Sabtu, 11 Mei 2013

Generasi Layar Sentuh


Generasi Layar Sentuh
Harjito ;  Dosen IKIP PGRI Semarang
SUARA MERDEKA, 10 Mei 2013


BAGAIMANA kita mesti menyebut generasi sekarang? Generasi ujian nasional, atau generasi Kebangkitan Nasional? Ada yang menyebut genroid. Saya menyebutnya generasi layar sentuh, suatu generasi yang sangat akrab dengan tablet dan ponsel.

Ada beberapa alasan yang mendasari. Di manakah kita bisa menemukan tempat orang yang tidak mengutak-atik tablet atau ponsel? Kapankah kita dapat merefleksi diri tanpa diganggu nada panggil? Jam berapakah kita mampu meninggalkan nada dering? Saya tidak yakin mampu menjawab tuntas pertanyaan sederhana pada zaman serbacepat dan bergegas ini.

Dengan memegang tablet atau ponsel, seseorang merasa lebih penting. Ia terlihat sangat sibuk dengan pekerjaan yang mesti segera diselesaikan. Suara panggilan, dering pesan pendek, BBM, mengirim dan menerima email, nada pengingat, dan masih banyak yang dirasa perlu untuk ''ditunjukkan'' kepada orang lain. 

Memang secara fisik hadir di sebuah tempat, tetapi pikiran mengembara ke tempat lain. Di ruang seminar, rapat, sidang, kuliah, bahkan di kamar tidur pun masih asyik ber-SMS, bertelepon, atau mengontak individu lain. Ibaratnya, istri, suami, atau anak kita sesungguhnya adalah ponsel atau tablet.  

Di sisi lain, wilayah yang jauh didekatkan dengan isu yang sama melalui jejaring sosial semisal  Facebook atau Twitter. Dampak yang dahsyat dari generasi layar sentuh dapat dirunut dalam beberapa peristiwa, yaitu koin Prita, beberapa kejadian yang berkaitan dengan KPK, kemenangan Jokowi-Ahok, termasuk kejatuhan Bupati Garut Aceng H Fikri. 
Ada beberapa penyebab ponsel atau tablet sedemikian akrab dengan generasi sekarang.  Pertama; bentuk dan ukuran yang beragam dan mudah dibawa ke mana saja. Kedua; meskipun mudah ditenteng, perangkat itu berkemampuan luar biasa; makin cepat dan cerdas. Ketiga; bisa menjadi aksesoris, mode, untuk menunjukkan kelas sosial. 

Keempat; manusia adalah makhluk hidup yang kesepian. Guna membunuh kesepian, mereka senang berkumpul, bercengkerama, dan butuh makhluk lain. Beberapa orang dan budaya melampiaskan kesendirian, kemudian akrab dengan binatang piaraan, sekaligus hobi yang menghibur. 

Kelima; manusia adalah makhluk hidup yang suka bermain. Ponsel  atau tablet adalah sebuah hasil teknologi yang mampu memenuhi kebutuhan bermain manusia dengan fasilitas game, browsing, radio, musik, merekam gambar sekaligus gambar bergerak dan suara. Semuanya dianggap dapat membenamkan kesepian manusia. 

Binatang cukup merepotkan alias ribet jika hendak ditenteng saat bepergian. Ditinggal pun masih membutuhkan perawatan, air, makanan, atau yang lain.  Tanaman juga tidak bisa dibawa ke mana-mana meskipun harganya selangit. 
Di sinilah tempat ponsel dan tablet. Ia menyeruak, mengisi ceruk yang dibutuhkan manusia yang makin lama makin kesepian. Kita membutuhkan alat bermain-main, berkelana di dunia maya, dan tetap konek dengan orang lain, sekaligus mampu sebagai alat aktualisasi diri atau penunjuk kelas sosial.

Ciri Kebersamaan

Tapi paling tidak ada dua hal yang perlu dicermati berkaitan kedekatan dan keakraban generasi ini dengan tablet atau ponsel. Pertama; pornogragi dan kedua; individualitas. 

Banyak film khusus dewasa yang beredar melalui ponsel atau tablet. Kejadian tersebut bukan hanya di kota besar seperti Jakarta, tetapi juga merambah ke kota-kota kecil. Juga, ditemukan foto bugil atau komik yang hanya pantas ditonton orang dewasa. 

Kemerebakan pornografi dikarenakan dua hal. Pertama, banyak dari kita yang masih gagap teknologi sehingga tidak tahu dan tidak menyadari direkamnya kejadian yang kurang pantas. Kedua; sebagian yang melek teknologi justru bermain-main dan iseng merekamnya. Yang  kurang disadari acap hasil rekaman atau foto tadi dengan mudah tersebar luas. 

Kebersamaan telah menjadi ciri masyarakat kita. Kebersamaan berwujud kerja bakti, ronda malam, membesuk orang sakit, atau lainnya. Kebersamaan itu tidak hilang sama sekali namun kualitasnya berkurang karena terpecah oleh kehadiran teknologi. Hal ini berbeda dari kehadiran televisi yang justru merekatkan tradisi bersama keluarga yang biasanya diletakkan di ruang keluarga   

Ponsel atau tablet menjadi magnet yang sangat kuat atas tangan dan pikiran kita yang tiba-tiba berubah tidak bisa dikendalikan. Kehadiran fisik mitratutur yang dulu sangat dirindukan, justru kini dikalahkah.  

Acap kita melihat banyak orang asyik menjawab atau mengirim SMS sambil mengendarai motor atau mengemudikan mobil. Saya pernah menyaksikan seorang menyeberang jalan raya yang ramai sambil asyik memencet-mencet ponsel. Ia lebih sayang handphone dibandingkan nyawa. Rupanya, masyarakat tidak lagi peduli pada nyawa diri sendiri, apalagi peduli kepada keselamatan publik. 

Inilah sebagian kecil wajah generasi layar sentuh yang perlu menjadi catatan. Perhatian dan pendampingan orang tua menjadi kebutuhan yang tidak bisa dihindarkan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar