Kamis, 02 Mei 2013

Membangun Kampus Hijau Kota Bandung


Membangun Kampus Hijau Kota Bandung
Djoko Subinarto ;  Esais, Alumnus Universitas Padjadjaran
KORAN SINDO, 01 Mei 2013


Banyak kalangan berpendapat Kota Bandung bakal lumpuh dalam lima hingga tujuh tahun ke depan akibat pertumbuhan kendaraan pribadi yang cenderung terus meningkat. 

Jika tidak ditangani dengan sungguh-sungguh dari sekarang, dikhawatirkan ibu kota Jawa Barat ini bakal mengikuti jejak DKI Jakarta menjadi sebuah kota macet dan polutif, yang membuat warganya lebih rentan mengidap stres dan depresi. Salah satu bukti makin meningkatnya pertumbuhan kendaraan pribadi itu bisa kita lihat di lingkungan kampus-kampus perguruan tinggi di Kota Bandung. 

Saat ini, mobil dan motor senantiasa menyesaki lingkungan banyak kampus di Kota Kembang ini. Di satu sisi ini merupakan pertanda baik. Banyaknya mobil dan motor di lingkungan kampus menjadi pertanda bahwa tingkat kesejahteraan ratarata dosen maupun mahasiswa kita agaknya semakin meningkat dibanding beberapa puluh tahun lalu. Namun, di sisi lain ini juga merupakan pertanda buruk, khususnya yang terkait dengan aspek lingkungan hidup Kota Bandung. 

Coba hitung, berapa banyak lahan di lingkungan kampus yang akhirnya terpaksa harus dikorbankan untuk dijadikan tempat parkir kendaraan para dosen dan mahasiswa. Belum lagi berapa besar kemacetan dan polusi udara serta polusi suara yang mereka sumbangkan setiap hari terhadap lingkungan di sekitar mereka. 

Andai saja para dosen dan para mahasiswa yang selama ini lebih getol menggunakan kendaraan pribadi itu mau meninggalkan kendaraan mereka di garasi masing-masing, dan sebagai gantinya mereka memilih untuk berjalan kaki, mengayuh sepeda, atau naik angkutan umum saat pergi menuju ke kampus mereka, mungkin saja lahan-lahan di kampus mereka yang selama ini dibeton atau diaspal lantaran dijadikan sebagai tempat parkir kendaraan bermotor itu bisa disulap jadi taman-taman. 

Hamparan rumput hijau, berbagai bunga aneka warna, dan pohon-pohon teduh ditanam dan tumbuh dengan elok dan asri. Semakin banyak taman yang ada di lingkungan kampus tentu semakin baik, bukan? Disampingitu, andaisaja para dosen dan para mahasiswa mau memilih berjalan kaki, naik sepeda atau naik angkutan umum, maka ini bakal ikut memberi kontribusi signifikan bagi pengurangan kemacetan dan polusi di Kota Bandung. 

Bukan rahasia lagi, salah satu persoalan yang sedang dihadapi oleh Kota Bandung saat ini adalah semakin terus bertambahnya tingkat kemacetan di kota yang dulu berjuluk Parijs van Java ini. Di sisi lain, warga kota ini dihadapkan pula oleh kenyataan semakin memburuknya kualitas lingkungan Kota Bandung. 

Selain sampah dan limbah industri, emisi gas buang kendaraan bermotor menjadi salah satu sumber penyebab menurunnya kualitas lingkungan di kota ini. Nyatanya, Bandung tercatat saat ini menjadi salah satu kota yang tergolong tinggi tingkat pencemaran udaranya di Indonesia. 

Buruknya manajemen transportasi, semakin meningkatnya jumlah kendaraan bermotor serta masih rendahnya tingkat kesadaran serta kepedulian lingkungan warga kota boleh jadi membuat polusi udara di Kota Kembang ini semakin meningkat dari waktu ke waktu. Tingkat pencemaran udara yang terus meningkat ini diperparah dengan masih minimnya persentase luas lahan hijau terbuka dibanding dengan luas lahan kota. 

Berdasarkan analisis para pakar lingkungan, wilayah perkotaan seperti Kota Bandung semestinya memiliki minimal 30% lahan hijau terbuka dari luas kota keseluruhan. Saat ini, lahan hijau terbuka di Kota Bandung baru mencapai tidak lebih dari 10%. 

Lebih tinggi 

Sebagai kaum intelektual, dosen, dan mahasiswa idealnya harus memiliki kesadaran dan kepedulian lingkungan yang jauh lebih tinggi dibanding warga lainnya. Kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan itu bisa diperlihatkan dari perilaku nyata mereka seharihari. 

Makin banyaknya dosen dan mahasiswa kita saat ini yang memilih membawa kendaraan bermotor pribadi ke kampus sehingga membuat lingkungan kampus tak ubahnya seperti ruang pamer (show room) mobil dan motor tentu saja tidak mencerminkan perilaku para intelektual kita yang prolingkungan. 

Kampus sebagai tempat berkumpulnya orang-orang cerdas, pintar serta bijak semestinya bisa jadi pelopor sekaligus menjadi contoh bagi masyarakat di sekitarnya bagaimana berperilaku sederhana dan ramah lingkungan. Dalam konteks ini, penghuni kampus, dari mulai tingkat tertinggi hingga tingkat terendah, dapat memberi teladan kepada masyarakat bagaimana menjalankan pola hidup sederhana serta ramah lingkungan. 

Salah satunya adalah dengan cara memilih berjalan kaki, mengayuh sepeda, atau menggunakan angkutan umum untuk menuju kampus mereka. Wibawa dan derajat para penghuni kampus, termasuk para pejabat teras kampus, tidak akan turun atau hilang hanya gara-gara berjalan kaki, mengayuh sepeda atau naik turun angkutan umum tatkala harus menuju kampus mereka. 

Para pengelola kampus sesungguhnya bisa juga membuat aturan untuk membatasi akses kendaraan bermotor ke lingkungan kampus mereka sehingga jumlah motor dan mobil yang masuk dan berada di lingkungan kampus dibuat seminimal mungkin. Selain itu, para pengelola kampus dapat pula memberlakukan hari tanpa kendaraan bermotor bagi lingkungan kampus mereka. 

Sepekan sekali atau sebulan sekali, di hari-hari tertentu, misalnya, kampus ditutup untuk semua jenis kendaraan bermotor. Bayangkan, kalau saja semua dosen dan semua mahasiswa di Kota Bandung ini lebih memilih berjalan kaki, mengayuh sepeda atau naik kendaraan umum untuk pergi ke kampus mereka, hal ini akan memberi sumbangan sangat berarti bagi perbaikan kualitas lingkungan Kota Bandung. 

Selain itu, hal ini juga bisa menjadi contoh bagus bagi kelompok masyarakat lain dalam upaya menerapkan perilaku sederhana dan ramah lingkungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar