|
SUARA
KARYA, 13 Mei 2013
Majalah Sharing edisi April 2013 mengangkat tema tentang, Islamic Wealth Management. Dalam
pengantar redaksinya disebutkan, Islamic
Wealth Management adalah salah satu cabang ilmu dalam ekonomi syariah yang
membahas soal bagaimana manusia memahami makna kehadiran dirinya sebagai
makhluk Tuhan, tujuan hidup, hingga pengelolaan keuangan.
Tema di atas sangat menarik untuk
dikaji lebih mendalam, mengingat Islamic
Wealth Management masih terbilang baru di Indonesia dan mungkin masih
sangat sedikit yang mengetahuinya. Ekonomi syariah hadir dengan tujuan yang
sangat berbeda dalam hal pengelolaan keuangan atau harta dibandingkan dengan
konsep yang ditawarkan oleh sistem konvensional baik kapitalisme maupun
sosialisme.
Harta dalam ilmu ekonomi memiliki
posisi yang sangat sentral. Jika dalam ekonomi konvensional (kapitalisme) harta
dianggap sebagai salah satu modal, sementara dalam ekonomi Islam harta
dipandang sebagai pokok kehidupan. Dalam Islam kedudukan harta disebut sebagai
pilar kehidupan bagi umat manusia. Yang membedakan antara ekonomi konvensional
dengan ekonomi berbasis syariah tidak hanya cara pandang terhadap kedudukan
harta, namun juga pada cara dan bagaimana harta itu dikelola dengan baik untuk
kesejahteraan hidup.
Dalam sistem konvensional,
pengelolaan harta hanya berorientasi pada kehidupan dunia saja, bahkan dalam
mendapatkannya pun cenderung mengabaikan peran moral. Misalnya, kepemilikan
harta dalam sistern ekonomi sosialis dibatasi dari segi jumlahnya, namun
dibebaskan dari segi cara memperoleh harta yang dimiliki. Sistem ini berpijak
pada konsep Karl Marx tentang penghapusan kepimilikan hak pribadi. Prinsip
ekonomi sosialisme menekankan agar status kepemilikan swasta dihapuskan dalam
beberapa komoditas penting dan menjadi kebutuhan masyarakat banyak, seperti
air, listrik, bahan pangan, dan sebagainya.
Sementara dalam pandangan ekonomi
kapitalis jumlah kepemilikan harta individu berikut cara memperolehnya tidak
dibatasi. Setiap warga dapat mengatur nasibnya sendiri sesuai dengan
kemampuannya. Semua orang bebas bersaing dalam bisnis untuk memperoleh laba
sebesar-besarnya. Semua orang bebas melakukan kompetisi untuk memenangkan
persaingan bebas dengan berbagai cara sekalipun bertentangan dengan norma dan
moral. Kapitalisme melahirkan dua kelompok masyarakat yang saling bertentangan,
yaitu kelas pemilik modal dan kelas buruh. Setiap kelompok berusaha untuk
saling menjatuhkan kepentingan lawannya. Dalam persaingan ini kelompok buruh
sering menjadi korban dari kebiadaban pemilik modal.
Dalam pengelolaan harta, Islam
telah memberikan rambu-rambu khusus agar tidak bertentangan dengan nilai-nilai
syariah dan juga nilai-nilai kemanusiaan. Dalam praktiknya Islamic Wealth
Management tidak boleh menggunakan hal-hal yang diharamkan dalam setiap
kegiatan ekonomi. Setelah harta diperoleh, maka harus dibelanjakan di jalan
Allah. Jadi, perolehan harta, pengembangan, dan pendistribusiannya mesti sesuai
dengan aturan Tuhan.
Harta yang kita miliki harus
dikelola dengan baik dan bermanfaat baik untuk diri sendiri maupun orang lain.
Dalam mencari harta seseorang diwajibkan menggunakan cara-cara yang benar sesuai
dengan tuntunan-Nya dan tidak bertentangan dengan kemanusiaan. Artinya, kita
dilarang menzalimi atau memakan harta orang lain dengan cara yang bathil
kecuali dengan jalan yang benar, yaitu melalui perdagangan dengan syarat suka
sama suka (QS An-Nisa': 29).
Di samping itu, dalam harta itu
terdapat hak orang lain yang mesti ditunaikan melalui zakat. Dengan zakat
tersebut diharapkan kemiskinan di republik ini dapat berkurang karena sebagian
dari mereka (baca: miskin) tidak memiliki aset produktif sehingga sulit bagi
mereka untuk keluar dari belenggu kemiskinan. Apalagi potensi zakat di
Indonesia sangat besar, namun potensi itu belum tergali secara maksimal. Hal
ini disebabkan karena kesadaran masyarakat kita terhadap zakat masih tergolong
rendah.
Menurut Muhammad Qutb (1982)
mengatakan, Islam menyeru manusia untuk membelanjakan hartanya di jalan Allah,
bahkan seandainya pun harta itu terkuras habis. Orang-orang kaya dalam
menggunakan uangnya kenyataannya lebih banyak menghendaki kehendaknya sendiri.
Inilah yang mengakibatkan mengapa sebagian besar umat manusia hidup terlantar
dalam kemiskinan. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa rendahnya kesadaran
masyarakat untuk menunaikan kewajibannya dalam mengeluarkan zakat karena
pengetahuan mereka masih minim. Sehingga, berakibat pada manajemen atau
pengelolaan harta yang tidak sesuai dengan prinsip syariah dan tidak memberikan
efek bagi kemanusiaan. Dalam pengeloaan harta, banyak masyarakat kita yang
masih menerapkan konsep konvensional. Sehingga dalam praktiknya banyak yang
bertentangan dengan agama dan kemanusiaan.
Ahmad Ibrahim Abu Sinn (2006)
berpandangan bahwa manajemen dalam Islam berasaskan pada nilai-nilai
kemanusiaan yang berkembang di masyarakat. Berbeda dalam manajemen
konvensional, dalam aplikasinya bersifat bebas nilai serta hanya berorientasi
pada pencapaian manfaat duniawi semata.
Pada dasarnya Islam memberi
kebebasan bagi manusia untuk mencari dan mengusahakan hartanya dalam rangka
menjaga kelangsungan hidup di dunia. Kebebasan yang diberikan Islam tentu saja
tidak bebas nilai. Dalam mencari, mengelola dan membelanjakan hartanya,
seseorang tidak boleh keluar dari koridor atau aturan yang dilarang agama. Jika
peraturan ini dilanggar, maka yang terjadi hanya kezaliman yang terus
merajalela serta eksploitasi buruh oleh kaum kapitalis.
Karenanya, ekonomi Islam hadir
untuk memberikan panduan sangat lengkap bagaimana manusia mengelola harta yang
diperolehnya dengan cara yang baik dan tidak bertentangan dengan hukum-hukum
Tuhan. Inilah yang disebut dengan Islamic
Wealth Management. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar