Selasa, 07 Mei 2013

Terpuruknya Kesadaran Hukum dalam Masyarakat


Terpuruknya Kesadaran Hukum dalam Masyarakat
James Marihot Panggabean  Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Anggota Satjipto Rahardjo Institute
MEDIA INDONESIA, 07 Mei 2013


HARI demi hari masyarakat Indonesia selalu diberikan suatu pertunjukan yang sangat merusak pengetahuan. Selain itu, juga merusak kehidupan generasi muda dan masyarakat Indonesia dengan begitu banyaknya warga negara Indonesia baik warga sipil maupun aparat penegak hukum yang terjerat kasus hukum. Ada kasus korupsi yang dilakukan anggota legislatif, bentrokan oknum polisi dan TNI, seorang perwira TNI dan polisi menggunakan narkoba, dan sebagainya.

Suatu hal yang sangat aneh terjadi di negara hukum seperti Indonesia ini. Padahal sudah seharusnya aparat itu menegakkan dan menjalankan hukum dengan baik. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Apa yang salah sehingga hal demikian dapat terjadi?

Jika contoh-contoh yang disebutkan di atas, yang telah terjadi di negeri ini secara terus-menerus, bukankah hal itu akan memberikan pelajaran atau pengetahuan yang buruk kepada generasi muda? Dalam pandangan penulis, hal itu pula yang merupakan salah satu permasalahan mengapa tujuan dari hukum sampai saat ini tidak pernah tercapai di negeri ini. Penulis berpendapat permasalahan tersebut terjadi karena kurangnya kesadaran hukum dalam menaati aturan hukum yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis untuk mencapai tujuan bersama dalam perlindungan dan kesejahteraan.

Tidak beri perhatian

Sebenarnya itu hanya hal yang sangat kecil. Namun, aparat penegak hukum kurang memberi perhatian terhadap kesadaran masyarakat mengenai pemahaman hukum yang baik untuk menaati hukum. Kesadaran hukum itu terbagi menjadi dua jenis. Pertama, kesadaran hukum positif, yang diidentikkan dengan `ketaatan hukum'. Kedua, kesadaran hukum negatif, yang diidentikkan dengan `ketidaktaatan hukum'.

Kesadaran hukum selalu dipergunakan oleh para ilmuwan sosial untuk mengacu ke cara-cara ketika masyarakat dan institusi penegak hukum memaknakan hukum untuk memberikan makna yang baik kepada pengalaman dan tindakan masyarakat, dengan kesadaran hukum itu sendiri yang merupakan suatu bentuk dari tindakan.

Yang menjadi persoalan bahwa kesadaran hukum itu memiliki titik persoalan `hukum sebagai perilaku' dan bukan `hukum sebagai aturan'. Berbicara mengenai kesadaran hukum pasti akan berbicara bagaimana perilaku kita sebagai masyarakat dalam menaati hukum, dan bukan hukum itu hanya sebagai sebuah aturan.
Hal itulah yang menjadi titik perhatian yang sangat serius bagi kita sebagai masyarakat dan penegak hukum di Indonesia dalam memahami dan menjalankan hukum. Menurut Paul Scholten, “Kesadaran hukum (rechtsbewustzijn; legal consciousness) yang dimiliki warga masyarakat belum men jamin bahwa warga masyarakat tersebut akan menaati suatu aturan hukum atau aturan perundang-undangan.“ 

Kesadaran seseorang bahwa mencuri itu salah atau jahat, belum tentu menyebabkan orang itu tidak melakukan pencurian, jika pada saat ada tuntutan mendesak. Semisal, kalau dia tidak mencuri, anak satu-satunya yang sedang sakit keras akan meninggal karena tidak adanya biaya pengobatan.

Membangun kembali

Ketika kita ingin mengetahui sejauh mana hukum efektif, kita harus terlebih dahulu melihat sampai sejauh mana pula aturan hukum itu ditaati dan atau tidak ditaati. Hukum dapat dikatakan efektif bila suatu aturan hukum ditaati oleh masyarakat dan aparat penegak hukum itu sendiri.
Sekalipun hukum dapat dikatakan efektif, hal tersebut karena adanya ketaatan pada hukum yang bergantung pada kepentingannya.

Kepentingan yang bersifat compliance (hanya takut dikenai sanksi), identification, internalization (ketaatan pada hukum karena benar-benar sesuai dengan nilai intrinsik yang dianutnya), dan banyak jenis kepentingan lainnya.

Yang terjadi saat ini di Indonesia, bahwa ketaatan pada hukum yang dimiliki oleh masyarakat dan aparat penegak hukum bersifat compliance. Masyarakat hanya menaati aturan hukum yang berlaku karena takut dikenai sanksi. Hal itu menunjukkan bahwa masyarakat dan penegak hukum di Indonesia sampai saat ini memiliki derajat ketaatan yang sangat rendah dalam menaati aturan hukum. Dengan demikian hal itu membutuhkan pengawasan yang harus dilakukan secara terusmenerus.

Melihat seringnya fenomena terjadi di negeri ini yang mengakibatkan banyaknya kerugian, menandakan masyarakat dan bahkan penegak hukum kurang memiliki rasa tanggung jawab terhadap aturan hukum yang berlaku sampai saat ini. Hal itulah yang merupakan tugas kita, baik sebagai masyarakat maupun aparat penegak hukum, untuk menyadari kembali bahwa begitu pentingnya kesadaran akan ketaatan hukum demi tercapainya tujuan hukum.

Seharusnya, kesadaran hukum itu bukan bersifat compliance (takut dikenai sanksi), melainkan kesadaran yang bersifat internalization, yaitu ketaatan pada aturan hukum karena benar-benar sesuai dengan nilai-nilai kepribadian manusia dalam mematuhi aturan hukum tersebut dengan baik. Kesadaran itu yang seharusnya digunakan oleh masyarakat dan aparat penegak hukum. Setiap lapisan masyarakat di Indonesia memiliki kebudayaan yang sangat baik di dalam dirinya masing-masing.

Kebudayaan yang selalu mengajarkan untuk hidup yang baik tersebut merupakan perwujudan untuk mencapai tujuan hukum dengan kesadaran hukum dan ketaatan hukum.

Diketahui bersama bahwa kehidupan masyarakat tidak akan terlepas dari hukum yang mengaturnya. Hukum yang dibuat oleh bagian dari masyarakat dan digunakan untuk mengatur masyarakat agar tercapai ketertiban dan perlindungan. Sudah seharusnya untuk mewujudkan tujuan hukum tersebut, harus didukung pula dengan kesadaran dan ketaatan hukum masyarakat dan penegak hukum di negeri ini.
Kesadaran setiap lapisan masyarakat dalam menaati hukum terdapat pada diri setiap manusia yang mampu membedakan mana yang baik dan tidak.
Semua itu untuk kepentingan bersama yang harus dibangun kembali demi kepentingan bangsa ini ke depan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar