinya sudah semakin menjauhi
angka produksinya. Amat disayangkan jika seandainya, dalam 3 tahun ke depan,
Jero-Jono tidak menyeimbangkan usahanya di aplikasi energi terbarukan ataupun
bagaimana mengefisienkan konsumsi energi nasional agar beban ke energi fosil
itu bisa diredam.
Menunggu Gebrakan
Pertanyaannya
sekarang, ”Mampukah duo Jero-Jono tersebut mewujudkan apa yang diharapkan oleh
SBY sampai habis sisa pemerintahannya? Di sini, taruhannya bukan hanya citra
SBY itu sendiri, tetapi juga nama PD dan tentu juga nama Jero-Jono sendiri.Tidak
ada jawaban selain ”harus mampu dan harus optimistis”. Inilah tantangan buat
mereka berdua. Karena itu, jangan main-main atau berleha-leha terlalu lama
dengan harus cepat menyesuaikan diri. Mereka harus segera ”tunein” untuk
segera menunjukkan gebrakannya. Begitu banyak masalah yang membutuhkan banyak
waktu yang harus cepat dan segera diselesaikan. Untuk itu, ada beberapa hal
yang harus dilakukan.
Pertama,
SBY dari awal sudah harus menjelaskan ekspektasinya kepada pembantunya
tersebut
mengenai evaluasi pencapaian kinerja, lengkap dengan parameternya. Hal ini
tidak hanya untuk kejelasan fokus kerja Jero-Jono dan pendelegasian sampai ke bawah,
tetapi juga akan memberi kejelasan dan kemudahan bagi UKP4 dalam melakukan
tugas evaluasinya. Intinya, evaluasi akan lebih fair dan jelas target pencapaiannya
untuk perbaikan ke depan.Tentu akan lebih baik lagi jika SBY lebih terbuka menyampaikan
parameter evaluasi tersebut ke publik agar publik juga tahu.
Kedua,
Jero-Jono harus segera menciptakan efektivitas kerja dengan pembagian kewenangan
yang jelas. Mereka akan lebih leluasa bertindak dan menggebrak jika dari awal
sudah jelas pembagian tugas dan wewenang di antara mereka. Hal ini penting sekali
bagi wakil menteri yang berkejaran dengan waktu, agar cepat dan lincah bergerak
karena harapan pencapaian target lifting lebih ditujukan kepadanya.Wakil
menteri mesti diberi kesempatan membuktikan kinerjanya segera, sebelum nanti
disorot oleh banyak pihak yang pasti akan semakin menambah efek tekanan
psikologis.
Ketiga,
agar gereget pasangan ini lebih kelihatan yang sangat ditunggu oleh banyak
pihak,
Jero-Jono harus segera menunjukkan ”early result”sebagai hiburan sebelum
orang frustrasi menunggu ”longterm result”yang memang butuh waktu lebih lama.
Dengan baru sebulanan menjabat, tentu masih bisa dipahami.Tetapi jangan sampai
kalau sudah lebih dari tiga bulanan masih belum ada apa-apanya. Jangan sampai
semua pihak terlalu lama menunggu dan akhirnya keburu dingin. Selesaikanlah satu-dua
terobosan besar yang terkait dengan permasalahan utama sektor ESDM, misalnya
pengendalian BBM subsidi, penyesuaian harga BBM, ataupun kepastian perihal kebijakan
pembatasan BBM, peningkatan produksi minyak mentah, serta renegosiasi kontrak
migas dan tambang. Jika sudah kelihatan geliatnya, tentu itu sesuatu yang positif.
Keempat,
mengingat minyak adalah sumber energi yang tidak terbarukan, janganlah
pernah
mengesampingkan aplikasi energi terbarukan dan juga program efisiensi energi.
Meski begitu, janganlah Jero-Jono sampai termakan oleh produsen teknologi efisiensi
energi dan energi terbarukan dengan memanfaatkan permasalahan energi di
Indonesia untuk menjadikan Indonesia sebagai pasar empuknya. Ingatlah, potensi
energi terbarukan dan efisiensi energi Indonesia sangatlah besar. Cobalah wujudkan
peluang untuk bagaimana mengembangkan industri energi terbarukan dan efisiensi
energi yang diharapkan mampu membuka lapangan kerja atau menyerap tenaga kerja,
sebagaimana yang sudah dibuktikan oleh beberapa negara maju seperti Jerman dan
negara Eropa lainnya. Sebagai contoh, rencana pemakaian sel surya untuk mal dan
gedung tinggi lainnya haruslah dikaji mendalam dengan mengajak kementerian
terkait lainnya, seperti Perindustrian, Ristek, BKPM, untuk mengembangkan industri
sel surya di Indonesia. Sekadar gambaran, First Solar (AS), Q-Cells (Jerman),
dan Sun Power (AS) sudah mulai mendirikan pabrik manufaktur di Malaysia dengan
total investasi RM 12 miliar dan lebih dari 2 GW kapasitas produksi. Setelah
sepenuhnya beroperasi, aabrik-pabrik tersebut akan mampu menyediakan 11 ribu
lapangan kerja. Malaysia juga akan menempati peringkat 6 besar dunia dalam
produksi sel surya dan modul. Mungkin Indonesia dijadikan salah satu pasar sel
surya oleh negeri jiran tersebut.
Terakhir,
apakah duo Jero-Jono cukup mampu membawa perbaikan dalam masalah
energi
Indonesia? Inilah saatnya bagi mereka untuk menjawab tantangan dan menepis
skeptisisme orang-orang. Kita tunggu saja gebrakannya, dan tentu waktulah yang
akan membuktikannya. Selamat bekerja, duo Jero-Jono! ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar