Merekam Apa CCTV
di DPR?
Ardi Winangun ; Associate Peneliti di Lembaga Penelitian, Pendidikan,
dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES)
|
JAWA
POS , 04 September 2012
PERILAKU dan gerak-gerik anggota DPR, staf
pendukung, serta tamu-tamunya di Gedung Nusantara I sebentar lagi, tampaknya,
tidak bisa bebas dan seenaknya sendiri. Sebab, Sekretariat Jenderal DPR hendak
memasang puluhan CCTV di gedung tersebut. Dengan pemasangan CCTV, setiap
gerak-gerik orang yang melintas di gedung itu akan terekam. Bila mereka
bertindak melanggar hukum, hasil rekaman tersebut bisa dijadikan bukti.
Setjen DPR menyatakan, pemasangan CCTV dilakukan demi keamanan anggota dewan. Bila Setjen DPR beralasan untuk keamanan, pemasangan CCTV itu ditafsirkan anggota DPR sebagai upaya untuk menghindari jebakan koper dan rayap-rayap. Menurut anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat Sutan Bhatoegana, pemasangan CCTV di Gedung Nusantara I ditujukan untuk menjaga wibawa dari rayap-rayap yang hendak menggerogoti uang rakyat. Untuk itu, anggota DPR tidak boleh menerima rayap-rayap tersebut. Bila menerima rayap, mereka akan terpantau CCTV.
Sementara itu, menurut anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo, CCTV dipasang di ruang penerima tamu, di depan lift, untuk menghindari hal yang tidak diinginkan. Untuk menghindari tudingan jebakan orang yang membawa kantong atau tas masuk ke lorong ruang anggota, semua perlu dimonitor.
Pemasangan CCTV di setiap lorong Gedung Nusantara I merupakan langkah bagus. Selain lebih mendisiplinkan anggota dewan, upaya demikian bertujuan untuk menghambat serta menangkal pihak-pihak yang dirasa hendak bertindak melanggar hukum dengan anggota dewan. Pemasangan CCTV merupakan langkah selanjutnya dari pemasangan finger print untuk mendisiplinkan anggota hadir dalam sidang-sidang di DPR.
Dalam masalah pemasangan CCTV, di antara anggota dewan sendiri belum seiya sekata. Buktinya, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat Ruhut Sitompul memprotes hal tersebut. Pemasangan CCTV, menurut dia, merupakan bukti tidak percaya diri.
Terlepas dari setuju atau tidak, seberapa efektifkah langkah pemasangan CCTV itu? Efektif ketika seluruh anggota DPR berkantor dan beraktivitas di Gedung Nusantara I, di ruang-ruang kerja mereka. Namun, bila anggota dewan banyak beraktivitas di luar gedung, pemasangan CCTV tersebut mubazir.
Selama ini, lobi-lobi politik atau rapat-rapat penting anggota dewan tidak dilakukan di Gedung Nusantara I. Lobi atau rapat-rapat penting di gedung itu dirasa berisiko dan ruangannya dirasa tidak nyaman. Tak heran bila mereka melakukannya di hotel-hotel mewah, restoran-restoran mewah, dan kafe-kafe mewah. Di tempat itulah mereka membahas semuanya. Di tempat-tempat mewah itulah mereka ''menyembunyikan'' diri dari pantauan monitor CCTV serta wartawan.
Bukti mereka melakukan deal-deal di luar gedung adalah ketika salah satu cafe disalahkan saat ada upaya untuk memberantas calo anggaran. Kafe yang tidak tahu apa-apa dituduh sebagai tempat menyelesaikan tanda tanda bintang. Penangkapan anggota dewan yang disangka bertindak melanggar hukum, korupsi, tidak terjadi di Gedung Nusantara I, namun di jalan atau di hotel mewah.
Mengapa di kafe atau kamar hotel mewah yang dijadikan tempat menghapus tanda bintang tersebut tidak dipasang CCTV? Tentu repot. Sebab, tempat itu merupakan wilayah orang lain. Nah, di situlah letak tidak efektifnya pemasangan kamera monitor tersebut. Sebab, aktivitas mereka tidak terekam kamera. Pemasangan CCTV itu pasti tidak disikapi secara bodoh oleh anggota dewan. Sebab, mereka berpikir, ''Saya melakukan transaksi tidak di Gedung Nusantara I.''
Tidak efektifnya pemasangan CCTV yang lain, anggota dewan adalah orang yang malas datang ke Gedung Nusantara I. Biasanya mereka datang sebentar, selanjutnya pergi entah ke mana lagi. Selain itu, mereka suka tugas keluar. Lihat saja, saat ini banyak anggota dewan yang melakukan studi banding. Contohnya, studi banding ke Brasil untuk mempelajari soal desa di negara tersebut. Yang sering, studi banding anggota dewan itu pasti akan mengosongkan Gedung Nusantara I dan otomatis tak ada gerak-gerik anggota dewan yang terekam CCTV. Seharusnya, kalau ingin pemasangan CCTV efektif, setiap jejak dan jalan anggota dewan harus dipasangi CCTV.
Untuk mendisiplinkan dan mencegah anggota dewan melanggar aturan hukum dan etika, langkah yang ditempuh selama ini hanya sebatas pemasangan alat-alat teknologi yang mendeteksi kedatangan serta gerak-gerik mereka. Namun, seperti si kancil, tentu mereka akan lebih cerdik menghadapi teknologi-teknologi tersebut. Anggota dewan biasanya sudah mempersiapkan kontra-CCTV dengan menghindarinya.
Memang sangat susah mengatur perilaku anggota dewan. Apa pun kebijakan yang mengharuskan mereka untuk berbuat lebih baik berhasil disiasati dengan berbagai alasan serta dalih. Pimpinan fraksi atau perangkat-perangkat di atasnya tidak bisa berbuat banyak karena mereka pun melakukan hal demikian. Tak adanya teladan membuat mereka berbuat seenaknya sendiri. Meski dipasangi CCTV, finger print, alat penyadap, atau ancaman tiga kali tidak hadir dalam sidang dipecat, tampaknya, semua itu tidak akan membuat anggota dewan jera melakukan kesalahan. ●
Setjen DPR menyatakan, pemasangan CCTV dilakukan demi keamanan anggota dewan. Bila Setjen DPR beralasan untuk keamanan, pemasangan CCTV itu ditafsirkan anggota DPR sebagai upaya untuk menghindari jebakan koper dan rayap-rayap. Menurut anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat Sutan Bhatoegana, pemasangan CCTV di Gedung Nusantara I ditujukan untuk menjaga wibawa dari rayap-rayap yang hendak menggerogoti uang rakyat. Untuk itu, anggota DPR tidak boleh menerima rayap-rayap tersebut. Bila menerima rayap, mereka akan terpantau CCTV.
Sementara itu, menurut anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo, CCTV dipasang di ruang penerima tamu, di depan lift, untuk menghindari hal yang tidak diinginkan. Untuk menghindari tudingan jebakan orang yang membawa kantong atau tas masuk ke lorong ruang anggota, semua perlu dimonitor.
Pemasangan CCTV di setiap lorong Gedung Nusantara I merupakan langkah bagus. Selain lebih mendisiplinkan anggota dewan, upaya demikian bertujuan untuk menghambat serta menangkal pihak-pihak yang dirasa hendak bertindak melanggar hukum dengan anggota dewan. Pemasangan CCTV merupakan langkah selanjutnya dari pemasangan finger print untuk mendisiplinkan anggota hadir dalam sidang-sidang di DPR.
Dalam masalah pemasangan CCTV, di antara anggota dewan sendiri belum seiya sekata. Buktinya, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat Ruhut Sitompul memprotes hal tersebut. Pemasangan CCTV, menurut dia, merupakan bukti tidak percaya diri.
Terlepas dari setuju atau tidak, seberapa efektifkah langkah pemasangan CCTV itu? Efektif ketika seluruh anggota DPR berkantor dan beraktivitas di Gedung Nusantara I, di ruang-ruang kerja mereka. Namun, bila anggota dewan banyak beraktivitas di luar gedung, pemasangan CCTV tersebut mubazir.
Selama ini, lobi-lobi politik atau rapat-rapat penting anggota dewan tidak dilakukan di Gedung Nusantara I. Lobi atau rapat-rapat penting di gedung itu dirasa berisiko dan ruangannya dirasa tidak nyaman. Tak heran bila mereka melakukannya di hotel-hotel mewah, restoran-restoran mewah, dan kafe-kafe mewah. Di tempat itulah mereka membahas semuanya. Di tempat-tempat mewah itulah mereka ''menyembunyikan'' diri dari pantauan monitor CCTV serta wartawan.
Bukti mereka melakukan deal-deal di luar gedung adalah ketika salah satu cafe disalahkan saat ada upaya untuk memberantas calo anggaran. Kafe yang tidak tahu apa-apa dituduh sebagai tempat menyelesaikan tanda tanda bintang. Penangkapan anggota dewan yang disangka bertindak melanggar hukum, korupsi, tidak terjadi di Gedung Nusantara I, namun di jalan atau di hotel mewah.
Mengapa di kafe atau kamar hotel mewah yang dijadikan tempat menghapus tanda bintang tersebut tidak dipasang CCTV? Tentu repot. Sebab, tempat itu merupakan wilayah orang lain. Nah, di situlah letak tidak efektifnya pemasangan kamera monitor tersebut. Sebab, aktivitas mereka tidak terekam kamera. Pemasangan CCTV itu pasti tidak disikapi secara bodoh oleh anggota dewan. Sebab, mereka berpikir, ''Saya melakukan transaksi tidak di Gedung Nusantara I.''
Tidak efektifnya pemasangan CCTV yang lain, anggota dewan adalah orang yang malas datang ke Gedung Nusantara I. Biasanya mereka datang sebentar, selanjutnya pergi entah ke mana lagi. Selain itu, mereka suka tugas keluar. Lihat saja, saat ini banyak anggota dewan yang melakukan studi banding. Contohnya, studi banding ke Brasil untuk mempelajari soal desa di negara tersebut. Yang sering, studi banding anggota dewan itu pasti akan mengosongkan Gedung Nusantara I dan otomatis tak ada gerak-gerik anggota dewan yang terekam CCTV. Seharusnya, kalau ingin pemasangan CCTV efektif, setiap jejak dan jalan anggota dewan harus dipasangi CCTV.
Untuk mendisiplinkan dan mencegah anggota dewan melanggar aturan hukum dan etika, langkah yang ditempuh selama ini hanya sebatas pemasangan alat-alat teknologi yang mendeteksi kedatangan serta gerak-gerik mereka. Namun, seperti si kancil, tentu mereka akan lebih cerdik menghadapi teknologi-teknologi tersebut. Anggota dewan biasanya sudah mempersiapkan kontra-CCTV dengan menghindarinya.
Memang sangat susah mengatur perilaku anggota dewan. Apa pun kebijakan yang mengharuskan mereka untuk berbuat lebih baik berhasil disiasati dengan berbagai alasan serta dalih. Pimpinan fraksi atau perangkat-perangkat di atasnya tidak bisa berbuat banyak karena mereka pun melakukan hal demikian. Tak adanya teladan membuat mereka berbuat seenaknya sendiri. Meski dipasangi CCTV, finger print, alat penyadap, atau ancaman tiga kali tidak hadir dalam sidang dipecat, tampaknya, semua itu tidak akan membuat anggota dewan jera melakukan kesalahan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar