Kamis, 16 Mei 2013

Kontribusi Perbankan


Kontribusi Perbankan
Ecky Awal Mucharram ;  Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PKS
REPUBLIKA, 15 Mei 2013

Sektor perbankan Indonesia pada akhir 2012 mencatat keuntungan yang cukup fantastis dan signifikan di lingkup Asia Tenggara. Sudah hampir 5 (lima) tahun sektor perbankan menuai keuntungan yang sangat fantastis. Namun, sayangnya keuntungan yang begitu besar tersebut tidak tecermin lewat pertumbuhan sektor riil di Indonesia. Hal ini mengisyaratkan bahwa saat ini perbankan kita baru solo winner karena belum mampu men-support sektor riil atau pelaku usaha kecil yang ada saat ini.

Bahkan, pertumbuhan keuntungan sektor perbankan saat ini lebih kepada sektor konsumsi bagi masyarakat menengah ke atas. Artinya, perbankan kita secara kebijakan tidak mendorong masyarakat untuk berusaha, namun lebih menjadi konsumtif. Sektor perbankan saat ini hanya memberikan kredit ke usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk pekerja sektor riil kita 20 persen saja. Padahal, kalau dibandingkan Malaysia dan Thailand, mereka sampai 35 persen hingga 40 persen.

Dengan kuota 20 persen yang tersedia itu pun perbankan kita belum mampu memenuhi kuota 20 persen yang telah disediakan. Keuntungan perbankan yang fantastis di Asia Tenggara di satu sisi membanggakan, namun di sisi lainnya tidak tepat secara kebijakan. Perlu sebuah langkah dan kebijakan agar sektor perbankan betul-betul menggerakkan sektor riil. Mengingat 7 juta unit usaha kecil yang ada adalah penyumbang pertumbuhan perekonomian bangsa ini.

Implementasi KUR Pemerintah pada tahun 2012 mengatakan total realisasi dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) dipastikan melampaui target tahun 2012, yang dipatok Rp 30 triliun. Kepastian ini bisa dilihat kare-na sampai pertengahan Desember 2012 penyaluran tersebut sudah mencapai Rp 31,623 triliun atau tercapai 105,4 persen. 

Realisasi KUR di Indonesia ini sangat relevan dengan upaya pemberantasan kemiskinan dan mengurangi kesenjangan ekonomi di tengah masyarakat. Namun sangat disayangkan, inklusi perbankan yang harusnya dapat menggerakkan le bih dari 7 juta unit usaha mikro, kecil, dan menengah atau para pelaku usaha riil ini yang merupakan mayoritas masyarakat kelas bawah, ternyata dalam implementasinya masih sangat jauh dari harapan. Pada kenyataannya, performa industri kecil maupun sektor riil lainnya tidak begitu tumbuh, namun terkesan mandek. Yang ada adalah industri kecil kita saat ini masih banyak yang "megap-megap".

Para pelaku sektor riil dalam masyarakat kita saat ini adalah kebanyakan orang-orang yang bekerja di sektor informal. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang usaha rumahan, pedagang kaki lima, pedagang buah, pengrajin, dan para pelaku usaha kecil lokal lainnya. Implementasi KUR berperan sentral dalam menggerakkan usa- ha kecil yang mereka jalankan.

Cita-cita untuk mendorong berkembangnya sektor riil sebagai tulang punggung dalam mengentaskan kemiskinan masyarakat belum bisa diwujudkan dengan baik melalui KUR. Tidak cukup hanya dari sisi KUR sebagai penopang modal bagi usaha kecil. Permasalahan-permasalahan lainnya pun melengkapi mereka.
Misalnya saja dari sisi pendampingan, pendidikan, kesehatan keluarga, sampai kepada permasalahan kredit rumah tinggal bagi mereka pun menjadi permasalahan yang utama. Di sinilah sebenarnya peran pemerintah dan perbankan. Para pelaku sektor riil pada masyarakat kita kebanyakan belum memiliki rumah tinggal yang layak. Rata-rata mereka hidup dengan cara mengontrak sampai hitungan bertahun-tahun lamanya.
Padahal, mereka adalah para masyarakat produktif yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan bagian dari pemberantas kemiskinan hingga berkontribusi mengurangi tingkat kesenjangan pada tatanan masyarakat menengah ke bawah. Saat ini, para pelaku sektor riil yang dimaksud di atas, kebanyakan berada di wilayah kota besar di sekitar Jabodetabek, misalnya. Kita belum bicara para pelaku sektor riil yang ada di wilayah pedesaan atau di daerah.

Pemerintah dan perbankan harus mampu menyentuh hal ini agar kiranya perbankan juga perlu memikirkan produk-produk kredit yang ringan bagi pelaku usaha kecil, yang mampu menyentuh kebutuhan mendasar mereka. Paket kredit yang dimaksud itu antara lain bisa berupa kredit rumah tinggal bagi para pelaku-pelaku usaha kecil ini.

Artinya, perlu upaya ekstra agar implementasi kebijakan yang sudah ada maupun yang akan datang. mengupayakan agar adanya kemudahan bagi pelaku sektor riil atau para pelaku usaha kecil kita untuk dapat mengakses produk perbankan dalam mendorong pertumbuhan dan penguatan sektor riil maupun pemenuhan kebutuhan dasar hidup mereka. 

Sebab, indikator kesejahteraan bagi masyarakat sektor riil perkotaan maupun di pedesaan adalah keberlangsungan usaha (pekerjaan mereka) maupun ketersediaan rumah tinggal yang layak walau sederhana. Indikator lainnya berupa pendidikan dan kesehatan tentunya. Saat ini diperlukan adanya upaya ekstra guna menghilangkan beberapa hambatan utama yang berpotensi menghambat terhadap upaya akses keuangan kepada kelompok usaha kecil. Utamanya dalam memberikan edukasi, eligibilitas, dan meningkatkan awareness intermediasi perbankan terhadap masyakarat yang produktif, memudahkan akses channel dari masyarakat produktif kepada lembaga perbankan.

Dengan demikian, perbankan dapat mendorong keikutsertaan seluruh lapisan masyarakat dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan serta mengurangi tingkat kesenjangan di masyarakat. Dengan semangat kebersamaan dan kerja keras semua pemangku kepentingan, kita yakin konstribusi positif dari perbankan akan mendukung upaya pemberantasan kemiskinan dan mengurangi kesenjangan di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar