Sabtu, 04 Mei 2013

Sang Kartini


Sang Kartini
Ichdinas Shirotol Mustaqim ;  Sekjen Komunitas Anak Muda Cinta Indonesia
DETIKNEWS, 02 Mei 2013


Bulan "Kartini" baru saja berlalu. Tetapi sejatinya semangat perempuan ningrat kelahiran Jepara, 21 April 1879 itu akan terus hidup menginspirasi setiap langkah eksistensi perjuangan perempuan Indonesia.

Dimana pengalaman dan gagasan pemikiran yang ia tuangkan dalam tulisan surat-suratnya dibukukan sahabat pena-nya, J. H. Abendanon, dengan judul, “Door Duisternis Tot Licht" atau "Habis Gelap Terbitlah Terang".

Dengan latarbelakang hidup dari keterkungkungan tradisi yang begitu kuat hingga pada jamannya membuat ia bukan saja sekadar "pembangkang", yang dengan langkah senyap "menyusun kekuatan": menabur benih ilmu pengetahuan khusus perempuan di sekolah-sekolah yang ia dirikan, tetapi semangatnya telah memantik api perubahan bagi kaumnya.

Pada kepatuhan-nya, diam-diam dalam dirinya menyimpan kegelisahan yang kemudian melahirkan gagasan perjuangan yang terus hidup hingga kini.

Kesamaan hak (pendidikan) dan kebebasan mengembangkan kreatifitas diri kaum perempuan dalam mengisi sendi-sendi kehidupan adalah inti pemikirannya.

Itu barangkali yang tampak begitu jelas sebagaimana ia gambarkan dalam sebuah surat yang ditujukan kepada Nyonya Van Ko, 19 Agustus 1901. Sebuah kalimat yang berisikan pesan perjuangan-nya:

"Amat banyak yang masih harus diperjuangkan dalam diri sendiri dan banyak pula perjuangan yang harus diselesaikan, barulah berbagai pendirian dan dasar hidup yang sudah kolot itu, yang tidak sepadan dengan jaman, terkubur dalam-dalam di dalam tanah sehingga tiada bangun-bangun lagi," Kartini (Kompas.com 20/04/2013).

Inilah yang kemudian membuka kran bagi kaum perempuan untuk terus mengembangkan dirinya. Sebuah ide yang hidup mengubah mindset sekaligus menginjeksi semangat kaum perempuan untuk dapat mengeksplor bakat dan kemampuannya dipelbagai bidang.

Beragam profesi yang semula memiliki anggapan hanya kaum laki-laki saja yang mampu, kini kaum perempuan malah mengukir prestasinya. Terus membuktikan eksistensinya di tengah-tengah masyarakat.

Sebut saja seorang perempuan bernama Fitriyanti Dhian Retnowati (40th) yang berprofesi sebagai "anti fraud" di sebuah bank asing ternama di Indonesia. Di mana secara kebetulan sehari lalu penulis jumpai di acara diskusi. Perjumpaan yang akhirnya menggerak-kan penulis untuk mengulasnya hari ini.

Sebuah profesi yang terbilang sangat langka digeluti kaum perempuan Indonesia. Tidak main-main, tugasnya mengungkap kejahatan perbankan, menuntutnya untuk mampu membina jaringan, menyesuaikan diri kepada siapapun dan dimanapun tempat. Tak kenal lelah dan waktu.

Dalam mengungkap berbagaimacam kejahatan perbankan, selain harus mampu menyediakan ekstra waktu, energi dan naluri investigasi yang kuat, menurutnya kejujuran adalah sebuah keutamaan yang sangat mendasar dalam menjalankan tugasnya sebagai anti fraud.

Sebab dalam menangani kasus, selalu saja ada yang mencoba "menyogoknya". Namun upaya itu selalu ia tolak keras. Baginya kejujuran adalah prinsip hidup yang harus ia pegang teguh.

Mendapat terror dan intimidasi dari orang tak dikenal adalah konsekwensi keseharian pekerjaannya. Tetapi rasa takut tidak ada dalam kamusnya, selama apa yang diyakininya benar, maka ia akan terus melangkah apapun resikonya.

Prinsip kerja lain yang perempuan beranak satu anut adalah menciptakan efek jera kepada pelaku kejahatan, baik itu dilakukan oleh nasabah maupun bank itu sendiri.

Karenanya kasus yang pada umumnya hanya berujung perdata, dicari celah menjadi pidana bagi pelaku kejahatan perbankan adalah misinya dalam setiap kasus yang ia tangani.

Ia tak mengenal istilah kompromi. Setahun lalu (22/08/2012), sebuah media online di Surabaya menyebut sosoknya sebagai perempuan yang berperang melawan "kera putih" (istilah pelaku kejahatan perbankan).

Dalam tulisan itu juga menyebut, Perempuan kelahiran Surabaya 39 (sekarang 40) tahun silam ini menorehkan prestasi. Ia termasuk orang yang membongkar penggelapan Rp. 19 milyar yang dilakukan Daniel Cristinus Gunawan, mantan marketing bank Mayapada, beberapa bulan lalu.

Saat mendengarkan penuturan pengalamannya berkarir sebagai anti fraud, penulis jadi membayangkan betapa (berani) besarnya pengorbanan perempuan single parent yang satu ini.

Demi menghidupi keluarga ia rela jauh dari putri kesayangannya, bertarung waktu siang dan malam guna melakukan penyelidikan dari satu daerah yang ke daerah lainnya, mengelilingi kantor-kantor cabang yang tersebar di seluruh Indonesia, mengungkap satu demi satu pelaku kejahatan perbankan.

Saat penulis tanya, apa yang membuatnya sukses menangani kasus, ia menjawab, "membina hubungan kepada siapapun," lalu apa yang membuatnya tertarik menggeluti profesi sebagai anti fraud, ia menjawab, "salah satu problem besar bangsa ini adalah kejahatan perbankan, mas. Dan aku terpanggil (menuntaskan) untuk itu!" mendengar kalimat itu dari wajahnya tampaklah sosok "Sang Kartini", "DOOR DUISTERNIS TOT LICHT"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar