Refleksi
Hari Buruh Sedunia
|
SUARA KARYA, 01 Mei 2013
Di Indonesia pemerintah pernah mewajibkan peringatan tanggal 1 Mei melalui UU No. 1 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya UU Kerja Tahun 1948. Pasal 15 ayat 2 menyebutkan, "Pada hari 1 Mei, buruh dibebaskan dari kewajiban bekerja". Namun karena alasan politik, Orde Baru melarang peringatan Hari Buruh Internasional. Sejak saat itu, peringatan 1 Mei tidak pernah diakui oleh pemerintah dan setiap tanggal 1 Mei, kelas buruh/pekerja tidak lagi mendapatkan kebebasan dari kewajiban untuk bekerja. Bahkan, buruh dilarang untuk merayakan tanggal 1 Mei sebagai Hari Buruh Se-Dunia.
Kini, sebuah terobosan telah
dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menjanjikan peringatan 1
Mei menjadi hari libur nasional mulai 2014. Bagaimanapun Hari Buruh Sedunia
pada intinya bermakna sebagai momentum untuk memperjuangkan kondisi kerja yang
lebih baik dengan cara-cara damai. Dari jam kerja yang semula 16 jam per hari
menjadi 8 jam, dari kondisi kerja paksa atau perbudakan menjadi kerja yang
manusiawi. Dhus, peringatan MayDay di masa sekarang dan masa-masa mendatang
hendaknya merupakan upaya menuju kondisi kerja yang lebih baik dan berkembang
pada cita-cita peningkatan kesejahteraan buruh dan keluarganya.
Cita-cita mulia tersebut idealnya
juga dicapai dengan cara-cara yang mulia pula. Maka dalam menggelar aksi demo
menuntut nasib yang lebih baik, kaum buruh hendaknya melakukannya dengan tertib
dan tidak anarkis. Tentunya dilengkapi dengan penyampaian materi aspirasi yang
mungkin dapat dan layak diterima sesuai kondisi dan kemampuan dunia usaha dan
pemerintah, serta sejalan dengan peraturan perundangan yang berlaku. Yakni,
mengacu pada UU No 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka
Umum.
Bahwa menyampaikan pendapat adalah
hak warga negara namun sekaligus dilekati oleh tanggung jawab dalam iklim
demokrasi ini. Dua sisi inilah yang perlu diingat dan dilaksanakan. Sebagaimana
termaktub dalam Pasal 2 ayat (1) bahwa Setiap warga negara, secara perorangan
atau kelompok, bebas menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung
jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Sedangkan ayat (2), penyampaian pendapat di muka umum dilaksanakan sesuai
ketentuan undang-undang ini.
Lebih lanjut diatur bahwa orang
yang menyampaikan pendapat tersebut juga berhak terhadap perlindungan hukum.
Pasal 5 menyatakan warganegara yang menyampaikan pendapat di muka umum berhak
untuk (a) mengeluarkan pikiran secara bebas; dan (b) memperoleh perlindungan
hukum. Perlindungan hukum di sini diperoleh sejauh orang tersebut bertindak
dalam koridor hukum dan peraturan yang berlaku. Sebaliknya jika melakukan
kegiatan yang melawan hukum, tentunya akan berhadapan dengan hukum itu sendiri.
Pasal 6 menyatakan bahwa
warganegara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan
bertanggung jawab untuk (a) menghormati hak-hak orang lain, (b) menghormati
aturan-aturan moral yang diakui umum, (c) menaati hukum dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku; (d) menjaga dan menghormati keamanan dan
ketertiban umum; dan (e) menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
Jelas bahwa bebas menyampaikan
pendapat merupakan hak dan tanggung jawab berdemokrasi. Jadi, tidak hanya hak
saja, tetapi juga ada tanggung jawab yang terpikul di situ. Tanggung jawab dan
kewajiban secara rinci diatur dalam Pasal 6 tersebut. Dhus, pelaksanaan demo
tidak boleh mengganggu hak-hak orang lain, seperti mengganggu hak orang lain
menggunakan jalan umum. Sehingga, tidak boleh ada penggunaan jalan raya atau
jalan tol yang menyebabkan orang lain terganggu menggunakannya.
Hak-hak orang lain ini tentunya
banyak sekali, mulai dari hak untuk selamat dalam hidup dan kehidupannya,
selamat jiwa dan raganya, serta selamat harta bendanya. Di samping, hak untuk
dilindungi profesi dan pekerjaannya, nama baiknya, serta hak individu lainnya
sebagai warga negara.
Penyampaian pendapat di muka umum
tersebut juga wajib menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum. Tidak
boleh mengganggu kemanan orang lain dan tidak boleh menganggu ketertiban umum
lainnya. Kemudian, tidak boleh mengganggu keselamatan jiwa orang lain dan harta
benda milik individu lain atau milik publik termasuk aset dan gedung
pemerintah.
Prinsip umum yang diatur dalam UU
Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat tersebut sudah sangat bagus sebagaimana
diatur dalam Pasal 3 yang menyatakan kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka
umum dilaksanakan berlandaskan pada: (a) asas keseimbangan antara hak dan
kewajiban; (b) asas musyawarah dan mufakat; (c) asas kepastian hukum dan
keadilan; (d) asas proporsionalitas; dan (e) asas manfaat.
Semua asas tersebut bagus, namun
yang sangat penting adalah musyawarah dan mufakat. Semua aspirasi dan tuntutan
yang diusung oleh para buruh perlu dikomunikasikan dan dibahas bersama pihak
pemerintah dan pengusaha. Harapan tercapai kesepakatan melalui musyawarah
menuju mufakat. Dalam dunia usaha dan ketenagakerjaan, ada wadah Lembaga
Kerjasama Tripartit (LKS Tripartit) yang terdiri-dari unsur pekerja, pengusaha,
dan pemerintah. Yang paling tepat adalah membicarakan seluruh dinamika
persoalan ketenagakerjaan dan dunia usaha pada forum LKS Tripartit ini.
Pengalaman di masa lalu, aksi demo
buruh mengarah ke skala besar hingga sampai memblokir jalan tol. Dan,
penyelesaiannya toh tetap pada meja perundingan antara pekerja, pengusaha, dan
pemerintah. Oleha karena itu, sangat perlu didorong upaya ke arah perundingan
Tripartit tersebut. Bagaimanapun peningkatan kesejahteraan dan produktivitas
dunia usaha, hendaknya tetap menjadi sasaran pencapaian. Karena, keduanya
merupakan hubungan sebab-akibat secara timbal balik (simultaneous causality). ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar