Kamis, 02 Mei 2013

Berjuang demi Nasib Buruh


Refleksi Hari Buruh Sedunia
Berjuang demi Nasib Buruh
Abdul Haris ;  Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Pemkot Depok, Jabar,
Alumnus Carnegie Mellon University, AS
SUARA KARYA, 01 Mei 2013


Di Indonesia pemerintah pernah mewajibkan peringatan tanggal 1 Mei melalui UU No. 1 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya UU Kerja Tahun 1948. Pasal 15 ayat 2 menyebutkan, "Pada hari 1 Mei, buruh dibebaskan dari kewajiban bekerja". Namun karena alasan politik, Orde Baru melarang peringatan Hari Buruh Internasional. Sejak saat itu, peringatan 1 Mei tidak pernah diakui oleh pemerintah dan setiap tanggal 1 Mei, kelas buruh/pekerja tidak lagi mendapatkan kebebasan dari kewajiban untuk bekerja. Bahkan, buruh dilarang untuk merayakan tanggal 1 Mei sebagai Hari Buruh Se-Dunia.

Kini, sebuah terobosan telah dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menjanjikan peringatan 1 Mei menjadi hari libur nasional mulai 2014. Bagaimanapun Hari Buruh Sedunia pada intinya bermakna sebagai momentum untuk memperjuangkan kondisi kerja yang lebih baik dengan cara-cara damai. Dari jam kerja yang semula 16 jam per hari menjadi 8 jam, dari kondisi kerja paksa atau perbudakan menjadi kerja yang manusiawi. Dhus, peringatan MayDay di masa sekarang dan masa-masa mendatang hendaknya merupakan upaya menuju kondisi kerja yang lebih baik dan berkembang pada cita-cita peningkatan kesejahteraan buruh dan keluarganya.

Cita-cita mulia tersebut idealnya juga dicapai dengan cara-cara yang mulia pula. Maka dalam menggelar aksi demo menuntut nasib yang lebih baik, kaum buruh hendaknya melakukannya dengan tertib dan tidak anarkis. Tentunya dilengkapi dengan penyampaian materi aspirasi yang mungkin dapat dan layak diterima sesuai kondisi dan kemampuan dunia usaha dan pemerintah, serta sejalan dengan peraturan perundangan yang berlaku. Yakni, mengacu pada UU No 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Bahwa menyampaikan pendapat adalah hak warga negara namun sekaligus dilekati oleh tanggung jawab dalam iklim demokrasi ini. Dua sisi inilah yang perlu diingat dan dilaksanakan. Sebagaimana termaktub dalam Pasal 2 ayat (1) bahwa Setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok, bebas menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sedangkan ayat (2), penyampaian pendapat di muka umum dilaksanakan sesuai ketentuan undang-undang ini.

Lebih lanjut diatur bahwa orang yang menyampaikan pendapat tersebut juga berhak terhadap perlindungan hukum. Pasal 5 menyatakan warganegara yang menyampaikan pendapat di muka umum berhak untuk (a) mengeluarkan pikiran secara bebas; dan (b) memperoleh perlindungan hukum. Perlindungan hukum di sini diperoleh sejauh orang tersebut bertindak dalam koridor hukum dan peraturan yang berlaku. Sebaliknya jika melakukan kegiatan yang melawan hukum, tentunya akan berhadapan dengan hukum itu sendiri.

Pasal 6 menyatakan bahwa warganegara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung jawab untuk (a) menghormati hak-hak orang lain, (b) menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum, (c) menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (d) menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum; dan (e) menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.

Jelas bahwa bebas menyampaikan pendapat merupakan hak dan tanggung jawab berdemokrasi. Jadi, tidak hanya hak saja, tetapi juga ada tanggung jawab yang terpikul di situ. Tanggung jawab dan kewajiban secara rinci diatur dalam Pasal 6 tersebut. Dhus, pelaksanaan demo tidak boleh mengganggu hak-hak orang lain, seperti mengganggu hak orang lain menggunakan jalan umum. Sehingga, tidak boleh ada penggunaan jalan raya atau jalan tol yang menyebabkan orang lain terganggu menggunakannya.

Hak-hak orang lain ini tentunya banyak sekali, mulai dari hak untuk selamat dalam hidup dan kehidupannya, selamat jiwa dan raganya, serta selamat harta bendanya. Di samping, hak untuk dilindungi profesi dan pekerjaannya, nama baiknya, serta hak individu lainnya sebagai warga negara.

Penyampaian pendapat di muka umum tersebut juga wajib menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum. Tidak boleh mengganggu kemanan orang lain dan tidak boleh menganggu ketertiban umum lainnya. Kemudian, tidak boleh mengganggu keselamatan jiwa orang lain dan harta benda milik individu lain atau milik publik termasuk aset dan gedung pemerintah.

Prinsip umum yang diatur dalam UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat tersebut sudah sangat bagus sebagaimana diatur dalam Pasal 3 yang menyatakan kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dilaksanakan berlandaskan pada: (a) asas keseimbangan antara hak dan kewajiban; (b) asas musyawarah dan mufakat; (c) asas kepastian hukum dan keadilan; (d) asas proporsionalitas; dan (e) asas manfaat.

Semua asas tersebut bagus, namun yang sangat penting adalah musyawarah dan mufakat. Semua aspirasi dan tuntutan yang diusung oleh para buruh perlu dikomunikasikan dan dibahas bersama pihak pemerintah dan pengusaha. Harapan tercapai kesepakatan melalui musyawarah menuju mufakat. Dalam dunia usaha dan ketenagakerjaan, ada wadah Lembaga Kerjasama Tripartit (LKS Tripartit) yang terdiri-dari unsur pekerja, pengusaha, dan pemerintah. Yang paling tepat adalah membicarakan seluruh dinamika persoalan ketenagakerjaan dan dunia usaha pada forum LKS Tripartit ini.

Pengalaman di masa lalu, aksi demo buruh mengarah ke skala besar hingga sampai memblokir jalan tol. Dan, penyelesaiannya toh tetap pada meja perundingan antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah. Oleha karena itu, sangat perlu didorong upaya ke arah perundingan Tripartit tersebut. Bagaimanapun peningkatan kesejahteraan dan produktivitas dunia usaha, hendaknya tetap menjadi sasaran pencapaian. Karena, keduanya merupakan hubungan sebab-akibat secara timbal balik (simultaneous causality). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar