Sabtu, 04 Mei 2013

Babak Akhir Susno


Babak Akhir Susno
Muhammad Yusuf ;  Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
REPUBLIKA, 03 Mei 2013


Sosok mantan kabareskrim Polri Komjenpol (Purn) Susno Duadji yang mucul dan memberikan pernyataan di Youtube 29 April 2013 adalah kesalahan besar. Sejatinya hal tersebut dilakukan dengan maksud agar mendapatkan simpati dari masyarakat. Justru yang terjadi sebaliknya, hal tersebut mendulang antipati dari berbagai lapisan.

Kejaksaan Agung telah resmi menetapkan terpidana korupsi Komjenpol (Purn) Susno Duadji masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) alias buron.
Mantan kabareskrim Polri itu hingga kini tidak diketahui keberadaannya dan dalam pencarian pihak kejaksaan.

Susno menyatakan dirinya tidak dapat dieksekusi dengan berbagai alasan. Pertama, dia menyatakan putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasinya tidak mencantumkan perintah penahanan sebagaimana diisyaratkan Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP, dan Putusan Mahkamah Agung sama sekali tidak mencantumkan bahwa dia dihukum penjara. Alasan kedua, Susno menilai bahwa Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta cacat hukum karena salah dalam menuliskan nomor Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Berdasarkan argumen itu, Susno menganggap kasusnya telah selesai.

Pemahaman tersebut adalah kekeliruan sangat fatal. Pasal 197 KUHAP tidak bisa dibaca secara parsial atau ditafsirkan secara tersendiri. Ketentuan pasal tersebut harus juga melihat ketentuan lainnya dalam KUHAP khususnya yang mengatur penahanan dan putusan pengadilan. Oleh sebab itu, sebelum memaknai pengertian penahanan dalam Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP, lihat dulu ketentuan Pasal 193 KUHAP di mana pasal tersebut membahas tentang putusan pengadilan yang menjatuhkan pidana atau membebaskan terdakwa. Pasal ini berada dalam satu bab dan satu bagian dengan Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP yaitu Bab XVI tentang pemeriksaan di sidang pengadilan, bagian keempat tentang pembuktian dan putusan dalam acara pemeriksaan biasa. Hal senada juga diatur dalam Pasal 242 KUHAP.

Dalam Pasal 193 KUHAP tidak menjadikan kata atau perintah penahanan menjadi suatu syarat mutlak atau suatu keharusan, melainkan bersifat pilihan.
Pasal 193 ayat (2) huruf a dan b, tertulis kata `dapat'. Hal ini menunjukkan bahwa hakim dalam putusannya mempunyai kewenangan untuk memutuskan apakah terdakwa ditahan atau tidak. 

Akan menjadi sangat aneh jika dalam Putusan PN Jakarta Selatan dalam perkara Susno tersebut dicantumkan kata perintah supaya terdakwa ditahan, karena sebelum putusan itu diucapkan, masa penahanan terdakwa di tingkat pemerikaan sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah habis dan mengakibatkan terdakwa harus keluar dari tahanan demi hukum. Dengan demikian, di dalam putusan PN Jakarta Selatan tersebut tidak mungkin dicantumkan kata-kata perintah supaya terdakwa ditahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP. 

Sebelumnya, Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa Putusan MK tentang putusan pemidanaan yang tidak memenuhi Pasal 197 KUHAP khususnya huruf k terkait perintah pemidanaan memang tidak batal demi hukum. MK juga memutuskan untuk menghapuskan huruf k dari Pasal 197 ayat (1) KUHAP, dan menetapkan bahwa rumusan dari ayat 2 dari Pasal 197 itu tidak mencantumkan lagi huruf k. 

Muncullah kemudian dualisme hukum dan sekaligus ketidakpastian hukum dan hal ini berdampak pada setiap putusan perkara yang tidak memuat amar sebagaimana tersebut dalam pasal 197 ayat (1) huruf k. Pertanyaannya, apakah kita rela melepaskan kembali para pelaku kejahatan yang sudah terbukti di persidangan dan sangat jelas merugikan banyak kalangan dan merugikan masyarakat hanya gara-gara atau disebabkan pendapat perseorangan tersebut?

Ada beberapa solusi, menurut penulis, yang harus segera diambil untuk mengatasi masalah ini. Mahkamah Agung sebagai lembaga yang melahirkan putusan akhir dari suatu proses peradilan hendaknya segera mengeluarkan fatwa atau surat edaran yang berlaku yang menegaskan bahwa pasal 197 huruf k tidak perlu ada dalam putusan MA. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa Pasal 197 KUHAP tidak bisa dibaca dan diartikan secara parsial atau ditafsirkan secara tersendiri. Pasal tersebut harus dipahami dengan juga melihat ketentuan lainnya dalam KUHAP di antaranya menyangkut Pasal 193 dan Pasal 242 KUHAP.

Tanpa harus menunggu adanya fatwa atau surat edaran dari MA yang berlaku umum (sebelum dan sesudah putusan MK terkait Pasal 197 KUHAP khususnya huruf k terkait perintah penahanan), kejaksaan tidak perlu ragu untuk mengeksekusi Susno. Putusan pengadilan hanya bisa dibatalkan oleh putusan pengadilan lain yang lebih tinggi. 

Kejaksaan memiliki dasar kuat untuk melakukan eksekusi terhadap terpidana Susno dengan beberapa alasan. Pertama adalah putusan MA sebagai judex juris bersifat eksekutorial sehingga tidak perlu mencantumkan perintah terdakwa ditahan. Jika sudah diputus di tingkat kasasi, status hukum dan sebutannya bukan terdakwa lagi melainkan sudah terpidana. Dengan demikian, tidak relevan menggunakan kata penahanan melainkan lebih tepat menggunakan kata eksekusi sehingga Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP tidak lagi diterapkan di dalam putusan MA.

Alasan kedua adalah Putusan MK nomor 69/PUU-X/2012. Putusan ini merupakan pengujian atas Pasal 197 (1) huruf k oleh H Parlin Riduansyah di mana MK dalam putusannya menolak permohonan pemohon keseluruhannya. Dalam pertimbangannya hakim menyatakan bahwa secara materiil-substantif kualifikasi imperatif atau mandatori Pasal 197 ayat (1) KUHAP tidak dapat dikatakan setingkat, terlebih lagi jika membacanya dikaitkan dengan pasal-pasal lain.

Alasan berikutnya yaitu harus menjadi prinsip bahwa siapa pun yang bersalah harus dihukum. Hal ini juga sejalan dengan teori progresif yang dikemukakan oleh Prof Satjipto Rahardjo yang mengatakan bahwa hukum itu untuk manusia, bukan manusia untuk hukum. Adapun mengenai argumentasi hukum dari Pasal 197 KUHAP sebagai salah satu kaidah hak formal yang harus mengawal penerapan hukum materiil tidak dapat dijadikan sebagai alasan untuk tidak mengeksekusi terpidana Susno. Seluruh rangkaian dalam proses penegakan hukum tersebut sudah dilalui dengan baik dan juga benar. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar