Selasa, 14 Mei 2013

Menggagas Islamic Wealth Management


Menggagas Islamic Wealth Management
Herman  ;  Anggota Lembaga Pengkajian Perbankan dan Ekonomi Syariah
(LKPES) FAI-UMJ
SUARA KARYA, 13 Mei 2013


Majalah Sharing edisi April 2013 mengangkat tema tentang, Islamic Wealth Management. Dalam pengantar redaksinya disebutkan, Islamic Wealth Management adalah salah satu cabang ilmu dalam ekonomi syariah yang membahas soal bagaimana manusia memahami makna kehadiran dirinya sebagai makhluk Tuhan, tujuan hidup, hingga pengelolaan keuangan.

Tema di atas sangat menarik untuk dikaji lebih mendalam, mengingat Islamic Wealth Management masih terbilang baru di Indonesia dan mungkin masih sangat sedikit yang mengetahuinya. Ekonomi syariah hadir dengan tujuan yang sangat berbeda dalam hal pengelolaan keuangan atau harta dibandingkan dengan konsep yang ditawarkan oleh sistem konvensional baik kapitalisme maupun sosialisme.

Harta dalam ilmu ekonomi memiliki posisi yang sangat sentral. Jika dalam ekonomi konvensional (kapitalisme) harta dianggap sebagai salah satu modal, sementara dalam ekonomi Islam harta dipandang sebagai pokok kehidupan. Dalam Islam kedudukan harta disebut sebagai pilar kehidupan bagi umat manusia. Yang membedakan antara ekonomi konvensional dengan ekonomi berbasis syariah tidak hanya cara pandang terhadap kedudukan harta, namun juga pada cara dan bagaimana harta itu dikelola dengan baik untuk kesejahteraan hidup.

Dalam sistem konvensional, pengelolaan harta hanya berorientasi pada kehidupan dunia saja, bahkan dalam mendapatkannya pun cenderung mengabaikan peran moral. Misalnya, kepemilikan harta dalam sistern ekonomi sosialis dibatasi dari segi jumlahnya, namun dibebaskan dari segi cara memperoleh harta yang dimiliki. Sistem ini berpijak pada konsep Karl Marx tentang penghapusan kepimilikan hak pribadi. Prinsip ekonomi sosialisme menekankan agar status kepemilikan swasta dihapuskan dalam beberapa komoditas penting dan menjadi kebutuhan masyarakat banyak, seperti air, listrik, bahan pangan, dan sebagainya.

Sementara dalam pandangan ekonomi kapitalis jumlah kepemilikan harta individu berikut cara memperolehnya tidak dibatasi. Setiap warga dapat mengatur nasibnya sendiri sesuai dengan kemampuannya. Semua orang bebas bersaing dalam bisnis untuk memperoleh laba sebesar-besarnya. Semua orang bebas melakukan kompetisi untuk memenangkan persaingan bebas dengan berbagai cara sekalipun bertentangan dengan norma dan moral. Kapitalisme melahirkan dua kelompok masyarakat yang saling bertentangan, yaitu kelas pemilik modal dan kelas buruh. Setiap kelompok berusaha untuk saling menjatuhkan kepentingan lawannya. Dalam persaingan ini kelompok buruh sering menjadi korban dari kebiadaban pemilik modal.

Dalam pengelolaan harta, Islam telah memberikan rambu-rambu khusus agar tidak bertentangan dengan nilai-nilai syariah dan juga nilai-nilai kemanusiaan. Dalam praktiknya Islamic Wealth Management tidak boleh menggunakan hal-hal yang diharamkan dalam setiap kegiatan ekonomi. Setelah harta diperoleh, maka harus dibelanjakan di jalan Allah. Jadi, perolehan harta, pengembangan, dan pendistribusiannya mesti sesuai dengan aturan Tuhan.

Harta yang kita miliki harus dikelola dengan baik dan bermanfaat baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Dalam mencari harta seseorang diwajibkan menggunakan cara-cara yang benar sesuai dengan tuntunan-Nya dan tidak bertentangan dengan kemanusiaan. Artinya, kita dilarang menzalimi atau memakan harta orang lain dengan cara yang bathil kecuali dengan jalan yang benar, yaitu melalui perdagangan dengan syarat suka sama suka (QS An-Nisa': 29).

Di samping itu, dalam harta itu terdapat hak orang lain yang mesti ditunaikan melalui zakat. Dengan zakat tersebut diharapkan kemiskinan di republik ini dapat berkurang karena sebagian dari mereka (baca: miskin) tidak memiliki aset produktif sehingga sulit bagi mereka untuk keluar dari belenggu kemiskinan. Apalagi potensi zakat di Indonesia sangat besar, namun potensi itu belum tergali secara maksimal. Hal ini disebabkan karena kesadaran masyarakat kita terhadap zakat masih tergolong rendah.

Menurut Muhammad Qutb (1982) mengatakan, Islam menyeru manusia untuk membelanjakan hartanya di jalan Allah, bahkan seandainya pun harta itu terkuras habis. Orang-orang kaya dalam menggunakan uangnya kenyataannya lebih banyak menghendaki kehendaknya sendiri. Inilah yang mengakibatkan mengapa sebagian besar umat manusia hidup terlantar dalam kemiskinan. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa rendahnya kesadaran masyarakat untuk menunaikan kewajibannya dalam mengeluarkan zakat karena pengetahuan mereka masih minim. Sehingga, berakibat pada manajemen atau pengelolaan harta yang tidak sesuai dengan prinsip syariah dan tidak memberikan efek bagi kemanusiaan. Dalam pengeloaan harta, banyak masyarakat kita yang masih menerapkan konsep konvensional. Sehingga dalam praktiknya banyak yang bertentangan dengan agama dan kemanusiaan.

Ahmad Ibrahim Abu Sinn (2006) berpandangan bahwa manajemen dalam Islam berasaskan pada nilai-nilai kemanusiaan yang berkembang di masyarakat. Berbeda dalam manajemen konvensional, dalam aplikasinya bersifat bebas nilai serta hanya berorientasi pada pencapaian manfaat duniawi semata.

Pada dasarnya Islam memberi kebebasan bagi manusia untuk mencari dan mengusahakan hartanya dalam rangka menjaga kelangsungan hidup di dunia. Kebebasan yang diberikan Islam tentu saja tidak bebas nilai. Dalam mencari, mengelola dan membelanjakan hartanya, seseorang tidak boleh keluar dari koridor atau aturan yang dilarang agama. Jika peraturan ini dilanggar, maka yang terjadi hanya kezaliman yang terus merajalela serta eksploitasi buruh oleh kaum kapitalis.

Karenanya, ekonomi Islam hadir untuk memberikan panduan sangat lengkap bagaimana manusia mengelola harta yang diperolehnya dengan cara yang baik dan tidak bertentangan dengan hukum-hukum Tuhan. Inilah yang disebut dengan Islamic Wealth Management. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar