Selasa, 21 Mei 2013

Mengembalikan Kejayaan Maritim


Mengembalikan Kejayaan Maritim
Sahala Hutabarat ;  Guru Besar Oseanografi Undip,
Anggota Dewan Pembina Institut Maritim Indonesia
SUARA MERDEKA, 20 Mei 2013

"Negeri maritim ini belum mampu mentransformasikan sumber kekayaan laut bagi kemakmuran rakyat"

TERKAIT dengan peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) tiap tanggal 20 Mei; Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan luas wilayah 5,8 juta km2, dan panjang garis pantai 95.181 km, sudah sepatutnya memiliki strategi maritim yang baik. Strategi itu mencakup aspek ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, serta pertahanan dan keamanan. Jika dipetakan pada belahan lain bumi, luas wilayah Nusantara sama dengan jarak antara Irak dan Inggris (timur-barat) atau dari Jerman hingga Aljazair (utara-selatan).

Ada beberapa alasan dan strategi yang mendasari optimisme untuk kembali mewujudkan Indonesia sebagai negeri maritim. Pertama; ilmu dan teknologi kelautan. Pemanfaatan keberlimpahan potensi kekayaan laut memerlukan ketersediaan SDM yang berkualitas, disertai pengembangan ilmu dan teknologi secara memadai.

Realitasnya, negara kepulauan terbesar di dunia ini belum mampu mengelola sumber penghidupan yang terhampar luas di lautan. Kekurangpedulian pemerintah dan pihak-pihak yang terkait dengan pengembangan pengetahuan, teknologi, dan riset atas kekayaan laut Indonesia, diduga kuat menjadi pangkal ”kebodohan” bangsa ini.

Kedua; pemanfaatan ekosistem laut. Sebagai negara bahari yang memiliki wilayah laut yang luas dengan ribuan pulau besar dan kecil maka kemenaikan derajat bangsa ini juga ditentukan oleh keberhasilan dalam memanfaatkan dan mengelola wilayah laut yang luas tersebut. Keunikan dan keindahan serta keanekaragaman kehidupan bawah laut masih banyak menyimpan misteri dan tantangan, terkait dengan pemanfaatan potensinya.

Ketiga; kebijakan politik maritim. Sejak zaman kerajaan, jauh sebelum kita merdeka, semangat maritim sudah menggelora. Bahkan beberapa kerajaan pada zaman itu mampu menguasai lautan dengan kapal perang dan kapal dagang yang besar. Namun semangat maritim itu meluntur tatkala Indonesia dijajah Belanda. Pola hidup dan orientasi bangsa dibelokkan, dari orientasi maritim ke orientasi agraris (darat).

Jalur Ekonomi

Keempat; sistem transportasi laut. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan wilayah geografis yang terdiri atas 17.480 pulau, Indonesia sangat membutuhkan sistem transportasi laut yang berpihak pada kepentingan ekonomi maritim. Terhadap tantangan dan potensi laut yang sedemikian besar, sudah sepatutnya pembangunan sektor maritim menjadi prioritas utama pembangunan nasional.

Kelima; potensi perekonomian maritim. Indonesia belum mampu memberdayakan potensi ekonomi maritim. Negeri ini juga belum mampu mentransformasikan sumber kekayaan laut menjadi sumber kemajuan dan kemakmuran rakyat. Kita boleh mengibaratkan negara ini raksasa yang sedang tidur. Padahal posisi strategis yang menghubungkan antarnegara ekonomi maju memberikan peluang besar bagi Indonesia sebagai jalur ekonomi.

Keenam; sosial budaya maritim. Sejarah mencatat bahwa kebesaran bangsa kita dibangun oleh kekuatan maritim. Sebut saja Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, waktu itu bisa menguasai kawasan Asia Tenggara. Fakta itu hingga kini tidak terbantahkan. Keliru jika bangsa ini tidak bisa belajar dari sejarah untuk kembali menjadi bangsa yang besar dan disegani.

Ketujuh; jejak peradaban maritim Nusantara. Bangsa kita sudah dikenal dunia sebagai bangsa maritim yang memiliki peradaban maju. Bahkan, bangsa ini pernah mengalami masa keemasan sejak awal abad Masehi. Menggunakan kapal bercadik, anak bangsa ini berlayar mengelilingi dunia dan menjadi bangsa yang disegani. Berbekal alat navigasi seadanya, mereka berani berlayar ke utara, memotong lautan luas Hindia-Madagaskar, dan berlanjut ke timur hingga Pulau Paskah.

Baru-baru ini ditemukan peninggalan situs peradaban manusia yang amat tinggi di Gunung Padang Cianjur Jawa Barat, yang diperkirakan dibangun tahun 4700 SM Temuan itu mengindikasikan bangsa kita sudah lebih maju dalam berbudaya, bahkan paling tua dari bangsa lain di dunia.

Terkait dengan peringatan Harkitnas, kita bisa menyimpulkan bahwa momentum itu adalah kelahiran kembali semangat kebangsaan dan kesatuan. Pemakna­annya sebagai awareness supaya bangsa ini terus berbenah dan memperbaiki diri. Lebih dari itu, ada aktualisasi pergerakan yang lebih berarti guna mengangkat kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.

Kerja Nyata

Sebagai bangsa  berdaulat, kita harus bisa menghadirkan kemajuan yang lebih baik dan menunjukkannya kepada bangsa lain. Dengan begitu, kita dapat menjadi bangsa yang memiliki harkat dan martabat. Sebagai langkah konkret, semua itu membutuhkan semangat yang konsisten dan kerja nyata demi mengembalikan kejayaan maritim bangsa kita.

Diperkukan sebuah gerakan moral guna terus-menerus mengumandangkan semangat maritim pada semua 
lapisan masyarakat. Gerakan berintegritas tinggi itu bertujuan supaya bangsa ini kembali menyadari keberadaan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia.

Presiden Soekarno ketika meresmikan Insititut Angkatan Laut (IAL) tahun 1953 di Surabaya mengingatkan bangsa ini untuk mengupayakan penyempurnaan keadaan, dengan menggunakan kesempatan yang telah diberikan oleh kemerdekaan. Ia juga berharap supaya bangsa ini kembali menjadi bangsa pelaut .

Waktu itu ditegaskan,”Ya...bangsa pelaut dalam arti seluas-luasnya. Bukan sekadar menjadi jongos di kapal, melainkan dalam arti cakrawati samudera. Bangsa pelaut yang mempunyai armada niaga, bangsa pelaut yang mempunyai armada militer, bangsa pelaut yang kesibukannya di laut menandingi irama gelombang laut itu sendiri”.

Upaya mengembalikan semangat maritim memang tidak semudah membalik telapak karena membutuhkan upaya serius dari semua elemen bangsa ini. Semoga momentum peringatan Harkitnas bisa menjadi pemicu semangat kemaritiman untuk berubah menjadi lebih baik, sekaligus mengembalikan kejayaan kita sebagai negeri maritim terbesar di dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar