|
KOMPAS, 11 Mei 2013
Selama
sekitar dua tahun konflik berdarah di Suriah, Israel cenderung memainkan peran
pasif. Mereka seolah tidak melakukan apa pun untuk mendukung salah satu pihak
atau kelompok yang sedang bertikai kecuali operasi-operasi rahasia yang mungkin
dilakukan. Mereka
tercatat hanya merespons dengan aksi ketika menengarai ada perkembangan yang
berpotensi menjadi sumber ancaman secara langsung terhadap keamanan negara itu.
Lantas,
apa sesungguhnya tujuan Israel tiba-tiba melakukan ofensif udara terhadap
Suriah hingga dua kali baru-baru ini? Apakah tujuan itu sama dengan tujuan
serangan-serangan Israel sebelumnya, yakni untuk menghentikan transfer senjata
canggih dari rezim Assad kepada Hizbullah atau kelompok-kelompok radikal
seperti yang sering mereka katakan?
Jauh
dari harapan
Perkembangan
yang terjadi di Suriah jelas jauh dari harapan Israel. Israel tentu
menginginkan rezim Assad jatuh. Bagaimana pun, rezim ini adalah rezim Arab
terkuat yang masih dalam status ”perang” dengan Israel. Negara ini memiliki
peran yang tidak kecil dalam membantu beberapa gerakan perlawanan terhadap
Israel. Negara ini juga memiliki perbatasan langsung yang cukup luas dengan
negara Yahudi itu.
Fakta
yang terjadi justru sebaliknya. Assad pada perkembangan konflik belakangan
menunjukkan kepercayaan diri yang semakin tinggi akan mampu mengalahkan lawan
pada perang sangat berdarah kali ini. Tidak ada tanda-tanda rezim ini segera
tumbang.
Jika
Assad jatuh, Israel tentu menginginkan rezim baru yang muncul itu tidak kuat
dan bersikap moderat terhadap Israel. Fakta di lapangan juga cenderung
berbalikan dengan keinginan itu. Faksi-faksi Islam dan kelompok-kelompok
radikal cenderung menonjol dalam proses perlawanan terhadap rezim Assad. Jika
kelompok-kelompok itu kelak berkuasa setelah Assad, perkembangan itu akan lebih
menakutkan Israel. Perkembangan inilah yang tampaknya membuat Israel mulai
lebih aktif terlibat dalam konflik di Suriah.
Opsi
intervensi militer
Jika
mencermati sasaran ofensif dua kali terakhir ini, tujuan serangan ini
sepertinya bukan hanya untuk mencegah transfer senjata canggih kepada Hizbullah
sebagaimana sebelumnya. Dikabarkan, dan diakui beberapa pejabat Israel,
serangan pertama memang diarahkan untuk mencegah pengiriman senjata
konvensional canggih dari Suriah ke Lebanon. Namun, serangan kedua dikabarkan
menjadikan pusat riset militer Suriah di Damaskus sebagai target.
Sulit
untuk menebak tujuan sebenarnya dari ”keterlibatan” Israel dalam konflik Suriah
belakangan ini. Namun, hal itu bisa saja terkait dengan ”proses” pengambilan
opsi penyelesaian konflik Suriah yang telah memakan korban manusia dalam jumlah
sangat besar oleh Amerika Serikat. Itu artinya, serangan ini sekaligus
merupakan pesan untuk sekutu Israel, yaitu Amerika Serikat.
Bahwa
Israel menginginkan agar apa yang terjadi di Suriah tidak akan menjadi sumber
ancaman baru terhadap negara tersebut itu pasti. Namun, serangan itu mungkin
juga berkaitan dengan opsi intervensi militer atau mempersenjatai kubu oposisi
yang saat ini ditengarai dalam proses pertimbangan mendalam di kalangan pengambil
kebijakan Amerika Serikat dan negara-negara Barat setelah upaya diplomatik dan
militer sejauh ini gagal menjatuhkan Assad.
Salah
satu persoalan krusial bagi opsi intervensi militer di kalangan pengambil
keputusan Amerika Serikat itu dikabarkan terkait dengan kapasitas pertahanan
udara Suriah yang diyakini sangat kuat.
Kekuatan
udara negara-negara itu diperkirakan tak akan mudah menembus sistem pertahanan
udara Suriah. Pertahanan udara itu sejak lama memang didesain untuk menghadapi
kemungkinan serangan udara Israel dan AS. Ini tentu bisa dimengerti sebab
Suriah adalah negara yang dalam status perang dengan Israel. Oleh
karena itu, beberapa serangan Israel terhadap target di Suriah sering dilakukan
dari perbatasan, baik perbatasan Lebanon-Suriah maupun Israel-Suriah. Jet-jet
tempur Israel cenderung menghindari masuk secara langsung ke wilayah udara
Suriah.
Israel
dengan serangan baru ini sepertinya ingin membantah semua mitos tersebut.
Israel ingin mengirimkan pesan kepada AS bahwa operasi udara terhadap Suriah
bukanlah hal yang sulit. Pertahanan udara Suriah tidak sekuat yang
didengung-dengungkan para pengambil keputusan di Amerika Serikat yang menolak
intervensi militer terhadap negara itu. Buktinya adalah keberhasilan serangan
Israel terhadap salah satu arsenal penting pertahanan Suriah di Damaskus
tersebut.
Menurut
beberapa laporan stasiun televisi Timur Tengah seperti Al-Arabiyya dan
Al-Jazeera, serangan cepat itu memang berhasil menembus jantung pertahanan
Suriah di Damaskus sekaligus menimbulkan kerusakan yang cukup fatal pada sistem
komando dan padamnya aliran listrik secara total. Itu artinya, penolakan opsi
intervensi dengan alasan kuatnya sistem pertahanan udara Suriah adalah argumen
yang salah. Dilihat
dari konteks waktunya, masuk akal jika ada kaitan antara serangan itu dan opsi
intervensi militer yang tengah dipertimbangkan di Amerika Serikat. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar