|
SUAR OKEZONE, 10 Mei 2013
Seksualitas tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan kita sehari-hari. Lewat sekslah kita bisa hadir di dunia ini.
Seksualitas merupakan pemenuhan akan kerinduan asal mula (sangkan paraning
dhumadhi), lewat hubungan seks, manusia dipertautkan dengan dunia genealogis
leluhurnya dan kebersamaan manusiawi (Soekanto, 2005 : 12). Akan tetapi, di
luar tujuan seks dan seksualitas sebagai mana sarana penerus generasi
(sex as procreational), konstruksi moral, budaya, dan sosial menganggap seks di
luar tujuan tersebut dianggap sebagai kejahatan.
Bahwa tindakan seks di luar tujuan tersebut dianggap sebagai sebuah kejahatan dan bentuk penyimpangan perilaku seksual. Seks merupakan kebutuhan biologis yang harus di penuhi bagi sepasang suami istri, namun pada realita yang ada sekarang ini seks dan seksualitas, sudah menjadi trend atau sesuatu untuk meraih popularitas bagi pasangan yang belum menikah ataupun pasangan yang sudah menikah dalam hal ini selingkuh.
Media merupakan agen of social change yang sangat besar pengaruhnya bagi masyarakat, karena dapat memicu terjadinya perubahan-perubahan sosial bahkan perubahan budaya sekalipun, sehingga dengan media, keadaan psikologis seseorang dapat berubah dengan kedipan mata karena meniru adegan-adegan yang ditampilkan dari media itu sendiri.
Bertolak dari besarnya peran media massa dalam mempengaruhi pemikiran khalayaknya, tentulah perkembangan media massa di Indonesia pada massa akan datang harus dipikirkan lagi. Apalagi menghadapi globalisasi media massa yang tak terelakan lagi. Globalisasi media massa merupakan proses yang secara nature terjadi, sebagaimana jatuhnya sinar matahari, sebagaimana jatuhnya hujan atau meteor. Pendekatan profesional menjadi kata kunci, masalah dasarnya mudah diterka. Pada titik-titik tertentu, terjadi benturan antarbudaya dari luar negeri yang tak dikenal oleh bangsa Indonesia. Jadi kekhawatiran besar terasakan benar adanya ancaman, serbuan, penaklukan, pelunturan karena nilai-nilai luhur dalam paham kebangsaan.
Saat ini masyarakat Indonesia sedang mengalamai serbuan yang hebat dari berbagai produk pornografi berupa tabloid, majalah, buku bacaan di media cetak, televisi, radio dan terutama adalah peredaran bebas VCD. Baik yang datang dari luar negeri maupun yang diproduksi sendiri.
Walaupun media pornografis bukan barang baru bagi Indonesia, namun tidak pernah dalam skala seluas sekarang. Bahkan beberapa orang asing menganggap Indonesia sebagai “surga pornografi” karena sangat mudahnya mendapatkan produk-produk pornografi dan harganya pun murah. Globalisasi pada hakikatnya ternyata telah membawa nuansa budaya dan nilai yang mempengaruhi selera dan gaya hidup masyarakat. Melalui media yang kian terbuka dan terjangkau, masyarakat menerima berbagai informasi tentang peradaban baru yang datang dari seluruh penjuru dunia. Padahal, kita menyadari belum semua warga negara mampu menilai sampai dimana kita sebagai bangsa berada. Begitulah, misalnya, banjir informasi dan budaya baru yang dibawa media tak jarang teramat asing dari sikap hidup dan norma yang berlaku.
Keresahan Nurani
Terutama masalah pornografi, di mana sekarang wanita-wanita Indonesia sangat terpengaruh oleh trend mode dari Amerika dan Eropa yang dalam berbusana cenderung minim, kemudian ditiru habis-habisan. Hal ini disebut oleh Jalaluddin Rakhmat sebagai efek behavioral, yang berimplikasi kepada perilaku seseorang, ketika melihat/mendengarkan sesuatu yang telah dikomunikasikan kepadanya (2000: 112). Sehingga kalau kita berjalan-jalan di mal atau tempat publik sangat mudah menemui wanita Indonesia yang berpakaian serba minim mengumbar aurat. Di mana budaya itu sangat bertentangan dengan norma yang ada di Indonesia. Belum lagi maraknya kehidupan free sex di kalangan remaja masa kini. Terbukti dengan adanya video porno yang pemerannya adalah orang-orang Indonesia.
Agama sebagai pondasi bangsa, kini tidak lagi dijadikan sebagai acuan agar tidak melakukan seks bebas malah seks bebas semakin marak ke seluruh kota-kota besar di Indonesia yang notabenenya dilakukan oleh kalangan pelajar, orang tua wajib memberikan pendidikan yang bersifat religius agar anak tersebut bisa membentuk pondasi agamanya dengan kuat sehingga untuk menghadapi terpaan era globalisasi si anak tersebut tidak akan mudah tergoyahkan dan menjunjung tinggi nilai moralitas. Islam melarang keras jika seks bebas (free sex) terjadi di seluruh belahan dunia, sebagai ajaran yang damai, sebagaimana firman Allah swt sebagaimana tercantum dalam surat An-nur:
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". (Terjemah QS. An-Nur ayat 30).
Dalil seperti itu dimaksudkan agar kita sebagai manusia harus berfikir. Apakah perbuatan yang kita lakukan itu benar di hadapan Allah. Itu merupakan salah satu teguran terhadap manusia agar tidak melampaui batas. Jadi yang perlu diarahkan adalah tentang larangan-larangan berbuat zina maka diperlukan pendidikan seks dengan mengarahkan kedalam dalil-dalil Alquran. Selain peranan agama, peranan media juga bisa mempengaruhi secara signifikan untuk membentuk karakter psikologis seseorang, sehingga peran media dalam kehidupan sosial pun bukan sekedar sarana diverssion, pelepas ketegangan, atau hiburan. Melainkan media dituntut untuk menyampaikan informasi yang akurat yang berisikan hiburan yang bersifat mendidik secara psikologis agar pola pikir dan karakter psikologis si anak dapat terbentuk dengan baik dan menghindari pergaulan bebas dan free seks.
Free sex bisa dipengaruhi oleh media sehingga perlu adanya filter-filter yang berperan untuk menghindari itu semua, agar para generasi muda bangsa ini tidak terjerumus kedalam lembah suram dimana media bisa berpengaruh terhadap keadaan psikologis seseorang sehingga terjadi penjajahan psikologis dari media itu sendiri, pemerintah yang seolah masa bodoh dengan penjajahan psikologis ini mempunyai peran besar terhadap media itu sendiri, misalnya dengan membatasi aplikasi media yang bersifat tidak mendidik dan menyaring arus globalisasi yang akan masuk ke ranah negeri ini.
Selain peran pemerintah, orang tua juga harus berupaya untuk mengontrol dan memberikan pendidikan yang bersifat religius agar tidak terjadi perusakan moral terhadap generasi muda sekarang ini sehingga remaja saat ini dapat proteksi diri dalam pergaulan sehari-hari. Yang dimaksud dengan religius disini ialah, tidak harus dengan mengikuti kegiatan keagamaan yang mungkin diadakan di masjid ataupun lembaga keagamaan yang ada. Tapi, di institusi pendidikan yang harus menambah jam-jam khusus pelajaran yang menjunjung tinggi nilai moralitas dan keislaman serta menanamkan nilai moral agar peran para remaja bisa mem-filter seluruh tayangan-tayangan yang ada di media. ●
Bahwa tindakan seks di luar tujuan tersebut dianggap sebagai sebuah kejahatan dan bentuk penyimpangan perilaku seksual. Seks merupakan kebutuhan biologis yang harus di penuhi bagi sepasang suami istri, namun pada realita yang ada sekarang ini seks dan seksualitas, sudah menjadi trend atau sesuatu untuk meraih popularitas bagi pasangan yang belum menikah ataupun pasangan yang sudah menikah dalam hal ini selingkuh.
Media merupakan agen of social change yang sangat besar pengaruhnya bagi masyarakat, karena dapat memicu terjadinya perubahan-perubahan sosial bahkan perubahan budaya sekalipun, sehingga dengan media, keadaan psikologis seseorang dapat berubah dengan kedipan mata karena meniru adegan-adegan yang ditampilkan dari media itu sendiri.
Bertolak dari besarnya peran media massa dalam mempengaruhi pemikiran khalayaknya, tentulah perkembangan media massa di Indonesia pada massa akan datang harus dipikirkan lagi. Apalagi menghadapi globalisasi media massa yang tak terelakan lagi. Globalisasi media massa merupakan proses yang secara nature terjadi, sebagaimana jatuhnya sinar matahari, sebagaimana jatuhnya hujan atau meteor. Pendekatan profesional menjadi kata kunci, masalah dasarnya mudah diterka. Pada titik-titik tertentu, terjadi benturan antarbudaya dari luar negeri yang tak dikenal oleh bangsa Indonesia. Jadi kekhawatiran besar terasakan benar adanya ancaman, serbuan, penaklukan, pelunturan karena nilai-nilai luhur dalam paham kebangsaan.
Saat ini masyarakat Indonesia sedang mengalamai serbuan yang hebat dari berbagai produk pornografi berupa tabloid, majalah, buku bacaan di media cetak, televisi, radio dan terutama adalah peredaran bebas VCD. Baik yang datang dari luar negeri maupun yang diproduksi sendiri.
Walaupun media pornografis bukan barang baru bagi Indonesia, namun tidak pernah dalam skala seluas sekarang. Bahkan beberapa orang asing menganggap Indonesia sebagai “surga pornografi” karena sangat mudahnya mendapatkan produk-produk pornografi dan harganya pun murah. Globalisasi pada hakikatnya ternyata telah membawa nuansa budaya dan nilai yang mempengaruhi selera dan gaya hidup masyarakat. Melalui media yang kian terbuka dan terjangkau, masyarakat menerima berbagai informasi tentang peradaban baru yang datang dari seluruh penjuru dunia. Padahal, kita menyadari belum semua warga negara mampu menilai sampai dimana kita sebagai bangsa berada. Begitulah, misalnya, banjir informasi dan budaya baru yang dibawa media tak jarang teramat asing dari sikap hidup dan norma yang berlaku.
Keresahan Nurani
Terutama masalah pornografi, di mana sekarang wanita-wanita Indonesia sangat terpengaruh oleh trend mode dari Amerika dan Eropa yang dalam berbusana cenderung minim, kemudian ditiru habis-habisan. Hal ini disebut oleh Jalaluddin Rakhmat sebagai efek behavioral, yang berimplikasi kepada perilaku seseorang, ketika melihat/mendengarkan sesuatu yang telah dikomunikasikan kepadanya (2000: 112). Sehingga kalau kita berjalan-jalan di mal atau tempat publik sangat mudah menemui wanita Indonesia yang berpakaian serba minim mengumbar aurat. Di mana budaya itu sangat bertentangan dengan norma yang ada di Indonesia. Belum lagi maraknya kehidupan free sex di kalangan remaja masa kini. Terbukti dengan adanya video porno yang pemerannya adalah orang-orang Indonesia.
Agama sebagai pondasi bangsa, kini tidak lagi dijadikan sebagai acuan agar tidak melakukan seks bebas malah seks bebas semakin marak ke seluruh kota-kota besar di Indonesia yang notabenenya dilakukan oleh kalangan pelajar, orang tua wajib memberikan pendidikan yang bersifat religius agar anak tersebut bisa membentuk pondasi agamanya dengan kuat sehingga untuk menghadapi terpaan era globalisasi si anak tersebut tidak akan mudah tergoyahkan dan menjunjung tinggi nilai moralitas. Islam melarang keras jika seks bebas (free sex) terjadi di seluruh belahan dunia, sebagai ajaran yang damai, sebagaimana firman Allah swt sebagaimana tercantum dalam surat An-nur:
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". (Terjemah QS. An-Nur ayat 30).
Dalil seperti itu dimaksudkan agar kita sebagai manusia harus berfikir. Apakah perbuatan yang kita lakukan itu benar di hadapan Allah. Itu merupakan salah satu teguran terhadap manusia agar tidak melampaui batas. Jadi yang perlu diarahkan adalah tentang larangan-larangan berbuat zina maka diperlukan pendidikan seks dengan mengarahkan kedalam dalil-dalil Alquran. Selain peranan agama, peranan media juga bisa mempengaruhi secara signifikan untuk membentuk karakter psikologis seseorang, sehingga peran media dalam kehidupan sosial pun bukan sekedar sarana diverssion, pelepas ketegangan, atau hiburan. Melainkan media dituntut untuk menyampaikan informasi yang akurat yang berisikan hiburan yang bersifat mendidik secara psikologis agar pola pikir dan karakter psikologis si anak dapat terbentuk dengan baik dan menghindari pergaulan bebas dan free seks.
Free sex bisa dipengaruhi oleh media sehingga perlu adanya filter-filter yang berperan untuk menghindari itu semua, agar para generasi muda bangsa ini tidak terjerumus kedalam lembah suram dimana media bisa berpengaruh terhadap keadaan psikologis seseorang sehingga terjadi penjajahan psikologis dari media itu sendiri, pemerintah yang seolah masa bodoh dengan penjajahan psikologis ini mempunyai peran besar terhadap media itu sendiri, misalnya dengan membatasi aplikasi media yang bersifat tidak mendidik dan menyaring arus globalisasi yang akan masuk ke ranah negeri ini.
Selain peran pemerintah, orang tua juga harus berupaya untuk mengontrol dan memberikan pendidikan yang bersifat religius agar tidak terjadi perusakan moral terhadap generasi muda sekarang ini sehingga remaja saat ini dapat proteksi diri dalam pergaulan sehari-hari. Yang dimaksud dengan religius disini ialah, tidak harus dengan mengikuti kegiatan keagamaan yang mungkin diadakan di masjid ataupun lembaga keagamaan yang ada. Tapi, di institusi pendidikan yang harus menambah jam-jam khusus pelajaran yang menjunjung tinggi nilai moralitas dan keislaman serta menanamkan nilai moral agar peran para remaja bisa mem-filter seluruh tayangan-tayangan yang ada di media. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar