Selasa, 22 Desember 2015

Parenting Education, Prinsip dan Tujuan

Parenting Education, Prinsip dan Tujuan

Ahmad Baedowi  ;  Direktur Pendidikan Yayasan Sukma, Jakarta
                                           MEDIA INDONESIA, 21 Desember 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

SALAH satu arah kebijakan pendidikan di Indonesia menurut UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional “Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu, dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan hal dukungan dan lindungan sesuai dengan potensinya.” Kalimat seluruh komponen bangsa di atas jelas mengindikasikan bahwa pendidikan bukan hanya milik dan tugas pemerintah, melainkan juga menjadi bagian dari tanggung jawab masyarakat.

Sebagai tindak lanjut dari arah kebijakan tersebut, melalui UU No 32/2004 tentang Desentralisasi, sesungguhnya pemerintah menginginkan terjadinya peningkatan dukungan masyarakat dalam kegiatan pembangunan dan melatih rakyat untuk dapat mengatur urusannya sendiri dalam kegiatan pembangunan. Ini artinya, bahwa peran serta dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan (termasuk dalam pengembangan pendidikan) harus ditumbuhkan dan ruang partisipasi perlu dibuka selebar-lebarnya. Kemampuan berpartisipasi ini juga perlu didorong dengan sebuah kebijakan yang relevan seperti peningkatan pendidikan kepengasuhan orangtua (parenting education) agar peran serta dan partisipasi mereka menjadi lebih baik dan berkualitas. Karena itu, menjadikan sekolah sebagai unit analisis kebutuhan dan kemampuan masyarakat dalam berpartisipasi ialah afirmatif.

Empat tujuan

Jika sekolah dipercayai sebagai tempat untuk menempa sese orang dalam mengembangkan kapasitas intelektual, tempat ribuan teks dan buku diajarkan dan dibaca secara reguler dan inspiratif melalui serangkaian proses belajar mengajar yang baik, tak mengherankan jika sampai saat ini masih banyak orang menaruh harapan terhadap eksistensi sekolah. Meskipun sekolah kerap dikritik sebagai tempat atau karantina yang mungkin saja membelenggu kebebasan manusia dalam berekspresi (deschooling society), tetapi hingga saat ini hanya lembaga itulah (sekolah) yang di luar keluarga (famili) masih memiliki kekuatan melakukan perubahan, baik terhadap perorangan maupun kelompok.

Pentingnya mengembalikan peran masyarakat agar bertanggung jawab terhadap persoalan pendidikan di tingkat sekolah/lokal melalui sebuah program pemberdayaan yang terstruktur dan sistematis ialah tuntutan yang harus dipenuhi pemerintah. Jika masyarakat paham penahapan perencanaan pendidikan, mengetahui arah dan tujuan sekolah, mengerti meski sedikit tentang performance indicators, baik yang berkaitan dengan siswa maupun guru, serta paham arah pengembangan kurikulum, sekolah pasti akan memperoleh dukungan yang baik (Boyd and Claycomb, 1994).

Bentuk pemberdayaan terhadap masyarakat paling tidak mencakup program pemberdayaan orangtua (parenting education) dan kemitraan masyarakat dan sekolah (partnership/communal parents and teachers collaborate equitably). Dalam banyak penelitian peran serta masyarakat dalam pendidikan dan bagaimana proses edukasi terhadap masyarakat dilakukan, kedua bentuk proses pemberdayaan ini merupakan strategi yang paling efektif dan memberi pengaruh besar terhadap hasil belajar siswa (Bauch & Goldring, 1998).

Membangun sekolah sebagai basis pengembangan dan pendidikan masyarakat nampaknya perlu lebih diperhatikan negara. Gaung tentang sekolah sebagai sebuah agen perubahan sosial (school as an agent of social change) perlu diperlihatkan secara sungguhsungguh oleh negara melalui program pemberdayaan masyarakat, yang berimplikasi langsung kepada dukungan penyelenggaraan pendidikan di lingkungan mereka masing-masing. Karena itu, setidaknya ada empat tujuan yang hendak dicapai dalam proses parenting education yang meletakkan masyarakat sebagai bagian tak terpisahkan dari komunitas sekolah.

Pertama, parenting education harus menjadi basis berlangsungnya proses berbagi informasi tentang anak-anak mereka dalam hubungannya dengan guru, teman sekelas, dan beragam aktivitasnya (information sharing). Kedua, harus menjadi sarana dalam membangun dan mengembangkan keterampilan orangtua dalam membangun relasi yang baik dengan anak-anak mereka (skill building). Keterampilan kepengasuhan harus terus dikembangkan berdasarkan kasus-kasus spesifik yang terjadi di sekitar anak-anak mereka, baik ketika di sekolah maupun di rumah.
Tujuan ketiga dari parenting education juga mencakup peningkatan kapasitas emosi orangtua dalam konteks mengelola hubungan dengan anak, guru, dan komunitas sekolah lainnya (self-awareness). Pentingnya mengelola emosi bagi orangtua sangat berkaitan dengan pola kepengasuhan yang akan diterima anak-anak mereka, sedangkan yang keempat, tujuan parenting education juga berkaitan dengan kemampuan memecahkan masalah (problem solving) yang terjadi di sekitar mereka, terutama masalah-masalah yang terjadi pada anak-anak mereka. Beragam program bisa dilakukan secara bersama antara sekolah dan masyarakat dalam konteks keempat tujuan tersebut. (Marvin J Fine: The Second Handbook on Parent Education: Contemporary Perspectives, 1998).
Sekolah akan berkualitas jika peran sentral guru dan orangtua lebih ditingkatkan dalam sebuah interaksi yang positif di ruang kelas. Kondisi itu dapat meminimalisasi sekaligus mematahkan tekanan kapitalisme di bidang pendidikan.
Komunikasi ialah kata kunci yang harus terus-menerus ditingkatkan antara orangtua dan guru sebagai sebuah kesatuan. Dalam bentuk yang lebih konkret dan aplikatif, hubungan antara guru dan orangtua dapat dilakukan melalui buku penghubung mingguan, semacam weekly folder yang berisi rangkaian aktivitas belajar-mengajar di sekolah yang harus diketahui para orangtua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar