Pidato Memukau
Budiarto Shambazy ; Wartawan Senior Kompas
|
KOMPAS,
08 September 2012
Konvensi Nasional Demokrat
di Charlotte, North Carolina, Amerika Serikat, 4-6 September, menggelorakan
semangat (fire up) partai menghadapi
pemilihan umum presiden pada November mendatang. Harapannya, konvensi kelak
merebut suara dari kelompok independen/undecided
voters.
Satu-satunya alasan Demokrat
berada di atas angin karena pidato memukau Michelle Obama, Bill Clinton, Wakil
Presiden Joe Biden, dan Presiden Barack Obama. Tak pelak lagi, pidato mereka
membuat Konvensi Nasional Republik di Tampa, Florida, 27-30 Agustus, menjadi
hambar.
Sudah berbulan-bulan
Demokrat berada di atas angin karena berbagai jajak pendapat selalu
mengunggulkan Obama di atas calon presiden dari Republik, Mitt Romney (65).
Keunggulan itu menjadi lebih mutlak setelah konvensi di Charlotte.
Romney berupaya memperkuat
diri dengan memilih anggota DPR muda, Paul Ryan (42), sebagai calon wakil
presiden. Akan tetapi, saat konvensi belum begitu tampak firing
up yang diharapkan.
Salah satu argumen mengapa
Romney diduga sukar mengalahkan Obama karena keterpilihan dia terbatas. Dari
sosoknya, Romney dinilai sebagai orang yang terlalu biasa alias datar-datar
saja.
Ia tidak secerdas dan kurang
konservatif seperti Newt Gingrich, misalnya. Romney memang pernah menjabat
sebagai Gubernur Massachusetts, tetapi lebih bercitra sebagai pengusaha jutawan
yang dianggap kurang prorakyat.
Sebagai calon presiden dari
Republik, Romney ”memanjakan” segelintir orang kaya saja, antara lain
menjanjikan pemotongan dan keringanan pajak. Ia penganut kapitalisme
murni/ekonomi pasar dengan mengurangi drastis peran pemerintah.
Jika terpilih, ia akan
menjegal Obamacare, program jaminan
kesehatan bagi sekitar 60 persen rakyat. Ini langkah kurang populer karena
Obama justru tercatat sebagai presiden pertama dalam sejarah yang berhasil
melakukannya.
Bagi Romney dan Republik, Obamacare dianggap sebagai redistribusi
kekayaan yang mengkhianati kapitalisme/individualisme. Padahal, Obamacare bukan program sosialisme,
melainkan prakarsa penting untuk menyejahterakan rakyat.
Pengalaman dan pemahaman
internasional Romney dianggap kurang. Misalnya saja, ia keceplosan menyebut
Rusia sebagai musuh bebuyutan sehingga menimbulkan sinisme dari masyarakat
bahwa ia masih hidup di era Perang Dingin.
Berbeda dengan Obama yang
sudah mengakhiri perang di Irak dan sebentar lagi menarik pasukan dari
Afganistan. Apabila Romney bertekad menambah persenjataan jika terpilih, Obama
lebih cenderung meningkatkan diplomasi global.
Pendek kata, duet
Obama-Biden berada di atas angin karena mereka, ibarat Anda masuk ke restoran,
sudah jadi menu yang dikenal akrab untuk disantap. Pengunjung restoran masih
ragu apakah menu Romney-Ryan bisa diandalkan?
Sesungguhnya Obama bukan
tanpa cacat karena situasi ekonomi AS yang masih buruk bisa dieksplorasi lagi
oleh Romney. Masih ingat mantra: it’s the economy, stupid?
Tingkat pengangguran masih
tinggi, sekitar 8 persen, atau
sekitar 2 persen lebih tinggi dibandingkan tahun 2008. Utang luar negeri telah
menembus 16 triliun dollar AS, defisit masih sukar dikontrol, dan anggaran
masih timpang.
Romney-Ryan menghidupkan
mantra amat terkenal yang diucapkan Ronald Reagan ketika mengalahkan Presiden
Jimmy Carter dalam pemilihan presiden 1980: Are you better off now than four years ago?
Bandingkan dengan mantra yang diucapkan Biden: Osama
bin Laden is dead, General Motors is alive!
Pada akhirnya, pemilihan
presiden di AS, yang memakai sistem the winner takes all, ditentukan di
sedikit negara bagian kunci (battleground
states) saja, termasuk Michigan, Ohio, dan Florida.
Sungguh asyik menyaksikan
pidato-pidato pada Konvensi Nasional Demokrat. Michelle Obama menyibak tabir
lebih akrab lagi tentang suaminya, Biden tampil sebagai suara terkeras yang
membela Obama, sedangkan Obama sendiri biasa saja.
Memang Obama bukan yang
dulu, ketika malam kemenangannya di Chicago tahun 2008 dan pelantikannya tahun
2009 di Washington DC mengundang isak tangis ribuan orang. Namun, ia tetap
Obama yang menggembala negara dan bangsanya yang terpuruk akibat kepemimpinan
gagal Presiden George W Bush.
Tak pelak lagi, pidato
terbaik adalah yang disampaikan Clinton. Wartawan CNN, Wolf Blitzer, menyebut
itulah pidato terbaik Clinton!
Dalam usia 66 tahun, setelah
dua kali menjalani operasi bedah jantung, Clinton masih layak disebut sebagai
orator/politisi paling ulung di negaranya. Inilah presiden yang pernah
dimakzulkan Kongres karena skandal seks, tetapi bisa lolos!
Ini bukti ketangguhan
Clinton sebagai politisi yang mampu mendapatkan dukungan dari dua partai
sekaligus. Presiden periode 1992-2000 itu merangkum hampir semua masalah
penting yang dihadapi bangsa AS, apa yang sudah dan akan dilakukan Obama, dan
kelemahan-kelemahan Romney, cuma dalam pidato sekitar 40 menit.
Ia menyelingi pidatonya
dengan humor yang mengundang tawa hadirin. Beruntunglah Obama karena setelah
konvensi Clinton akan kampanye di dua negara bagian kunci: Ohio dan Florida.
Pidato memukau memengaruhi
hasil akhir, terutama untuk kalangan yang belum menetapkan pemilih/independen.
Namun, berlaku pula pemeo the singer, not the song karena yang
lebih penting karakter yang berpidato daripada isinya.
Beda dengan
pemimpin-pemimpin atau politisi- politisi kita yang makin ”tuna-pidato” yang
tak ada isi. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar