|
TEMPO.CO,
13 Mei 2013
MAHKAMAH Agung Amerika Serikat
baru-baru ini mulai membahas kasus yang menyoroti suatu persoalan yang sangat
problematik mengenai hak kekayaan intelektual. Mahkamah harus menjawab
pertanyaan berikut ini: Bisakah gen manusia dipatenkan? Dengan kata lain,
pantaskah seseorang diberi hak, katakan, menguji apakah Anda punya gen yang
menunjukkan probabilitas di atas 50 persen bahwa Anda seorang wanita yang bakal
terjangkit kanker payudara.
Bagi mereka yang tidak mengenal
seluk-beluk hak kekayaan intelektual, jawabannya jelas: tidak. Anda
pemilik gen Anda sendiri. Suatu perusahaan mungkin memiliki kekayaan
intelektual yang mendasari suatu tes genetik dan, karena penelitian serta
pengembangan yang diperlukan untuk mengembangkan tes itu menelan biaya cukup
besar, perusahaan itu berhak mengenakan biaya untuk melakukan tes tersebut.
Tapi suatu perusahaan yang
berkantor pusat di Utah, Myriad Genetics, mengklaim hak yang lebih luas. Ia
mengklaim punya hak atas setiap tes yang dilakukan untuk mengetahui adanya dua
gen kritis yang berkaitan dengan kanker payudara—dan telah dengan keras
memberlakukan hak itu, walaupun tes yang mereka lakukan tersebut tidak sebaik
yang dilakukan Yale University dengan biaya yang lebih rendah.
Konsekuensinya
tragis: tes yang menyeluruh dan terjangkau yang mengungkapkan
risiko yang dihadapi seorang pasien bisa menyelamatkan nyawanya. Menghalangi
dilakukannya tes semacam ini bisa menghilangkan nyawa seseorang. Myriad merupakan
contoh perusahaan di Amerika yang menempatkan laba di atas semua nilai lainnya,
termasuk nilai nyawa manusia itu sendiri.
Kasus ini sangat memilukan. Ekonom
umumnya berbicara mengenai trade-offs: hak kekayaan intelektual
yang lemah, demikian argumentasinya, merusak insentif berinovasi. Ironisnya,
penemuan Myriad ini, bagaimanapun juga, bakal terjadi berkat upaya
internasional dengan dana publik untuk memecahkan rahasia semua genom manusia
sebagai pencapaian sains modern yang luar biasa. Manfaat untuk masyarakat dari
penemuan yang sedikit lebih dulu oleh Myriad ini dikerdilkan oleh bahaya yang
dikenakannya demi mengejar laba yang tidak sepantasnya.
Ada pengakuan yang semakin kuat
bahwa paten, seperti yang dirancang sekarang, tidak hanya mengenakan ongkos
sosial yang luar biasa besarnya, tapi juga tidak membantu memaksimalkan
inovasi—seperti yang ditunjukkan oleh paten gen yang diklaim Myriad. Bukankah
Myriad bukan penemu teknologi yang digunakannya untuk menganalisis gen
tersebut? Jika teknologi ini telah dipatenkan, Myriad mungkin tidak akan
menemukan apa yang ditemukannya itu. Monopoli penggunaan paten yang telah
didaftarkannya itu menghambat pengembangan tes yang lebih baik dan lebih akurat
oleh pihak lain dalam mendeteksi adanya gen tersebut. Persoalannya sederhana:
semua penelitian bertumpu pada penelitian sebelumnya. Sistem paten yang
dirancang dengan buruk, seperti yang ada sekarang, bisa menghambat penelitian
berikutnya.
Itulah sebabnya mengapa kita tidak
mengizinkan adanya paten untuk pengetahuan-pengetahuan dasar di bidang
matematika. Dan inilah sebabnya mengapa penelitian menunjukkan bahwa mematenkan
gen sebenarnya mengurangi kemungkinan ditemukannya pengetahuan baru
mengenai gen: masukan paling penting dalam penemuan-penemuan baru
terletak pada pengetahuan sebelumnya yang terlambat oleh adanya paten.
Untungnya, apa yang mendorong
kemajuan paling signifikan dalam penemuan-penemuan baru bukan laba yang
dikejar, melainkan pengejaran pengetahuan itu sendiri. Ini berlaku pada semua
pengetahuan dan inovasi—DNA, transistor, laser, Internet, dan seterusnya.
Kasus yang terjadi di Amerika itu
sudah menunjukkan bahaya monopoli berbasis paten, yaitu korupsi. Dengan harga
yang jauh melampaui ongkos produksi, ada laba besar yang diperoleh dengan membujuk
perusahaan farmasi, rumah sakit, atau doktor untuk bergeser ke produk-produk
yang Anda hasilkan.
Baru-baru ini jaksa distrik bagian
selatan New York menuduh raksasa farmasi Swiss Novartis melakukan hal itu
dengan memberikan sogokan, honorarium, dan manfaat-manfaat lainnya kepada para
doktor—persis apa yang dijanjikan tidak akan dilakukannya ketika ia
menyelesaikan kasus serupa di pengadilan tiga tahun yang lalu. Menurut
kalkulasi Public Citizen, dalam suatu kelompok advokasi di Amerika saja industri
farmasi telah membayar miliaran dolar akibat keputusan pengadilan dan
penyelesaian sengketa finansial antara perusahaan farmasi, pemerintah federal,
dan negara bagian.
Sayangnya, Amerika bahkan mendesak
diberlakukannya rezim kekayaan intelektual di seluruh dunia. Rezim seperti ini
akan membatasi akses negara-negara miskin dalam memperoleh pengetahuan yang
mereka butuhkan untuk pembangunan negeri mereka—dan akan menutup pintu obat
generik yang bisa menyelamatkan nyawa ratusan juta orang yang tidak mampu
membeli obat dengan harga monopoli perusahan farmasi.
Persoalan ini akhirnya menjadi bahasan dalam sidang Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Kesepakatan WTO mengenai kekayaan intelektual yang disebut TRIPS awalnya mengharapkan diberikannya “kelonggaran-kelonggaran” bagi 48 negara miskin, di mana pendapatan rata-rata per kapita per tahun rakyatnya di bawah US$ 800. Kesepakatan awal sangat jelas: WTO akan memberi “kelonggaran-kelonggaran” ini atas permintaan negara-negara miskin tersebut. Sementara negara-negara itu sekarang sudah menyampaikan permintaan tersebut, Amerika dan Eropa tampaknya enggan memenuhinya.
Hak kekayaan intelektual itu merupakan aturan yang kita ciptakan—dan yang seyogianya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tapi rezim kekayaan intelektual yang tidak seimbang telah menyebabkan terjadinya inefisiensi, termasuk monopoli laba dan tidak dimaksimalkannya penggunaan pengetahuan yang diperoleh, yang menghambat inovasi. Dan, seperti ditunjukkan pada kasus Myriad, ia bahkan bisa mengakibatkan hilangnya nyawa yang sebenarnya tidak perlu terjadi.
Rezim kekayaan intelektual yang diberlakukan di Amerika—dan rezim yang diberlakukan dengan bantuan Amerika di seluruh dunia melalui kesepakatan TRIPS—tidak seimbang. Kita semua berharap, dengan keputusan yang diambilnya dalam kasus Myriad, Mahkamah Agung Amerika bakal memberikan sumbangan pada terciptanya kerangka yang lebih wajar dan lebih manusiawi. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar