Subak, Sebuah
Republik Kecil
Sunaryono Basuki Ks ; Satrawan, Tinggal di Singaraja
|
KOMPAS,
29 Agustus 2012
Penetapan sistem subak di Bali sebagai warisan budaya dunia
tentu bukan tak terduga, apalagi mengada-ada. Tidak hanya menjadi obyek turisme
dan studi ilmiah—politis, antropologis, dan sosiologis—subak juga sistem
tradisional yang langsung dan tak langsung mempertahankan Bali sebagai kesatuan
etnik yang bertahan-berkembang hingga kini.
Sistem pengairan yang diatur
subak, organisasi pengairan desa di Bali, juga membuat Bali sebagai gudang
beras. Belakangan, kondisi ironis terjadi, ketika banyak lahan pertanian
dikonversi menjadi lahan perumahan oleh para pengembang.
Konversi ini tidak hanya
berbahaya bagi keberlanjutan sistem subak dan swasembada beras Bali, tetapi
pada akhirnya juga sistem kekerabatan dan kemasyarakatan Bali yang berkait
langsung/tidak dengan Subak.
Berkeliling Bali, pengunjung
tak hanya disuguhi kesenian yang lekat dengan kehidupan orang Bali, tetapi juga
persawahan indah, berteras-teras. Air dan pengaturan adalah kuncinya. Subak
mengambil peran pengaturan itu.
Subak adalah masyarakat
kerja sama pertanian, semacam dewan air yang mengontrol pembagian air yang adil
kepada para anggotanya. Air diakui sebagai harta atau berkah milik bersama.
Setiap orang berhak memanfaatkan atau mendapatkan haknya, tetapi harus
mempertimbangkan hak orang lain.
Subak menjamin petani gurem
tak kekurangan air, mengawasi bendungan secara efektif, sehingga orang asing
tak mengalihkan/mencuri air warga.
Dr Korn menyebut kesatuan
tertutup masyarakat desa Bali yang mencukupi diri itu sebagai republik. Gagasan
masyarakat Yunani kuno dengan republik ternyata masih hidup di Bali. Tak
seperti Republik Indonesia yang besar, bermasalah, dan sulit menerapkan hukum
langsung pada anggotanya, masyarakat desa Bali dengan kesederhanaan justru
menjadi representasi republik sejati.
Van Erder menuliskan
realitas orang Bali yang bersandar pada kekuatan adat desa, di mana sistem
pengairan diterapkan ketat untuk kepentingan semua pihak, termasuk dimensi
keagamaan yang jadi acuan utama penyelesaian etis semua pertikaian.
Semua itu bermuara pada
sikap budaya dan filosofi orang Bali yang terkait dengan alam ini, termasuk
kekuatan-kekuatan inhuman di dalamnya. Pada situasi itulah kegiatan sosial,
spiritual, dan kultural berlangsung terpadu. Dalam ritual-ritual keagamaannya
yang ketat, misalnya, orang Bali tetap menjalankan aktivitas artistiknya tanpa
henti.
Demokrasi Tradisional
Setiap lelaki yang sudah
menikah menjadi anggota dewan desa dan punya satu suara pada pertemuan desa.
Pada malam bulan purnama, warga berkumpul di bale agung, balai pertemuan dewan
desa. Setiap anggota punya tempat, dan yang berhalangan hadir tempatnya
dibiarkan kosong.
Jamuan makan dilakukan
bersama para leluhur yang diundang hadir. Leluhur menempati mahligai kayu yang
ditinggikan, dan anggota dewan dapat berdiskusi mengenai masalah desa dengan
tenang. Upacara ini contoh jelas dari makna organisasi sosial desa, yang dalam
pengertian modern bisa disebut politik.
Kalau rapat DPR dimulai
pembacaan doa yang mungkin tak berkesan, rapat dewan desa benar-benar dirasakan
”ditemani” para leluhur sehingga tak bisa sesuka hati. Anggota dewan desa dan
tetuanya tak menerima gaji yang meluputkan mereka dari bentuk korupsi. Inilah
bentuk pemerintahan tradisional sesungguhnya yang demokratis, merepresentasikan
nilai-nilai ideal demokrasi yang dibayangkan siapa pun, di mana pun.
Pada demokrasi tradisional
itu, hukum berlaku bagi pelanggar dengan mekanisme unik. Pelanggar aturan berat
mendapat sanksi terberat: dikucilkan dari desa. Warga yang dibuang itu dianggap
mati. Ini bukan saja azab sangat berat, tetapi juga meniadakan eksistensi
seseorang. Tamat riwayatnya.
Pada bagian lain, pencuri
akan dipermalukan dengan mengaraknya berkeliling kota berikut barang curiannya,
diiringi tetabuhan. Hukuman ini sangat keras sehingga menimbulkan efek jera dan
ketakutan bagi siapa pun.
Namun, itu lebih banyak
diterapkan sebelum merdeka. Kini di beberapa wilayah saja. Andai itu diterapkan
di banyak tempat, termasuk korupsi. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar