Jumat, 10 Mei 2013

Kebebasan Pers Kita


Kebebasan Pers Kita
Eko Maryadi ;  Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen
KOMPAS, 10 Mei 2013



Hari Kebebasan Pers Sedunia yang jatuh pada 3 Mei lalu diperingati UNESCO dan Pemerintah Kosta Rika di San Jose, 2-4 Mei.
Tahun ini merupakan tahun ke-20 sejak 3 Mei ditetapkan sebagai Hari Kebebasan Pers Sedunia dalam Sidang Majelis Umum PBB 1993 setelah menyerap hasil Kongres UNESCO (1991). Peringatan ini merupakan momen memberi tahu warga dunia ihwal pelanggaran kebebasan pers di dunia. Suatu pengingat bahwa di sejumlah negara banyak media disensor, diancam, atau dibredel; wartawan dilecehkan, diteror, diserang, dipenjara, dan dibunuh.
Irak adalah negara paling mematikan bagi wartawan dalam 10 tahun terakhir ini. Data Committee to Protect Journalists (CPJ), organisasi perlindungan wartawan yang berbasis di New York, mencatat 151 wartawan terbunuh sejak 1992 sampai 2012. Di posisi kedua ialah Pakistan: lebih dari 95 wartawan terbunuh dalam 10 tahun terakhir; tak satu pelaku pembunuhan pun ditangkap atau diadili. Di Somalia, 50 wartawan terbunuh (1992-2012).
Menurut CPJ, dalam empat bulan pertama 2013, 15 wartawan terbunuh di sejumlah negara saat bertugas: tujuh orang terbunuh di Suriah, di Pakistan (3), di Somalia (2), di Brasil (2), dan seorang wartawan tewas di Turki. Di luar itu banyak wartawan di sejumlah negara diintimidasi, diteror, diserang, dipenjarakan, terutama di negara yang kurang ramah terhadap kebebasan pers, seperti Iran, Tunisia, Mesir, Suriah, Korea Utara, dan Kuba.
Bagaimana dengan Indonesia? Data Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyebutkan, sampai April 2013 sekurangnya 14 kasus kekerasan terhadap wartawan dan kantor media di beberapa da- erah. Yang terbaru, Maret 2013, penyerangan kantor TVRI Gorontalo oleh sekelompok massa pendukung calon wali kota yang kalah dalam pilkada, serta pembakaran kantor harian Palopo Pos dan kantor harian Fajar di Palopo, Sulawesi Selatan, juga oleh massa pendukung kandidat pilkada.
Meningkat pada 2014
Jumlah kekerasan diprediksi meningkat hingga Pemilu 2014. Kantor media dan wartawan berpotensi jadi target serangan mengingat keterlibatan wartawan memberitakan kasus pemilu. Kecenderungan naiknya angka kekerasan bisa dilihat dari data kekerasan AJI tiga tahun terakhir, 51 kasus (2010), 49 (2011), dan 55 (2012), meliputi serangan fisik, teror dan intimidasi, penyanderaan, perampasan alat liputan, serta pengusiran dan pelecehan.
Kebebasan pers di Indonesia tak seburuk di Irak, Pakistan, atau Somalia. Malah Indonesia dinilai sebagai negara berbebas media di Asia Tenggara, sejajar dengan Filipina, Timor Leste, dan Thailand. Meski demikian, Indonesia bukannya tak punya potensi jadi negara berbahaya bagi jurnalis. Dalam kasus pembunuhan wartawan, AJI mencatat dari 12 kasus kematian jurnalis, hanya satu kasus yang berhasil diungkap aparat penegak hukum dan pelakunya dihukum sesuai dengan KUHP: pembunuhan terhadap wartawan Radar Bali Anak Agung Prabangsa (2009).
Berikut profil singkat wartawan yang ”menyumbangkan” nyawa bagi kebebasan pers di Indonesia (1996-2010).
(1996) Fuad Muhammad Syafruddin alias Udin (32), wartawan Bernas Yogyakarta, meninggal pada 16 Agustus. Tiga hari sebelumnya, ia diserang dan diania- ya orang tak dikenal di rumahnya di Bantul. Udin kerap menulis berita kritis tentang kebijakan Orde Baru dan terakhir menulis dugaan korupsi yang melibatkan bupati Bantul saat itu.
(1997) Naimullah, wartawan Sinar Pagi di Kalimantan Barat, tewas pada 25 Juli. Ada dugaan kematiannya terkait berita, tetapi tak ada penyidikan atau penyelidikan oleh kepolisian.
(1999) Agus Mulayawan (26), pembantu koresponden dan fixer Indonesia untuk Asia Press (Jepang), tewas ditembak milisi Timor Timur di dekat Los Palos, 25 September. Jenazah ditemukan di dasar Sungai Verukoco, Apikuru, Kabupaten Lautem, 26 September, bersama delapan mayat.
(2003) Muhammad Jamaluddin (juru kamera TVRI Aceh) ditemukan tewas pada 17 Juni dengan berbagai dugaan. Ada yang mengatakan ia dibunuh kelompok GAM, ada yang menuduh aparat TNI di Aceh yang menculiknya karena motif tertentu.
(2003) Sori Ersa Siregar (52), wartawan RCTI, tewas saat meliput konflik Aceh. Pada 1 Juli, Ersa dan juru kamera Ferry Santoro dilaporkan hilang di Kuala Langsa. Empat hari kemudian, mobil Kijang yang mereka pakai ditemukan di Langsa. Pada 29 Desember, baku tembak pasukan TNI dengan GAM di Kuala Maniham, Simpang Ulim, yang menjadi hari kematian Ersa Siregar.
(2005) Elyudin Telambanua, wartawan Berita Sore, korespon- den Pulau Nias, Sumatera Utara. Para saksi dan keluarga mengatakan Elyudin diculik sekelompok orang tak dikenal di Teluk Dalam, 24 Agustus, setelah memberitakan kecurangan pilkada di Kabupaten Nias Selatan. Elyudin hilang dan keluarga tak pernah melihat jasadnya.
(2006) Herliyanto, wartawan Jember News dan pembantu lepas Radar Surabaya di Probolinggo. Herliyanto ditemukan tewas pada 29 April di hutan jati Probolinggo. Polisi memastikan kematian Herliyanto terkait pemberitaan korupsi anggaran pembangunan oleh mantan kepala Desa Tulupari dan berhasil menangkap tersangka pembunuhnya. Pengadilan Negeri Sido- arjo membebaskan dua pelaku sebab tak cukup bukti dan satu tersangka dianggap gila.
(2009) Anak Agung Narendra Prabangsa, wartawan Radar Bali, tewas di Pelabuhan Padang Bai, 16 Februari. Aparat Polda Bali yang mendapat informasi dan tekanan dari komunitas pers menangkap 10 tersangka terkait pemberitaan kasus korupsi dana pendidikan yang melibatkan keluarga bupati Bangli. Para pelaku akhirnya divonis penjara seumur hidup oleh PN Denpasar dengan hukuman maksimum.
(2010) Muhammad Syaifullah (43), kepala Biro Kompas Kalimantan Timur, meninggal di rumahnya di Balikpapan, 26 Juli. Polisi mengatakan, ia meninggal karena sakit. Namun, informasi independen menyebutkan, ia mati diracun oleh mereka yang tak menyukai beritanya di Kompas tentang rusaknya hutan di Kalimantan oleh mafia kayu.
(2010) Ardiansyah Matrais, wartawan Tabloid Jubi/Merauke TV, tewas pada 29 Juli di Gudang Arang, Sungai Maro, Merauke, Papua, dengan penuh luka. Polres Merauke yakin Ardi tewas tenggelam. Tak ada penyelidikan lebih lanjut soal ini.
(2010) Alfrets Mirulewan tewas di Pelabuhan Pulau Kisar, Maluku Tenggara Barat, 18 Agustus. Alfrets, Pemred tabloid Pelangi, bersama Leksi Kikilay menginvestigasi kelangkaan BBM di Kisar yang diduga melibatkan aparat. Polisi menyatakan Alfrets dibunuh, tetapi semua tersangka mencabut BAP.
[2010] Ridwan Salamun, kontributor Sun TV di Tual, Maluku Tenggara, tewas dikeroyok sekelompok warga saat meliput bentrokan warga kompleks Banda Eli melawan warga Dusun Mangun, Desa Fiditan, Kota Tual, 20 Agustus. Hakim PN Tual membebaskan para tersangka karena tekanan massa. Saodah, istri almarhum, kini menunggu keputusan kasasi MA.
Tema umum Hari Kebebasan Pers Sedunia 2013 ”Aman untuk Berbicara: Memastikan Kebebasan Berpendapat di Semua Media”. Kasus kekerasan terhadap jurnalis dan kantor media cenderung berulang dan sejauh ini hampir tak ada cara efektif yang bisa menghentikan ancaman terhadap jurnalis dan menurunkan kebebasan pers secara umum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar