|
SUARA KARYA, 01 Mei 2013
Sudah lama kita menanti hadirnya
suatu kehidupan bangsa ini agar lebih baik, hidup penuh kedamaian dan
kegotong-royongan sebagaimana nenek moyang kita dahulu. Hidup rukun, bergandeng
tangan, bekerja bersama dan saling tolong-menolong serta saling menghargai satu
sama lain dalam mencapai tujuan hidup berbangsa dan bernegara. Persatuan dan
kesatuan bangsa sepertinya merupakan harga mati yang tidak boleh ditawar-tawar
lagi dan tidak boleh hilang dari bumi pertiwi.
Budaya gotong-royong sebagai ciri
bangsa Indonesia harus selalu dipertahankan. Hal ini merupakan bentuk nyata
solidaritas sosial dalam kehidupan masyarakat. Setiap warga negara yang
terlibat di dalamnya memiliki hak untuk dibantu dan juga berkewajiban untuk
membantu. Disini terdapat azas timbal balik yang saling menguntungkan.
Namun apa yang terjadi sejak
munculnya arus globalisasi dan modernisasi yang oleh sebagian orang dianggap
sebagai peluang yang luar biasa hebatnya. Dampaknya luar biasa, terutama
terhadap nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan masyarakat yang semakin
individualis dan munculnya konflik sosial. Untuk menghindari terjadinya konflik
sosial di tengah-tengah masyarakat, dimasa lalu hampir setiap saat kita selalu
diingatkan, diperdengarkan dan diperlihatkan suatu kata-kata yang indah, manis
dan menarik, yaitu "Persatuan dan Kesatuan Bangsa". Apapun upaya yang
dilakukan, hampir semuanya mengarah pada kepentingan rakyat banyak dan
kebersamaan. Itu, hampir disetiap kesempatan selalu didengungkan, baik oleh
pimpinan pemerintahan, LSM dan berbagai media massa, baik melalui radio,
televisi dan surat kabar nasional.
Namun sangat disayangkan, hal itu
akhir-akhir ini hampir terlupakan atau sengaja dilupakan dan tidak terdengar
lagi. Apakah ini pertanda, kita sudah tidak lagi peduli lagi terhadap sesama
anak bangsa?
Hal ini dapat dijadikan renungan,
mau kemana arah bangsa ini ke depan, bila persatuan dan kesatuan kita mulai
goyah atau sengaja dibikin goyah. Gotong-royong akan memudar apabila rasa
kebersamaan mulai menurun dan setiap pekerjaan tidak lagi terdapat bantuan
sukarela, bahkan telah dinilai dengan materi atau uang.
Kegiatan gotong-royong baik di
perdesaan maupun di perkotaan, wajib dijaga bersama dengan menjalankannya dalam
kehidupan sehari-hari. Ini menjadi strategi dalam pola hidup bersama yang
saling meringankan. Munculnya kerjasama semacam itu sebenarnya merupakan suatu
bukti adanya keselarasan hidup antar sesama bagi komunitas, terutama yang masih
menghormati dan menjalankan nilai-nilai kehidupan, yang biasanya dilakukan oleh
komunitas perdesaan atau komunitas tradisional. Tetapi tidak menutup
kemungkinan bahwa komunitas masyarakat yang berada di perkotaan juga dalam
beberapa hal tertentu memerlukan semangat gotong-royong.
Yang mengakibatkan hilangnya
budaya gotong royong antara lain tumbuhnya paham individualis, komersialis di
kalangan masyarakat, sehingga muncul sifat individualistik yang acuh tak acuh
dengan sesamanya, seakan tutup mata dan telinga terhadap orang lain yang
memerlukan pertolongan, hanya mau membantu orang yang dikenal saja, bahkan tak
jarang yang memiliki motto hidup, "Tidak ada bantuan jika tidak ada
imbalan". Jika itu terus dibiarkan, maka akan tercipta perpecahan diantara
anak bangsa.
Namun demikian, dengan
hiruk-pikuknya perbedaan dan peruncingan masalah yang muncul ditengah-tengah
masyarakat dan bangsa ini, kita patut bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,
bahwasanya Yayasan Damandiri yang dipimpin oleh Prof Dr Haryono Suyono dan Dr
Subiakto Tjakrawerdaja telah mencoba melakukan terobosan sangat ampuh guna
membangkitkan kembali budaya hidup gotong-royong yang akhir-akhir ini dinilai
sudah mulai memudar di tanah air tercinta ini. Terobosan tersebut dibarengi
dengan menggandeng berbagai elemen masyarakat, termasuk pemerintah daerah,
perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, lembaga perbankan dan mitra kerja
lainnya yang sama-sama peduli terhadap nasib bangsa dan tidak ingin melihat
bangsa ini menjadi bangsa yang terpecah-pecah.
Upaya yang dilakukan adalah
membentuk dan pengembangkan pos-pos pemberdayaan keluarga (posdaya) di berbagai
tempat di tanah air. Posdaya merupakan wahana, forum silaturahmi dan wadah
untuk membangkitkan kembali budaya gotong-royong di masyarakat, baik di
perdesaan maupun masyarakat perkotaan. Di dalam posdaya, keluarga-keluarga
diajak secara musyawarah, memecahkan berbagai persoalan di lingkungannya,
sehingga setiap anggota memiliki kesempatan untuk menyampaikan pendapat dan
keinginannya serta segala sesuatu dapat dipecahkan bersama.
Dengan diawalinya musyawarah di
tingkat akar rumput, budaya saling mengenal dan bersilaturahmi, maka akan
tercipta budaya hidup gotong-royong yang secara nyata dilakukan. Gotong-royong
bukan sekedar diomongkan di publik, tetapi benar-benar dilaksanakan melalui
posdaya. Karena di dalam posdaya segala permasalahan dapat diselesaikan tanpa
harus merasa ada yang dimenangkan maupun ada yang dikalahkan.
Semua merasa
senang dan happy karena di dalam posdaya diciptakan adanya bentuk saling
menghargai dan menghormati sesama anak bangsa. Bukan lagi memperuncing
permasalahan, tetapi dengan musyawarah untuk mufakat guna menemukan solusi yang
diharapkan bersama.
Kuncinya, di dalam posdaya
keluarga berazaskan gotong-royong dan kebersamaan. Mereka berbagi kasih dan
kebahagian bersama serta semua merasakan manfaat secara bersama. Semoga bangsa
Indonesia kembali menjadi bangsa yang besar, tetap menghargai nilai-nilai luhur
leluhurnya. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar