Senin, 24 September 2012

‘Religi’ dalam Kaca TV


‘Religi’ dalam Kaca TV
Sinansari Ecip ;  Mantan Wartawan, Pengurus Harian MUI
REPUBLIKA, 22 September 2012


Apa yang kita saksikan di layar TV selama bulan Ramadhan yang baru lewat? Memang tidak ada angka kuantitatif tentang isi semua tayangan TV di dalam Ramadhan. TV telah berperan penting di dalam kehidupan meskipun sisi negatifnya tidak bisa ditutupi.

Bertahun-tahun lawakan selalu tampil dominan bahkan sampai masuk ke ranah dakwah di layar kaca. TV mempunyai fungsi menghibur tapi dengan hiburan yang sehat tidak sekadar haha-hihi. Jangan sampai lawakan lebih menonjol ketimbang isi dakwah itu sendiri. Jangan sampai terkesan bahwa stasiun TV hanya memanfaatkan momentum Ramadhan dari tahun ke tahun.

Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPIP) secara kuantitatif telah mencermati isi tayangan semua stasiun TV yang bersiaran dari Jakarta. Khusus untuk Ramadhan, hasilnya ditampilkan bersama pencermatan yang dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sebelum KPIP berdiri, MUI telah mencermati tayangan Ramadhan secara kualitatif, kemudian disebarkan melalui jumpa pers. Beberapa tahun terakhir, jumpa pers diselenggarakan bersama oleh MUI, KPIP, dan Kemkominfo.

Tim MUI masih menemukan beberapa program yang terindikasi tidak relevan dengan semangat dan jiwa Ramadhan meskipun menggunakan nama program yang bertalian dengan Ramadhan. Momentum Ramadhan telah disalahgunakan oleh program yang dipenuhi lawakan vulgar, adegan dan dialog yang melecehkan sesama, merendahkan, memperolok, serta memaki-maki.

Selain itu, beberapa dai ikut larut dalam suasana tayangan yang dikuasai oleh lawakannya. Untuk sebagian dai menaburkan kata-kata dan gerakan yang memancing tawa pemirsa. Mereka ikut berjoget dan tertawa-tawa. Isi pesan tayangan tidak atau kurang diutamakan.

Sebenarnya, masyarakat memerlukan tayangan dengan pesan Islam yang menyejukkan, mengarahkan, dan menuntun. Karena dominasi lawakan, kedamaian tidak didapat. Arah tayangan menjadi kurang jelas dan kabur. Orang merindukan tampilnya sosok HAMKA yang dulu selalu ditunggu-tunggu dalam tayangan TVRI. Orang juga merindukan contoh yang diberikan oleh Zainudin MZ, yang dingin menusuk karena kritiknya mengena diselingi canda tanpa dia ikut bercanda.

Jangan ada yang marah jika orang mengatakan, Ramadhan sengaja hanya dipakai untuk membungkus tayangan yang isinya cuma candaan.
 
Ramadhan digunakan untuk mendorong konsumerisme masyarakat dan tanpa menyadari bahwa fungsi media yang terpenting adalah mendidik.

Sebenarnya, kita semua adalah penguasa frekuensi. Frekuensi disewakan kepada pengelola TV. Waktu sewanya hanya 10 tahun, dapat diperpanjang. Manakala mereka mengajukan perpanjangan izin sewa, daftar kesalahan mereka akan dibuka untuk penilaian.

Apresiasi

Ditemukan sejumlah program siaran dan beberapa TV yang mengedepankan tayangan konstruktif dan kondusif bagi ibadah Ramadhan. Mereka patut diberi apresiasi dan penghargaan. Beberapa di antaranya, dicantumkam secara khusus di bawah ini.

Disajikan serial “Omar“ (Umar bin Khattab), tiap pukul 04.00 (MNC TV). Film kolosal dari TV Qatar ini menampilkan sirah Nabi Muhammad SAW dilihat dari sudut pandang Umar bin Khattab. Lebih menarik lagi, serial sejarah “Omar“ dibiarkan dengan dialog asli dalam bahasa Arab (dan teks bahasa Indonesia) hingga nuansa Timur Tengahnya lebih bisa dinikmati.

Ditayangkan “Musafir“ (Trans 7, setiap hari pukul 04.30). Program dokumenter berdurasi 30 menit ini memperkenalkan negara-negara yang menjadi pusat penyebaran Islam pada awal kelahirannya. Program ini dilengkapi gambaran kehidupan zaman dulu untuk memudahkan penyampaian informasi.

Dua TV berita menampilkan tayangan menarik. TVOne, program “Radio Show Sahur“ (02.00-04.30 WIB) dipandu Ali Muchtar Ngabalin, menarik disimak.
Metro TV menayangkan serangkaian acara bermutu, “Tafsir Al Misbah“ bersama M Quraisy Shihab (03.00-04.00 WIB), “Sukses Syariah“ (04.00-04.30 WIB), “Inspirasi Ramadhan“ (04.30-05.00 WIB), “Ensiklopedia Islam“ (16.00-16.30 WIB), “Oase Ramadhan“ (16.30-17.00 WIB), sampai “Cahaya Hati“ (17.00-18.00 WIB).

Dua stasiun TV besar menunjukkan kreativitasnya. Sinetron, “Tukang Bubur Naik Haji“ (RCTI), mengandung muatan dakwah, edukasi, sekaligus hiburan yang berarti. SCTV menawarkan program “Smash Ngabuburit“, “Mutiara Hati“, “Sabarrr“, “Para Pencari Tuhan“, dan “Insya Allah Ada Jalan“ memenuhi kualifikasi tontotan sekaligus tuntunan. Di Metro TV, komedi “Humor Sahur“ (02.30 03.00), yang menghadirkan Chandra Malik, Prie GS, dan Sujiwo Tejo, layak ditonton. Dialognya mendalam, tapi segar jenaka. Refleksinya berbobot.
 
Berbeda dengan komedi pada umumnya, acara ini bisa menjadi model komedi berkelas. Tapi sayang, selipan pelecehan tak juga terhindar. Pada 24 Juli 2012, salah satu pembawa acara mengeluarkan katakata merendahkan, “Silakan orang miskin bertanya.“ Terdapat kalimat tidak pantas, “Allah menciptakan kita manusia untuk main-main, ngapain kita serius-serius.“

Rating dan momentum

Tanpa riset yang mendalam, dimengerti bila ada simpulan beberapa tayangan Ramadhan mendapat rating yang tinggi. Dengan rating tinggi, tarif iklannya juga tinggi. Itulah yang diharapkan pemilik stasiun TV.

Rating dilakukan oleh perusahaan Amerika Serikat bernama Nielsen. Hasilnya sangat dipercaya oleh pengelola media, para produsen barang/jasa, serta biro iklan. Seolah-olah Nielsen pemegang monopoli dalam menghitung jumlah penonton sesuatu tayangan TV.
Sebetulnya, hasil survei Nielsen tidak boleh dijadikan alat generalisasi.
 
Surveinya dilakukan di 10 kota, yang menerima semua tayangan TV swasta, yang bersiaran dari Jakarta. Hasilnya, tidak boleh dan tidak dapat digeneralisasikan kepada seluruh penduduk Indonesia, dengan melibatkan penduduk di desa-desa.

Salah kaprah telah terjadi. Tayangan yang ditonton masyarakat kota seolaholah (dipaksakan) juga menjadi tontonan yang disenangi masyarakat desa. Maka, iklan-iklan tentang produk perkotaan menyerbu desa-desa. Terjadilah konsumerisme di desa-desa. Ini luar biasa karena terjadi “penjajahan“ terhadap penduduk desa oleh stasiun TV.

Menurut Menkominfo Tifatul Sembiring, pihaknya bekerja sama dengan perguruan tinggi sedang mempersiapkan semacam “tandingan“ Nielsen. Dananya sudah tersedia. Mudah-mudahan dalam waktu dekat sudah dapat dilaksanakan hingga Nielsen mempunyai mitra-tanding.

Untuk bulan-bulan Ramadhan yang akan datang, tampilkan tayangan relegi bermutu. Momentum Ramadhan sebagai bulan muhasabah (introspeksi) dapat mengundang kesadaran dunia penyiaran (terutama TV) agar turut ambil bagian dalam proses pengembangan bangsa ini, jangan sebaliknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar