Membangun Lebih Cepat
N Arya Dwiangga M ; Wartawan Kompas
|
KOMPAS,
16 Desember 2015
Sejak awal tahun pemerintahan,
Joko Widodo-Jusuf Kalla mengumumkan bahwa pembangunan infrastruktur akan
digenjot. Infrastruktur di bidang energi, transportasi, dan konektivitas
serta infrastruktur yang mendukung ketahanan pangan menjadi sektor-sektor
prioritas.
Melalui proses APBN Perubahan 2015
dan meski terhambat penggantian nomenklatur kementerian dan lembaga,
keinginan pemerintah diwujudkan melalui pemberian anggaran yang besar pada
pembangunan infrastruktur. Anggaran Kementerian Pekerjaan Umum yang bergabung
dengan Perumahan Rakyat naik dua kali lipat menjadi Rp 118,5 triliun.
Anggaran yang besar bukan berarti
pembangunan akan lebih mudah. Sebaliknya, diperlukan sumber daya, baik
manusia maupun kapasitas penyedia jasa, untuk memenuhi target yang dipancang
hingga 2019. Tahun ini, pemerintah akan mulai membangun 13 bendungan baru
untuk mengairi lahan irigasi teknis dari rencana 49 bendungan baru hingga
akhir 2019. Kemudian, Tol Trans-Jawa sudah harus tersambung pada 2018.
Selain membangun jalan di
perbatasan dengan negara lain guna mendukung konektivitas dan menekan biaya
logistik, untuk pertama kali Presiden Jokowi menugaskan badan usaha milik negara
(BUMN) PT Hutama Karya (Persero) mengerjakan delapan ruas Jalan Tol
Trans-Sumatera. Angka itu untuk menyebut beberapa program pembangunan
infrastruktur yang menggunakan anggaran belanja negara selain pembangkit
listrik, bandara, dan pelabuhan.
Swasta
Namun, untuk membangun
infrastruktur dibutuhkan dana yang sangat besar. Hingga 2019, setidaknya
diperlukan Rp 5.452 triliun. Jumlah yang tidak mungkin dipenuhi pemerintah
sendiri. Maka, swasta dan pemerintah daerah mesti dilibatkan.
Proyek infrastruktur yang layak
dan menguntungkan ditawarkan kepada BUMN atau swasta untuk dikerjakan.
Sementara proyek yang belum layak perlu dicarikan terobosan pengerjaannya,
seperti melalui skema penugasan kepada BUMN dengan memberi penyertaan modal
negara.
Dengan demikian, modal tersebut
akan menambah ekuitas BUMN untuk mencari tambahan pembiayaan dari pasar
modal. Sementara peluang untuk mendapat pinjaman lunak dari lembaga
pembiayaan juga menjadi salah satu sumber pendanaan.
Di sisi lain, pembangunan
infrastruktur memerlukan kesiapan penyedia jasa, baik untuk konstruksi maupun
konsultasi.
Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat mencatat, per Agustus 2015 terdapat 127.191 badan usaha yang
terdiri dari 119.350 penyedia jasa konstruksi atau kontraktor dan 7.841
konsultan. Dari jumlah itu, hanya 14.430 badan usaha (11 persen) yang
spesialis, sedangkan sisanya generalis atau umum.
Di sini, kapabilitas penyedia
jasa, baik kontraktor maupun konsultan, perlu dikembangkan agar dapat
mengerjakan proyek-proyek besar sekaligus semakin efisien dan berdaya saing.
Selain itu, kapasitas tenaga konstruksi juga perlu terus dikembangkan dengan
pelatihan berbasis keterampilan melalui program sertifikasi.
Jumlah tenaga konstruksi di
Indonesia pada 2015 sekitar 7,2 juta orang. Dari jumlah itu, yang memiliki
sertifikat tenaga ahli sebanyak 109.007 orang dan sertifikat tenaga terampil
sebanyak 387.420 orang.
Kemudian, pemerintah harus
mendorong penggunaan material dari dalam negeri. Asosiasi Besi dan Baja
Indonesia menyebutkan, kebutuhan baja per tahun sebesar 13,8 juta ton. Dari
kebutuhan tersebut, sekitar 55 persen masih mengandalkan baja impor.
Diproyeksikan lima tahun ke depan
kebutuhan baja akan meningkat menjadi 26,2 juta ton. Sementara dari kebutuhan
aspal sebesar 1,2 juta ton per tahun, sekitar 50 persen masih impor. Padahal,
Indonesia memiliki deposit aspal Buton yang baru sedikit dimanfaatkan, yakni
sekitar 40.000 ton per tahun. Bagi pelaku usaha, program infrastruktur
menjadi peluang untuk ikut menyediakan material sekaligus akan mendorong
perekonomian yang ditopang industri di dalam negeri.
Pengelolaan
yang tepat
Pada akhirnya, perencanaan yang
besar memerlukan pengelolaan yang tepat. Selama ini, realisasi penyerapan
anggaran menumpuk di semester kedua. Itu berarti, pengerjaan proyek dikebut
di paruh waktu kedua menjelang akhir tahun. Buruknya kualitas infrastruktur
menjadi catatan serius. Maka, perlu diupayakan pencegahan sekaligus
pengerjaan proyek yang berorientasi pada kualitas secara sistematis.
Lelang dini yang sudah dimulai
sejak September lalu menjadi kunci. Dengan lelang dini, proses tender hingga
tanda tangan kontrak paket proyek dapat dilakukan lebih awal sehingga pada
Januari 2016 pembangunan infrastruktur sudah dapat dimulai.
Memang pembangunan infrastruktur
di Indonesia membutuhkan kerja yang cepat sekaligus cerdas. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar