‘Religi’ dalam
Kaca TV
Sinansari Ecip ; Mantan
Wartawan, Pengurus Harian MUI
|
REPUBLIKA,
22 September 2012
Apa
yang kita saksikan di layar TV selama bulan Ramadhan yang baru lewat? Memang
tidak ada angka kuantitatif tentang isi semua tayangan TV di dalam Ramadhan. TV
telah berperan penting di dalam kehidupan meskipun sisi negatifnya tidak bisa
ditutupi.
Bertahun-tahun
lawakan selalu tampil dominan bahkan sampai masuk ke ranah dakwah di layar
kaca. TV mempunyai fungsi menghibur tapi dengan hiburan yang sehat tidak
sekadar haha-hihi. Jangan sampai
lawakan lebih menonjol ketimbang isi dakwah itu sendiri. Jangan sampai terkesan
bahwa stasiun TV hanya memanfaatkan momentum Ramadhan dari tahun ke tahun.
Komisi
Penyiaran Indonesia Pusat (KPIP) secara kuantitatif telah mencermati isi
tayangan semua stasiun TV yang bersiaran dari Jakarta. Khusus untuk Ramadhan,
hasilnya ditampilkan bersama pencermatan yang dilakukan oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI). Sebelum KPIP berdiri, MUI telah mencermati tayangan Ramadhan
secara kualitatif, kemudian disebarkan melalui jumpa pers. Beberapa tahun
terakhir, jumpa pers diselenggarakan bersama oleh MUI, KPIP, dan Kemkominfo.
Tim
MUI masih menemukan beberapa program yang terindikasi tidak relevan dengan
semangat dan jiwa Ramadhan meskipun menggunakan nama program yang bertalian
dengan Ramadhan. Momentum Ramadhan telah disalahgunakan oleh program yang
dipenuhi lawakan vulgar, adegan dan dialog yang melecehkan sesama, merendahkan,
memperolok, serta memaki-maki.
Selain
itu, beberapa dai ikut larut dalam suasana tayangan yang dikuasai oleh
lawakannya. Untuk sebagian dai menaburkan kata-kata dan gerakan yang memancing
tawa pemirsa. Mereka ikut berjoget dan tertawa-tawa. Isi pesan tayangan tidak
atau kurang diutamakan.
Sebenarnya,
masyarakat memerlukan tayangan dengan pesan Islam yang menyejukkan,
mengarahkan, dan menuntun. Karena dominasi lawakan, kedamaian tidak didapat.
Arah tayangan menjadi kurang jelas dan kabur. Orang merindukan tampilnya sosok
HAMKA yang dulu selalu ditunggu-tunggu dalam tayangan TVRI. Orang juga
merindukan contoh yang diberikan oleh Zainudin MZ, yang dingin menusuk karena
kritiknya mengena diselingi canda tanpa dia ikut bercanda.
Jangan
ada yang marah jika orang mengatakan, Ramadhan sengaja hanya dipakai untuk
membungkus tayangan yang isinya cuma candaan.
Ramadhan digunakan untuk mendorong konsumerisme masyarakat dan tanpa menyadari
bahwa fungsi media yang terpenting adalah mendidik.
Sebenarnya,
kita semua adalah penguasa frekuensi. Frekuensi disewakan kepada pengelola TV.
Waktu sewanya hanya 10 tahun, dapat diperpanjang. Manakala mereka mengajukan
perpanjangan izin sewa, daftar kesalahan mereka akan dibuka untuk penilaian.
Apresiasi
Ditemukan
sejumlah program siaran dan beberapa TV yang mengedepankan tayangan konstruktif
dan kondusif bagi ibadah Ramadhan. Mereka patut diberi apresiasi dan
penghargaan. Beberapa di antaranya, dicantumkam secara khusus di bawah ini.
Disajikan
serial “Omar“ (Umar bin Khattab), tiap pukul 04.00 (MNC TV). Film kolosal dari
TV Qatar ini menampilkan sirah Nabi Muhammad SAW dilihat dari sudut pandang
Umar bin Khattab. Lebih menarik lagi, serial sejarah “Omar“ dibiarkan dengan
dialog asli dalam bahasa Arab (dan teks bahasa Indonesia) hingga nuansa Timur
Tengahnya lebih bisa dinikmati.
Ditayangkan
“Musafir“ (Trans 7, setiap hari pukul 04.30). Program dokumenter berdurasi 30
menit ini memperkenalkan negara-negara yang menjadi pusat penyebaran Islam pada
awal kelahirannya. Program ini dilengkapi gambaran kehidupan zaman dulu untuk
memudahkan penyampaian informasi.
Dua
TV berita menampilkan tayangan menarik. TVOne, program “Radio Show Sahur“
(02.00-04.30 WIB) dipandu Ali Muchtar Ngabalin, menarik disimak.
Metro TV menayangkan serangkaian acara bermutu, “Tafsir Al Misbah“ bersama M Quraisy Shihab (03.00-04.00 WIB), “Sukses Syariah“ (04.00-04.30 WIB), “Inspirasi Ramadhan“ (04.30-05.00 WIB), “Ensiklopedia Islam“ (16.00-16.30 WIB), “Oase Ramadhan“ (16.30-17.00 WIB), sampai “Cahaya Hati“ (17.00-18.00 WIB).
Metro TV menayangkan serangkaian acara bermutu, “Tafsir Al Misbah“ bersama M Quraisy Shihab (03.00-04.00 WIB), “Sukses Syariah“ (04.00-04.30 WIB), “Inspirasi Ramadhan“ (04.30-05.00 WIB), “Ensiklopedia Islam“ (16.00-16.30 WIB), “Oase Ramadhan“ (16.30-17.00 WIB), sampai “Cahaya Hati“ (17.00-18.00 WIB).
Dua
stasiun TV besar menunjukkan kreativitasnya. Sinetron, “Tukang Bubur Naik Haji“
(RCTI), mengandung muatan dakwah, edukasi, sekaligus hiburan yang berarti. SCTV
menawarkan program “Smash Ngabuburit“, “Mutiara Hati“, “Sabarrr“, “Para Pencari
Tuhan“, dan “Insya Allah Ada Jalan“ memenuhi kualifikasi tontotan sekaligus
tuntunan. Di Metro TV, komedi “Humor Sahur“ (02.30 03.00), yang menghadirkan
Chandra Malik, Prie GS, dan Sujiwo Tejo, layak ditonton. Dialognya mendalam,
tapi segar jenaka. Refleksinya berbobot.
Berbeda dengan komedi pada umumnya, acara ini bisa menjadi model komedi
berkelas. Tapi sayang, selipan pelecehan tak juga terhindar. Pada 24 Juli 2012,
salah satu pembawa acara mengeluarkan katakata merendahkan, “Silakan orang
miskin bertanya.“ Terdapat kalimat tidak pantas, “Allah menciptakan kita
manusia untuk main-main, ngapain kita serius-serius.“
Rating dan momentum
Tanpa
riset yang mendalam, dimengerti bila ada simpulan beberapa tayangan Ramadhan
mendapat rating yang tinggi. Dengan
rating tinggi, tarif iklannya juga tinggi. Itulah yang diharapkan pemilik
stasiun TV.
Rating
dilakukan oleh perusahaan Amerika Serikat bernama Nielsen. Hasilnya sangat
dipercaya oleh pengelola media, para produsen barang/jasa, serta biro iklan.
Seolah-olah Nielsen pemegang monopoli dalam menghitung jumlah penonton sesuatu
tayangan TV.
Sebetulnya,
hasil survei Nielsen tidak boleh dijadikan alat generalisasi.
Surveinya dilakukan di 10 kota, yang menerima semua tayangan TV swasta, yang
bersiaran dari Jakarta. Hasilnya, tidak boleh dan tidak dapat digeneralisasikan
kepada seluruh penduduk Indonesia, dengan melibatkan penduduk di desa-desa.
Salah
kaprah telah terjadi. Tayangan yang ditonton masyarakat kota seolaholah (dipaksakan)
juga menjadi tontonan yang disenangi masyarakat desa. Maka, iklan-iklan tentang
produk perkotaan menyerbu desa-desa. Terjadilah konsumerisme di desa-desa. Ini
luar biasa karena terjadi “penjajahan“ terhadap penduduk desa oleh stasiun TV.
Menurut
Menkominfo Tifatul Sembiring, pihaknya bekerja sama dengan perguruan tinggi
sedang mempersiapkan semacam “tandingan“ Nielsen. Dananya sudah tersedia.
Mudah-mudahan dalam waktu dekat sudah dapat dilaksanakan hingga Nielsen
mempunyai mitra-tanding.
Untuk bulan-bulan Ramadhan yang akan datang,
tampilkan tayangan relegi bermutu. Momentum Ramadhan sebagai bulan muhasabah
(introspeksi) dapat mengundang kesadaran dunia penyiaran (terutama TV) agar
turut ambil bagian dalam proses pengembangan bangsa ini, jangan sebaliknya. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar