|
REPUBLIKA,
15 Mei 2013
Sektor
perbankan Indonesia pada akhir 2012 mencatat keuntungan yang cukup fantastis
dan signifikan di lingkup Asia Tenggara. Sudah hampir 5 (lima) tahun
sektor perbankan menuai keuntungan yang sangat fantastis. Namun, sayangnya
keuntungan yang begitu besar tersebut tidak tecermin lewat pertumbuhan sektor
riil di Indonesia. Hal ini mengisyaratkan bahwa saat ini perbankan kita baru solo winner karena belum mampu men-support sektor riil atau pelaku usaha
kecil yang ada saat ini.
Bahkan,
pertumbuhan keuntungan sektor perbankan saat ini lebih kepada sektor konsumsi
bagi masyarakat menengah ke atas. Artinya, perbankan kita secara kebijakan
tidak mendorong masyarakat untuk berusaha, namun lebih menjadi konsumtif. Sektor
perbankan saat ini hanya memberikan kredit ke usaha mikro, kecil, dan menengah
(UMKM) untuk pekerja sektor riil kita 20 persen saja. Padahal, kalau
dibandingkan Malaysia dan Thailand, mereka sampai 35 persen hingga 40 persen.
Dengan
kuota 20 persen yang tersedia itu pun perbankan kita belum mampu memenuhi kuota
20 persen yang telah disediakan. Keuntungan perbankan yang fantastis di Asia
Tenggara di satu sisi membanggakan, namun di sisi lainnya tidak tepat secara
kebijakan. Perlu sebuah langkah dan kebijakan agar sektor perbankan
betul-betul menggerakkan sektor riil. Mengingat 7 juta unit usaha kecil yang
ada adalah penyumbang pertumbuhan perekonomian bangsa ini.
Implementasi KUR Pemerintah pada tahun 2012 mengatakan total realisasi dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) dipastikan melampaui target tahun 2012, yang dipatok Rp 30 triliun. Kepastian ini bisa dilihat kare-na sampai pertengahan Desember 2012 penyaluran tersebut sudah mencapai Rp 31,623 triliun atau tercapai 105,4 persen.
Implementasi KUR Pemerintah pada tahun 2012 mengatakan total realisasi dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) dipastikan melampaui target tahun 2012, yang dipatok Rp 30 triliun. Kepastian ini bisa dilihat kare-na sampai pertengahan Desember 2012 penyaluran tersebut sudah mencapai Rp 31,623 triliun atau tercapai 105,4 persen.
Realisasi
KUR di Indonesia ini sangat relevan dengan upaya pemberantasan kemiskinan dan
mengurangi kesenjangan ekonomi di tengah masyarakat. Namun sangat disayangkan,
inklusi perbankan yang harusnya dapat menggerakkan le bih dari 7 juta unit
usaha mikro, kecil, dan menengah atau para pelaku usaha riil ini yang merupakan
mayoritas masyarakat kelas bawah, ternyata dalam implementasinya masih sangat
jauh dari harapan. Pada kenyataannya, performa industri kecil maupun sektor
riil lainnya tidak begitu tumbuh, namun terkesan mandek. Yang ada
adalah industri kecil kita saat ini masih banyak yang "megap-megap".
Para pelaku sektor riil dalam masyarakat kita saat ini adalah kebanyakan
orang-orang yang bekerja di sektor informal. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang
yang usaha rumahan, pedagang kaki lima, pedagang buah, pengrajin, dan para
pelaku usaha kecil lokal lainnya. Implementasi KUR berperan sentral dalam
menggerakkan usa- ha kecil yang mereka jalankan.
Cita-cita
untuk mendorong berkembangnya sektor riil sebagai tulang punggung dalam
mengentaskan kemiskinan masyarakat belum bisa diwujudkan dengan baik melalui
KUR. Tidak cukup hanya dari sisi KUR sebagai penopang modal bagi usaha kecil.
Permasalahan-permasalahan lainnya pun melengkapi mereka.
Misalnya
saja dari sisi pendampingan, pendidikan, kesehatan keluarga, sampai kepada
permasalahan kredit rumah tinggal bagi mereka pun menjadi permasalahan yang
utama. Di sinilah sebenarnya peran pemerintah dan perbankan. Para pelaku sektor
riil pada masyarakat kita kebanyakan belum memiliki rumah tinggal yang layak.
Rata-rata mereka hidup dengan cara mengontrak sampai hitungan bertahun-tahun
lamanya.
Padahal, mereka adalah para masyarakat produktif yang mendukung pertumbuhan
ekonomi dan bagian dari pemberantas kemiskinan hingga berkontribusi mengurangi
tingkat kesenjangan pada tatanan masyarakat menengah ke bawah. Saat ini, para
pelaku sektor riil yang dimaksud di atas, kebanyakan berada di wilayah kota
besar di sekitar Jabodetabek, misalnya. Kita belum bicara para pelaku sektor
riil yang ada di wilayah pedesaan atau di daerah.
Pemerintah
dan perbankan harus mampu menyentuh hal ini agar kiranya perbankan juga perlu
memikirkan produk-produk kredit yang ringan bagi pelaku usaha kecil, yang mampu
menyentuh kebutuhan mendasar mereka. Paket kredit yang dimaksud itu antara lain
bisa berupa kredit rumah tinggal bagi para pelaku-pelaku usaha kecil ini.
Artinya,
perlu upaya ekstra agar implementasi kebijakan yang sudah ada maupun yang akan
datang. mengupayakan agar adanya kemudahan bagi pelaku sektor riil atau para
pelaku usaha kecil kita untuk dapat mengakses produk perbankan dalam mendorong
pertumbuhan dan penguatan sektor riil maupun pemenuhan kebutuhan dasar hidup
mereka.
Sebab, indikator
kesejahteraan bagi masyarakat sektor riil perkotaan maupun di pedesaan adalah
keberlangsungan usaha (pekerjaan mereka) maupun ketersediaan rumah tinggal yang
layak walau sederhana. Indikator lainnya berupa pendidikan dan kesehatan
tentunya. Saat ini diperlukan adanya upaya ekstra guna menghilangkan beberapa
hambatan utama yang berpotensi menghambat terhadap upaya akses keuangan kepada
kelompok usaha kecil. Utamanya dalam memberikan edukasi, eligibilitas, dan meningkatkan
awareness intermediasi perbankan
terhadap masyakarat yang produktif, memudahkan akses channel dari masyarakat produktif kepada lembaga perbankan.
Dengan
demikian, perbankan dapat mendorong keikutsertaan seluruh lapisan masyarakat
dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan serta
mengurangi tingkat kesenjangan di masyarakat. Dengan semangat kebersamaan dan
kerja keras semua pemangku kepentingan, kita yakin konstribusi positif dari
perbankan akan mendukung upaya pemberantasan kemiskinan dan mengurangi
kesenjangan di Indonesia. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar