|
MEDIA INDONESIA, 10 Mei 2013
DULU, Indonesia pernah memiliki
kalangan muda sebagai pejuang dan pemikir yang menumbuhkan kesadaran kebangsaan
dan hak-hak kemanusiaan di kalangan rakyat Indonesia untuk memperoleh
kemerdekaan. Mereka mendorong semangat rakyat melalui pikir, ucap, dan laku
dalam berjuang membebaskan negeri ini dari penindasan kolonialis.
Kini, era sudah berganti. `Peradaban' pemuda beralih ke
ranah media sosial. Memang, zaman kini berbeda dengan era bambu runcing dan era
mendengar informasi hanya dari radio. Seiring dengan era diplomasi dan
komunikasi yang sudah mengalami perubahan luar biasa dan memutarbalikkan zaman,
media sosial dan wadah interaksi lainnya sudah jauh lebih maju.
Kebangkitan dari
asrama
Asrama pemuda pernah menjadi tempat menyatunya spirit kaum
muda. Itu menjadi tempat pembahasan mengenai Indonesia bertumpahruah, merebut
kemerdekaan, ataupun meruntuhkan rezim diktator. Di asrama-asrama itu, kaum
muda menyatu kan kesadaran, seperti apa zaman yang akan mereka hadapi. Semangat
zamannya jelas, hendak ke mana arah dan tujuannya. Mereka, para pemuda itu,
membangun gerakan dan mendiskusikan format perjuangan melalui basis
asrama-asrama untuk berbagai golongan pemuda.
Saat itu ada tiga asrama terkenal dalam sejarah kemerdekaan
yang memiliki semangat zaman dan berperan besar dalam melahirkan sejumlah tokoh
nasional. Ada Asrama Angkatan Baru Indonesia (Menteng 31), Asrama Fakultas
Kedokteran atau Asrama Prapatan 10, dan Asrama Cikini 71. Di ketiga asrama itu,
dalam catatan Taufik Rahzen (2007), kaum muda menggelar diskusi dengan tema
bagaimana dan seperti apa konsep negara Indonesia. Mereka sampai membicarakan
bentuk negara. Salah satu sesi diskusi yang paling banyak dikenang ialah ketika
Mohammad Hatta diminta berceramah mengenai visi kenegaraannya di Deutsches
Haus, Gambir Barat (Jl Merdeka Barat sekarang).
Bung Hatta mengutarakan bentuk statenbond (sederhananya
bentuk negara federal) sebagai yang paling cocok bagi negara Indonesia yang
luas dan punya keragaman etnik yang begitu kaya. Poin itu pula yang kembali
diui tarakan Bung Hatta pada t sidang-sidang BPUPKI sebelum akhirnya
`dikalahkan' bentuk negara kesatuan yang diperjuangkan dengan gigih oleh
Soepomo dan Soekarno.
Konon, tokoh pergerakan dalam Asrama Menteng 31 itu, antara
lain, Chairul Saleh dan Sukarni. Mereka merupakan angkatan muda 1945 yang
bersejarah, yang pada saat itu terpaksa menculik dan mendesak Soekarno dan
Hatta agar secepatnya memproklamasikan kemerdekaan. Peristiwa itu kemudian
dikenal dengan Peristiwa Rengasdengklok. Selain Sukarni dan Chairul Saleh, ada
Maruto Nitimihardjo, Adam Malik, Pandu Kartawiguna, DN Aidit, Armunanto, MH
Lukman, dan AM Hanafi.
Masih menurut Taufik Rahzen, berbeda dengan Menteng 31,
Asrama Prapatan 10 dihuni mahasiswa dari latar belakang menengah ke atas yang
kesehariannya menggunakan bahasa Belanda dengan pandangan sosial demokrat
mereka. Asrama Prapatan 10 dipimpin Sutan Sjahrir, Johar Nur, Syarif Thayeb,
Darwis, dan Ari Soedewo. Selain itu, asrama mahasiswa lainnya ada di Jalan
Cikini yang ditempati Chaerul Saleh, Johar Nur, dan Kusnandar cs.
Ada juga Asrama Indone sia Merdeka yang didirikan dengan
tujuan mengimbangi Angkatan Darat dalam menarik pemuda. Pada akhir 1944,
berdiri organisasi bernama Angkatan Muda yang dalam konferensinya menghasilkan
beberapa resolusi, antara lain, pertama, seluruh golongan harus dipersatukan
dan disentralisasi di bawah satu pimpinan tunggal. Kedua, kemerdekaan Indonesia
harus diwujudkan secepat mungkin.
Para pemuda Menteng 31 dan Cikini 7 serta Prapatan 10 itu
lah yang kelak banyak mengisi posisi-posisi penting dalam tubuh pemerintahan Indonesia,
KNIP, ataupun militer. Angkatan muda itu pula yang menjadi aktor peristiwa
Rengasdengklok yang (harus diakui) menjadi bagian tak terpisahkan dari lahirnya
Proklamasi 17 Agustus 1945. Barangkali cukup banyak asrama pemuda lain yang
memiliki spirit zaman yang sama dalam era penindasan yang sama dan memiliki
motif politik yang sama, baik pada zaman penjajah maupun tatkala orde baru
berkuasa.
Abad media sosial
Barangkali, kini sulit ditemukan asrama-asrama pemuda yang
menjadi tempat yang melahirkan tokoh pergerakan, sebagai titik mula melakukan
gerakan melawan penindasan zaman. Pertanyaannya, zaman apa yang akan mereka
lawan? Perubahan apa yang akan mereka lakukan?
Dengan menilik semangat pemuda yang merupakan bagian
penting dalam melahirkan sebuah zaman baru, tak bisa lepas dari pengaruh
perubahan politik, sosial, ekonomi, dan budaya dalam sebuah negara, pemuda Indonesia
cenderung telah masuk ke budaya konsumerisme, hedonisme, dan kurang peka dengan
apa yang terjadi di masyarakat. Mereka tak memiliki motif yang jelas dan luas
dalam konteks menentukan tujuan semangat zaman seperti apa yang akan
diciptakan.
Cultural movement pemuda biasanya membuat berbagai macam kegiatan yang
terlihat dalam bentuk komunitas-komunitas tertentu. Tujuan dan bentuk
komunitas-komunitas itu berbeda bila dilihat dari latar belakang terbentuknya.
Ada yang terbentuk atas dasar sosial, budaya, ekonomi, pendidikan, bahkan
politik. Komunitas-komunitas tersebut merupakan respons yang terjadi akibat
ketidakmenentuan zaman.
Seyogianya, dalam teori semangat zaman (zeitgeist = the spirit of the time), di
suatu komunitas atau opini publik, memang zaman sudah matang untuk timbulnya
pandanganpandangan baru yang akhirnya menjadi tren zaman dan tokoh-tokoh pemuda
baru justru dilahirkan semangat zaman tersebut. Yang pasti, itu bukan tren dan
semangat zaman tentang tokoh muda atau kaum muda yang korupsi.
Sejatinya, semangat zaman kaum muda hari ini melahirkan
pandangan jauh ke depan untuk memahami tujuan dan arah gerakan bangsa ini di
masa yang akan datang. Kini, harapan terletak pada generasi baru di Republik
ini yang kelak akan membawa semangat zaman yang juga baru. Generasi yang mampu
mengubah negeri ini menjadi lebih baik dan bermutu. Generasi muda yang gagasan
dan gerakannya menggetarkan dan menggema di dunia sehingga negeri ini menjadi
lebih bermartabat dan beradab. Tentunya, getaran dan gemanya tak hanya dari
Twitter dan Facebook, atau gema berita tentang korupsi yang dilakukan kalangan
muda Indonesia. Wallahualam. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar