|
JAWA
POS, 03 Mei 2013
Menarik sekali berita utama Jawa Pos 30 April 2013, Susno Ejek Kejagung, dengan subjudul Diburu, Malah Muncul di YouTube. Ironisnya, melalui YouTube Komisaris Jenderal Polisi (pur) Susno
Duadji menyatakan terima kasih kepada Kapolda Jabar yang telah melaksanakan
fungsinya untuk pengayoman, perlindungan, dan pelayanan masyarakat kepada
dirinya.
Mengapa ironis? Pertama, sesuai dengan subjudul, sekarang Susno dengan status masuk daftar pencarian orang (DPO) masih punya nyali untuk tampil di media sosial. Lazimnya, orang dengan status DPO berusaha melatenkan diri atau menghilang, bahkan mungkin mengamuflasekan diri untuk tidak terlacak. Pesan apa yang hendak disampaikan Susno kepada publik?
Bisa jadi pesannya adalah Susno ingin menunjukkan jati dirinya sebagai pihak yang belum bisa menerima eksekusi atas putusan hukum yang inkracht (berkekuatan hukum tetap) terkait dengan kasus korupsi. Dia ingin mencuri perhatian dan simpati publik bahwa dirinya berada dalam pihak yang masih memperjuangkan hak-hak hukumnya. Barulah bila itu sudah terpenuhi, dia akan mematuhi hukum. Sudut pandang yang demikian, dalam konteks penghargaan atas perbedaan pendapat, tentu harus diberi ruang.
Kedua, Polda Jabar berada dalam posisi yang kurang diuntungkan atas munculnya Susno di YouTube dengan ucapan terima kasihnya. Itu bisa dimaknai oleh publik bahwa seakan-akan Polda Jabar memberikan keistimewaan atau privilege kepada Susno, yang notabene mantan petinggi Polri. Meskipun, secara yuridis tindakan untuk melindungi warga negara menjadi kewenangan polisi sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 4 UU Nomor 2/2002 tentang Polri.
Perkembangan ke depan, adanya koordinasi jaksa agung dengan Kapolri memunculkan komitmen kedua pihak untuk bersinergi dalam pelaksanaan eksekusi, menjadi hal yang ditunggu titik akhirnya. Akankah dengan fungsi intelijen yang mampu mendeteksi keberadaan seorang yang masuk DPO, baik kejaksaan maupun Polri bisa mengeksekusi Susno? Sebab, bila berlarut-larut, apalagi tidak bisa tereksekusi, akan muncul skeptisisme, apatisme, dan semakin menurunnya kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di negeri ini.
Terlepas dari substansi putusan yang dianggap cacat hukum oleh pihak Susno, sebagai mantan pejabat publik, bahkan namanya juga sudah terdaftar sebagai calon legislator dari sebuah parpol, butuh keteladanan dari Susno. Bila dengan lapang hati Susno mau menghadapinya dengan legawa, tidak perlu sembunyi-sembunyi muncul ke publik atau menyerahkan diri, bisa saja terjadi kontra persepsi dari publik. Publik berubah menjadi bersimpati dan menunggu upaya hukum apa atau argumentasi apa yang bisa diterima publik atas keyakinan telah terjadi cacat hukum pada putusan yang mendasari eksekusi dirinya.
Stigma Negatif DPO
Melarikan diri dari eksekusi kemudian dimasukkan DPO atau buron merupakan stigma negatif atas status hukum seseorang. Bisa memunculkan persepsi yang kurang menguntungkan. Padahal, saya yakin bahwa pihak Susno tidak menginginkan hal itu. Dia ingin clear menghadapi putusan yang menurutnya cacat hukum itu. Bila diibaratkan, apakah nasi sudah menjadi bubur? Tidak, untuk memunculkan persepsi positif dalam konteks keteladanan pada publik, Susno masih mempunyai celah. Keteladanan pejabat publik ketika berhadapan dengan hukum menjadi sebuah keniscayaan dalam membangun penghargaan atas hukum di negeri ini.
Keteladanan pejabat publik ketika berhadapan dengan hukum sejatinya bisa dijadikan cermin pada penghargaan atas hukum. Selama ini yang terbaca oleh publik, ketika pejabat publik berhadapan dengan hukum, dia mendapat banyak imunitas dan privilege (kekebalan dan keistimewaan).
Di depan media elektronik masih menunjukkan performance of non innocence (tampilan tak bersalah), berdebat dengan dalil-dalil yang menyesatkan serta jauh dari perasaan bersalah. Sebuah keadaan yang sangat kontradiktif bila kalangan bawah yang berhadapan dengan hukum. Dia diborgol meski hanya mencuri seekor ayam, dia menggunakan baju seragam tahanan, dan dia menunduk dengan wajah penuh penyesalan.
Mungkin Susno bisa menjadi pionir keteladanan itu, mumpung belum keburu tertangkap oleh jaksa eksekutor dan Polri yang mem-back up dirinya. Bagaimanapun, kita jangan lupa bahwa Susno pernah berjasa banyak. Jangan sampai karena hiruk pikuk itu, kita melupakan Susno Duadji saat menjadi whistle-blower yang mengantarkan Gayus Tambunan cs masuk ke balik jeruji besi serta terkuaknya skandal mafia perpajakan dan mafia hukum. ●
Mengapa ironis? Pertama, sesuai dengan subjudul, sekarang Susno dengan status masuk daftar pencarian orang (DPO) masih punya nyali untuk tampil di media sosial. Lazimnya, orang dengan status DPO berusaha melatenkan diri atau menghilang, bahkan mungkin mengamuflasekan diri untuk tidak terlacak. Pesan apa yang hendak disampaikan Susno kepada publik?
Bisa jadi pesannya adalah Susno ingin menunjukkan jati dirinya sebagai pihak yang belum bisa menerima eksekusi atas putusan hukum yang inkracht (berkekuatan hukum tetap) terkait dengan kasus korupsi. Dia ingin mencuri perhatian dan simpati publik bahwa dirinya berada dalam pihak yang masih memperjuangkan hak-hak hukumnya. Barulah bila itu sudah terpenuhi, dia akan mematuhi hukum. Sudut pandang yang demikian, dalam konteks penghargaan atas perbedaan pendapat, tentu harus diberi ruang.
Kedua, Polda Jabar berada dalam posisi yang kurang diuntungkan atas munculnya Susno di YouTube dengan ucapan terima kasihnya. Itu bisa dimaknai oleh publik bahwa seakan-akan Polda Jabar memberikan keistimewaan atau privilege kepada Susno, yang notabene mantan petinggi Polri. Meskipun, secara yuridis tindakan untuk melindungi warga negara menjadi kewenangan polisi sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 4 UU Nomor 2/2002 tentang Polri.
Perkembangan ke depan, adanya koordinasi jaksa agung dengan Kapolri memunculkan komitmen kedua pihak untuk bersinergi dalam pelaksanaan eksekusi, menjadi hal yang ditunggu titik akhirnya. Akankah dengan fungsi intelijen yang mampu mendeteksi keberadaan seorang yang masuk DPO, baik kejaksaan maupun Polri bisa mengeksekusi Susno? Sebab, bila berlarut-larut, apalagi tidak bisa tereksekusi, akan muncul skeptisisme, apatisme, dan semakin menurunnya kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di negeri ini.
Terlepas dari substansi putusan yang dianggap cacat hukum oleh pihak Susno, sebagai mantan pejabat publik, bahkan namanya juga sudah terdaftar sebagai calon legislator dari sebuah parpol, butuh keteladanan dari Susno. Bila dengan lapang hati Susno mau menghadapinya dengan legawa, tidak perlu sembunyi-sembunyi muncul ke publik atau menyerahkan diri, bisa saja terjadi kontra persepsi dari publik. Publik berubah menjadi bersimpati dan menunggu upaya hukum apa atau argumentasi apa yang bisa diterima publik atas keyakinan telah terjadi cacat hukum pada putusan yang mendasari eksekusi dirinya.
Stigma Negatif DPO
Melarikan diri dari eksekusi kemudian dimasukkan DPO atau buron merupakan stigma negatif atas status hukum seseorang. Bisa memunculkan persepsi yang kurang menguntungkan. Padahal, saya yakin bahwa pihak Susno tidak menginginkan hal itu. Dia ingin clear menghadapi putusan yang menurutnya cacat hukum itu. Bila diibaratkan, apakah nasi sudah menjadi bubur? Tidak, untuk memunculkan persepsi positif dalam konteks keteladanan pada publik, Susno masih mempunyai celah. Keteladanan pejabat publik ketika berhadapan dengan hukum menjadi sebuah keniscayaan dalam membangun penghargaan atas hukum di negeri ini.
Keteladanan pejabat publik ketika berhadapan dengan hukum sejatinya bisa dijadikan cermin pada penghargaan atas hukum. Selama ini yang terbaca oleh publik, ketika pejabat publik berhadapan dengan hukum, dia mendapat banyak imunitas dan privilege (kekebalan dan keistimewaan).
Di depan media elektronik masih menunjukkan performance of non innocence (tampilan tak bersalah), berdebat dengan dalil-dalil yang menyesatkan serta jauh dari perasaan bersalah. Sebuah keadaan yang sangat kontradiktif bila kalangan bawah yang berhadapan dengan hukum. Dia diborgol meski hanya mencuri seekor ayam, dia menggunakan baju seragam tahanan, dan dia menunduk dengan wajah penuh penyesalan.
Mungkin Susno bisa menjadi pionir keteladanan itu, mumpung belum keburu tertangkap oleh jaksa eksekutor dan Polri yang mem-back up dirinya. Bagaimanapun, kita jangan lupa bahwa Susno pernah berjasa banyak. Jangan sampai karena hiruk pikuk itu, kita melupakan Susno Duadji saat menjadi whistle-blower yang mengantarkan Gayus Tambunan cs masuk ke balik jeruji besi serta terkuaknya skandal mafia perpajakan dan mafia hukum. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar