Minggu, 02 September 2012

Subak, Sebuah Republik Kecil


Subak, Sebuah Republik Kecil
Sunaryono Basuki Ks ;  Satrawan, Tinggal di Singaraja
KOMPAS, 29 Agustus 2012


Penetapan sistem subak di Bali sebagai warisan budaya dunia tentu bukan tak terduga, apalagi mengada-ada. Tidak hanya menjadi obyek turisme dan studi ilmiah—politis, antropologis, dan sosiologis—subak juga sistem tradisional yang langsung dan tak langsung mempertahankan Bali sebagai kesatuan etnik yang bertahan-berkembang hingga kini.

Sistem pengairan yang diatur subak, organisasi pengairan desa di Bali, juga membuat Bali sebagai gudang beras. Belakangan, kondisi ironis terjadi, ketika banyak lahan pertanian dikonversi menjadi lahan perumahan oleh para pengembang.
Konversi ini tidak hanya berbahaya bagi keberlanjutan sistem subak dan swasembada beras Bali, tetapi pada akhirnya juga sistem kekerabatan dan kemasyarakatan Bali yang berkait langsung/tidak dengan Subak.

Berkeliling Bali, pengunjung tak hanya disuguhi kesenian yang lekat dengan kehidupan orang Bali, tetapi juga persawahan indah, berteras-teras. Air dan pengaturan adalah kuncinya. Subak mengambil peran pengaturan itu.

Subak adalah masyarakat kerja sama pertanian, semacam dewan air yang mengontrol pembagian air yang adil kepada para anggotanya. Air diakui sebagai harta atau berkah milik bersama. Setiap orang berhak memanfaatkan atau mendapatkan haknya, tetapi harus mempertimbangkan hak orang lain.

Subak menjamin petani gurem tak kekurangan air, mengawasi bendungan secara efektif, sehingga orang asing tak mengalihkan/mencuri air warga.

Dr Korn menyebut kesatuan tertutup masyarakat desa Bali yang mencukupi diri itu sebagai republik. Gagasan masyarakat Yunani kuno dengan republik ternyata masih hidup di Bali. Tak seperti Republik Indonesia yang besar, bermasalah, dan sulit menerapkan hukum langsung pada anggotanya, masyarakat desa Bali dengan kesederhanaan justru menjadi representasi republik sejati.

Van Erder menuliskan realitas orang Bali yang bersandar pada kekuatan adat desa, di mana sistem pengairan diterapkan ketat untuk kepentingan semua pihak, termasuk dimensi keagamaan yang jadi acuan utama penyelesaian etis semua pertikaian.

Semua itu bermuara pada sikap budaya dan filosofi orang Bali yang terkait dengan alam ini, termasuk kekuatan-kekuatan inhuman di dalamnya. Pada situasi itulah kegiatan sosial, spiritual, dan kultural berlangsung terpadu. Dalam ritual-ritual keagamaannya yang ketat, misalnya, orang Bali tetap menjalankan aktivitas artistiknya tanpa henti.

Demokrasi Tradisional

Setiap lelaki yang sudah menikah menjadi anggota dewan desa dan punya satu suara pada pertemuan desa. Pada malam bulan purnama, warga berkumpul di bale agung, balai pertemuan dewan desa. Setiap anggota punya tempat, dan yang berhalangan hadir tempatnya dibiarkan kosong.

Jamuan makan dilakukan bersama para leluhur yang diundang hadir. Leluhur menempati mahligai kayu yang ditinggikan, dan anggota dewan dapat berdiskusi mengenai masalah desa dengan tenang. Upacara ini contoh jelas dari makna organisasi sosial desa, yang dalam pengertian modern bisa disebut politik.

Kalau rapat DPR dimulai pembacaan doa yang mungkin tak berkesan, rapat dewan desa benar-benar dirasakan ”ditemani” para leluhur sehingga tak bisa sesuka hati. Anggota dewan desa dan tetuanya tak menerima gaji yang meluputkan mereka dari bentuk korupsi. Inilah bentuk pemerintahan tradisional sesungguhnya yang demokratis, merepresentasikan nilai-nilai ideal demokrasi yang dibayangkan siapa pun, di mana pun.

Pada demokrasi tradisional itu, hukum berlaku bagi pelanggar dengan mekanisme unik. Pelanggar aturan berat mendapat sanksi terberat: dikucilkan dari desa. Warga yang dibuang itu dianggap mati. Ini bukan saja azab sangat berat, tetapi juga meniadakan eksistensi seseorang. Tamat riwayatnya.

Pada bagian lain, pencuri akan dipermalukan dengan mengaraknya berkeliling kota berikut barang curiannya, diiringi tetabuhan. Hukuman ini sangat keras sehingga menimbulkan efek jera dan ketakutan bagi siapa pun.

Namun, itu lebih banyak diterapkan sebelum merdeka. Kini di beberapa wilayah saja. Andai itu diterapkan di banyak tempat, termasuk korupsi.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar