Kamis, 09 Mei 2013

Selebritisasi Caleg


Selebritisasi Caleg
Ismatillah A Nu’ad   Peneliti dari Pusat Studi Islam dan Kenegaraan
Universitas Paramadina Jakarta
SUARA MERDEKA, 08 Mei 2013


POLITIK dan dunia selebriti memang tak bisa dipisahkan, termasuk dalam ajang Pemilu Legislatif 2014. Pendaftaran calon anggota legislatif (caleg), baik untuk pusat maupun daerah, menyertakan banyak selebriti. Kita bisa menyebut sebagian yang sudah resmi terdaftar pada sejumlah partai, seperti Irwansyah, Jamal Mirdad, Rachel Maryam, Bella Saphira, Rahayu Saraswati, Angel Lelga, Ricky Subagja, dan Bondan Winarno.

Pengalaman di negeri ini, kancah selebriti masuk dalam gelanggang politik, baik sebagai anggota legislatif maupun eksekutif pejabat daerah, mengalami kembang kempis. Tak semua  berhasil menduduki sejumlah posisi kekuasaan. Selain yang sukses, seperti Rano Karno, Sys NS, Tere dan sebagainya, banyak pula yang gagal, semisal Andre Taulany, Syaiful Jamil, Marissa Haque, dan Rieke Diah Pitaloka.       

Di dunia, fenomena selebriti menceburkan diri dalam politik juga bukan hal aneh. Presiden AS 1981-1989 Ronald Reagan sebelumnya adalah selebriti. Aktor laga Hollywood Arnold Schwarzenegger juga pernah menjadi Gubernur California yang dicalonkan Partai Republik. Di India, aktor kawakan Amitabh Bachchan pernah menjadi anggota parlemen, sementara Sanjay Dutt menjadi salah satu fungsionaris partai besar di India, Samajwadi. Di Filipina, mantan PM Joseph Estrada pun pernah menjadi selebriti.

Dalam demokrasi, tak ada masalah bagi siapa pun warga negara yang ingin mencalonkan dalam kepemimpinan. Undang-undang pun menyatakan tentang hak politik, yang dapat kita artikan berhak mencalonkan diri menempati kedudukan sebagai wakil rakyat atau pemimpin politik, berhak memberikan suara, berhak mengadakan komunikasi dan mengkritik negara, serta membela keyakinan sendiri.

Jadi, tak hanya para seleb, siapa pun warga negara, tak terkecuali, boleh mencalonkan diri sebagai pemimpin, kecuali yang melanggar hukum dan perbuatan yang merugikan negara bangsa. Memang ada keyakinan bahwa perkembangan demokrasi ditentukan oleh kualitas kaum politikus. Dari sini kita bisa mengambil hipotesis bahwa makin berkualitas para politikus akan berkorelasi positif dengan kemajuan demokrasi.

Apakah para selebriti tersebut memiliki kriteria semacam itu? Untuk itu, perlu membangun sistem politik yang mengutamakan politikus berkualitas dan berkapasitas, dan tak boleh menoleransi politikus dadakan yang miskin pengalaman. Politikus miskin pengalaman seperti pada beberapa selebriti, hanya akan menjadi benalu demokrasi. Tugas mengatur dan mengawasi menuju pemenuhan kesejahteraan rakyat bukanlah hal mudah. Bangsa ini membutuhkan pemimpin yang memiliki rekam jejak mumpuni, berkapasitas dan berkualitas yang bisa membawa bangsa ini keluar dari kemelut berkepanjangan.

Panggung kekuasaan bukanlah ajang coba-coba atau arena pembelajaran bagi politikus miskin pengalaman. Untuk menjadi seorang politikus sejati, haruslah memulai perjuangan dari bawah. Sejatinya ia adalah individu yang telah mendapatkan kepercayaan masyarakat, ditambah sikap amanah untuk selalu menjaga dan menangani seluruh keperluan masyarakat, baik langsung kepada mereka maupun tidak langsung dalam bentuk kebijakan yang berpihak kepada rakyat.

Pembawa Perubahan

Saat ini energi politik cenderung dihabiskan hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompok, dan di sisi lain persoalan sesungguhnya yang harus diselesaikan, seperti masalah kemiskinan, angka pengangguran yang kian meninggi, atau krisis pangan misalnya, nyaris tak mereka sentuh. Kaum politikus dan birokrat hanya sibuk bicara suksesi kepemimpinan. Politik telah berubah menjadi ajang untuk memperkaya diri, saling menjatuhkan, dan sebagainya,  pendeknya semua yang bertentangan dengan etika dan moral politik.

Politik selama ini juga dirasakan tak menjadi instrumen untuk merekonstruksi persoalan bangsa, dan kemudian membangunnya sedemikian rupa supaya persoalan kian surut. Politik masih sebatas utopia, sederet harapan namun tak pernah bisa terejawantah dalam kehidupan riil. Justru yang terjadi, dan ini yang sesungguhnya berbahaya, politik hanya jadi instrumen menuju kekuasaan, memperkaya pribadi dan kelompok. Pelaku hidup dalam kemegahan dan kemewahan, sementara rakyat yang semestinya diurus, hidup serbakekurangan, terbelenggu kemiskinan dan kesulitan.

Bukankah tujuan politik adalah to role, bagaimana semestinya membuat suatu kebijakan strategis dalam rangka menyejahterakan kehidupan rakyat. Politik merupakan cara efektif untuk membawa perubahan melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan kaum politikus.

Politik itu sangat agung dan mulia, yakni sebagai wahana membangun masyarakat. Adalah sebuah masyarakat berkeadaban yang terwujud dalam tatanan sosial yang berlandaskan pada hukum, norma, moral, dan etika, sehingga tercipta keadilan, kesejahteraan, dan kesejahteraan umum. Kaum politikus yang berpolitik demi kesejahteraan rakyat, sesungguhnya telah menjalankan politik sebagai panggilan hidup yang harus dipertanggungjawab-kan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar