Kamis, 02 Mei 2013

Melestarikan Budaya Gotong Royong


Melestarikan Budaya Gotong Royong
Mulyono D Prawiro ;  Anggota Senat dan Dosen
Pascasarjana Universitas Satyagama Jakarta
SUARA KARYA, 01 Mei 2013


Sudah lama kita menanti hadirnya suatu kehidupan bangsa ini agar lebih baik, hidup penuh kedamaian dan kegotong-royongan sebagaimana nenek moyang kita dahulu. Hidup rukun, bergandeng tangan, bekerja bersama dan saling tolong-menolong serta saling menghargai satu sama lain dalam mencapai tujuan hidup berbangsa dan bernegara. Persatuan dan kesatuan bangsa sepertinya merupakan harga mati yang tidak boleh ditawar-tawar lagi dan tidak boleh hilang dari bumi pertiwi.

Budaya gotong-royong sebagai ciri bangsa Indonesia harus selalu dipertahankan. Hal ini merupakan bentuk nyata solidaritas sosial dalam kehidupan masyarakat. Setiap warga negara yang terlibat di dalamnya memiliki hak untuk dibantu dan juga berkewajiban untuk membantu. Disini terdapat azas timbal balik yang saling menguntungkan.

Namun apa yang terjadi sejak munculnya arus globalisasi dan modernisasi yang oleh sebagian orang dianggap sebagai peluang yang luar biasa hebatnya. Dampaknya luar biasa, terutama terhadap nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan masyarakat yang semakin individualis dan munculnya konflik sosial. Untuk menghindari terjadinya konflik sosial di tengah-tengah masyarakat, dimasa lalu hampir setiap saat kita selalu diingatkan, diperdengarkan dan diperlihatkan suatu kata-kata yang indah, manis dan menarik, yaitu "Persatuan dan Kesatuan Bangsa". Apapun upaya yang dilakukan, hampir semuanya mengarah pada kepentingan rakyat banyak dan kebersamaan. Itu, hampir disetiap kesempatan selalu didengungkan, baik oleh pimpinan pemerintahan, LSM dan berbagai media massa, baik melalui radio, televisi dan surat kabar nasional.

Namun sangat disayangkan, hal itu akhir-akhir ini hampir terlupakan atau sengaja dilupakan dan tidak terdengar lagi. Apakah ini pertanda, kita sudah tidak lagi peduli lagi terhadap sesama anak bangsa?
Hal ini dapat dijadikan renungan, mau kemana arah bangsa ini ke depan, bila persatuan dan kesatuan kita mulai goyah atau sengaja dibikin goyah. Gotong-royong akan memudar apabila rasa kebersamaan mulai menurun dan setiap pekerjaan tidak lagi terdapat bantuan sukarela, bahkan telah dinilai dengan materi atau uang.

Kegiatan gotong-royong baik di perdesaan maupun di perkotaan, wajib dijaga bersama dengan menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari. Ini menjadi strategi dalam pola hidup bersama yang saling meringankan. Munculnya kerjasama semacam itu sebenarnya merupakan suatu bukti adanya keselarasan hidup antar sesama bagi komunitas, terutama yang masih menghormati dan menjalankan nilai-nilai kehidupan, yang biasanya dilakukan oleh komunitas perdesaan atau komunitas tradisional. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa komunitas masyarakat yang berada di perkotaan juga dalam beberapa hal tertentu memerlukan semangat gotong-royong.

Yang mengakibatkan hilangnya budaya gotong royong antara lain tumbuhnya paham individualis, komersialis di kalangan masyarakat, sehingga muncul sifat individualistik yang acuh tak acuh dengan sesamanya, seakan tutup mata dan telinga terhadap orang lain yang memerlukan pertolongan, hanya mau membantu orang yang dikenal saja, bahkan tak jarang yang memiliki motto hidup, "Tidak ada bantuan jika tidak ada imbalan". Jika itu terus dibiarkan, maka akan tercipta perpecahan diantara anak bangsa.

Namun demikian, dengan hiruk-pikuknya perbedaan dan peruncingan masalah yang muncul ditengah-tengah masyarakat dan bangsa ini, kita patut bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, bahwasanya Yayasan Damandiri yang dipimpin oleh Prof Dr Haryono Suyono dan Dr Subiakto Tjakrawerdaja telah mencoba melakukan terobosan sangat ampuh guna membangkitkan kembali budaya hidup gotong-royong yang akhir-akhir ini dinilai sudah mulai memudar di tanah air tercinta ini. Terobosan tersebut dibarengi dengan menggandeng berbagai elemen masyarakat, termasuk pemerintah daerah, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, lembaga perbankan dan mitra kerja lainnya yang sama-sama peduli terhadap nasib bangsa dan tidak ingin melihat bangsa ini menjadi bangsa yang terpecah-pecah.

Upaya yang dilakukan adalah membentuk dan pengembangkan pos-pos pemberdayaan keluarga (posdaya) di berbagai tempat di tanah air. Posdaya merupakan wahana, forum silaturahmi dan wadah untuk membangkitkan kembali budaya gotong-royong di masyarakat, baik di perdesaan maupun masyarakat perkotaan. Di dalam posdaya, keluarga-keluarga diajak secara musyawarah, memecahkan berbagai persoalan di lingkungannya, sehingga setiap anggota memiliki kesempatan untuk menyampaikan pendapat dan keinginannya serta segala sesuatu dapat dipecahkan bersama.

Dengan diawalinya musyawarah di tingkat akar rumput, budaya saling mengenal dan bersilaturahmi, maka akan tercipta budaya hidup gotong-royong yang secara nyata dilakukan. Gotong-royong bukan sekedar diomongkan di publik, tetapi benar-benar dilaksanakan melalui posdaya. Karena di dalam posdaya segala permasalahan dapat diselesaikan tanpa harus merasa ada yang dimenangkan maupun ada yang dikalahkan. 
Semua merasa senang dan happy karena di dalam posdaya diciptakan adanya bentuk saling menghargai dan menghormati sesama anak bangsa. Bukan lagi memperuncing permasalahan, tetapi dengan musyawarah untuk mufakat guna menemukan solusi yang diharapkan bersama.

Kuncinya, di dalam posdaya keluarga berazaskan gotong-royong dan kebersamaan. Mereka berbagi kasih dan kebahagian bersama serta semua merasakan manfaat secara bersama. Semoga bangsa Indonesia kembali menjadi bangsa yang besar, tetap menghargai nilai-nilai luhur leluhurnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar