Jumat, 24 Mei 2013

Menyibak Tirai Perilaku


Menyibak Tirai Perilaku
Ima Sri Rahmani ;  Psikolog, Dosen Fakultas Psikologi UIN Jakarta
REPUBLIKA, 22 Mei 2013


Gonjang-ganjing aliran dana pada sederet wanita di lingkaran makelar proyek impor daging begitu menyeruak dan menarik perhatian. Penyebabnya tidak lain adalah karena jumlah dana yang dialirkan mencapai angka yang fantastis, baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk barang berharga. Hal ini mendorong berbagai tanya, "Apakah Mr Fulan (Mr F) menggoda para wanita cantik murni karena sifat pribadinya atau karena kepemilikan rupiah yang melimpah?" 

Teori atribusi

Teori atribusi adalah satu rumpun teori dalam psikologi sosial yang membahas tentang proses yang dilakukan manusia dalam memahami sebab suatu perilaku. Hal ini dapat berkaitan dengan perilaku yang dilakukan oleh individu itu sendiri ataupun perilaku orang lain baik perorangan ataupun kelompok. Secara naluriah, proses ini dilakukan agar manusia dapat menyimpulkan, mengambil keputusan dan mengontrol perilaku yang dimaksud. 

Satu dari berbagai teori dari rumpun teori atribusi adalah covariation/ANO-VA theory yang dikembangkan oleh Kelly (1950-1972). Sebab, suatu perilaku dalam teori ini dapat bersifat internal yaitu berupa faktor personal seperti bakat, watak dan, kepribadian, ataupun bersifat eksternal yaitu dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti pengaruh kelompok. Teori ini menyatakan bahwa dalam membuat suatu keputusan, individu akan melakukan perhitungan terhadap tiga kelas informasi yang kemudian akan dihubungkan antara satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh, dalam kasus Mr F ada tiga informasi yang dapat diangkat. 

Pertama, informasi mengenai kemunculan perilaku yaitu menggoda dengan menghamburkan uang untuk wanita. Kedua, tentang seseorang yang spesifik terkait perilaku yang dimaksud yaitu Mr F. Ketiga, tentang sebab yang potensial yang berhubungan dengan perilaku yaitu memiliki banyak uang.

Untuk mengetahui apakah perilaku tersebut dilatarbelakangi oleh faktor internal atau karena faktor eksternal, maka kita harus menganalisis sifat kemunculan informasi tersebut berdasarkan pada konsistensi, pembeda, dan konsensus.
Misalnya, jika setiap kali Mr F memiliki uang yang banyak maka diidentifikasi bahwa dia selalu menggoda wanita cantik, dapat dikatakan konsistensi perilaku tersebut berada pada level tinggi. 

Selanjutnya, jika Mr F diidentifikasi ternyata selalu menggoda wanita baik ketika memiliki uang maupun ketika tidak memiliki uang maka pembeda perilaku tersebut berada pada level rendah. Terakhir, jika pada umumnya setiap pria yang berduit senang menggoda wanita cantik dengan menghambur-hamburkan uang, maka konsensus perilaku tersebut berada pada level tinggi. 

Kelly menyatakan bahwa jika konsistensi, konsensus, dan pembeda berada pada level yang tinggi maka dapat disimpulkan bahwa atribusi terhadap perilaku tersebut bersifat eksternal. Artinya, faktor kepemilikan uanglah yang mendorong aktualisasi perilaku. Lalu, jika konsistensi berada pada level yang tinggi, namun konsensus dan pembeda berada pada level yang rendah, maka dapat disimpulkan bahwa atribusi terhadap perilaku tersebut bersifat internal. Artinya, faktor bawaan menjadi penyebab utamanya. Namun, jika ternyata konsistensi perilakunya rendah, maka individu akan melakukan pemotongan terhadap penyebab potensial dan mencari penyebab alternatif yang lainnya. 

Misalnya, jika Mr F ketika memiliki uang kadang menggoda dan kadang tidak (level konsistensi rendah) maka penyebabnya bisa jadi bukan karena faktor uang (eksternal) dan bukan pula karena faktor bawaan (internal), tapi karena faktor lain yang berhubungan secara langsung ataupun tidak dengan perilaku menggoda. Yaitu mungkin saja dipenga ruhi oleh suatu zat tertentu, ada/tidaknya respons dari wanita yang bersangkutan terhadap godaan yang diberikan, ada/tidaknya godaan dari wanita kepadanya, dan juga mungkin faktor tekanan dari kelompok. 

Dengan analisis ini, maka, pertama, kita dapat memerinci penentu perilaku. Hal ini dilakukan dengan mencari berbagai informasi yang valid yang meng arah pada tiga kelas informasi yang ingin diteliti. Kedua, kita dapat mengidentifikasi urutan sebab-akibat suatu perilaku. Sehingga, kita dapat memahami dengan lebih spesifik mengenai pengaruh dan hubungan antara satu perilaku dan perilaku yang lainnya. Ketiga, di satu sisi kita dapat memahami kondisi masa lalu, yaitu dengan melihat konsistensi perilakunya. Di sisi yang lain, kita juga dapat memprediksi dan mengantisipasi kondisi di masa yang akan datang. 

Bagi psikolog, terapis, dan pekerja sosial lainnya, informasi ini sangat penting karena berpengaruh dalam menentukan bentuk perlakuan yang tepat. Jika hasil proses atribusinya adalah eksternal, maka perlakuan yang diberikan adalah menyangkut antisipasi interaksi mereka dengan faktor eksternal. Jika hasil proses atribusinya internal, semisal gangguan psikologis, maka bantuan yang diberikan adalah berupa dukungan atau terapi untuk pemulihan. 

Dari uraian ini kita dapat memahami betapa pentingnya analisis perilaku dari perspektif psikologi karena mampu memberikan informasi dari dua sisi, baik internal maupun ekternal yang memengaruhi perilaku seseorang secara spesifik.  Jika tidak dipahami dan ditangani secara proporsional, maka persoalan intinya tidak akan pernah terpecahkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar