Kamis, 06 September 2012

Let’s Kill All the Lawyers


Let’s Kill All the Lawyers
Djoko Pitono ;  Jurnalis dan Editor Buku
JAWA POS, 05 September 2012


SEPOTONG kicauan ini sekarang menjadi delik di tangan polisi. "Advokat korup adalah koruptor itu sendiri, yang membela membabi buta, yang tanpa malu terima bayaran uang hasil korupsi, sama saja seperti koruptor."

Kicauan Wamenkum HAM Denny Indrayana soal advokat di Twitter miliknya. Akibat kicauannya yang dianggap menghina profesi tersebut, pengacara kondang O.C. Kaligis pun melaporkan Denny ke Polda Metro Jaya.

Siapakah yang disebut advokat? Bergantung pada siapa yang ditanya. Seorang yang antipati pada advokat mungkin akan dengan enteng mengatakan, advokat atau pengacara adalah "seseorang yang membela Anda dengan risiko Anda kehilangan uang Anda, reputasi, dan bahkan nyawa Anda."

Menurut definisi netral Black's Law Dictionary, pengacara alias lawyer adalah a person learned in the law, as an attorney, counsel or solicitor; a person who is practicing law. Dalam praktik, pengacara atau advokat atau kuasa hukum dikenal juga dengan istilah konsultan hukum. Hal itu bisa berarti seseorang yang melakukan atau memberikan nasihat dan pembelaan mewakili orang lain yang berhubungan (klien) dengan penyelesaian kasus hukum.

Sebagai profesi, advokat mudah mendatangkan keuntungan alias uang. Banyak advokat yang kaya raya, termasuk di Indonesia. Kemegahan itu tak selalu sejalan dengan tingginya kepercayaan publik. Simak jajak pendapat majalah Reader Digest edisi Juli 2012 tentang 40 profesi yang paling dipercaya publik di Australia. Profesi yang dipercaya publik adalah paramedis, disusul pasukan pemadam kebakaran, relawan penyelamat, perawat, pilot, dokter, ahli farmasi, dokter hewan, anggota militer, dan petani. Dalam daftar tersebut juga diungkapkan bahwa polisi berada di peringkat 12, sementara pengacara dan bankir sama-sama di peringkat 29.

Guyonan Advokat

Komentar, kritik, guyonan, atau apa pun namanya tentang advokat sebenarnya amat banyak. Komentar Denny Indrayana di Twitter tersebut tak ada artinya dalam lautan kata-kata tokoh terkenal tentang profesi advokat dan hukum.

Dari banyaknya pandangan tentang pengacara, misalnya, ada pandangan Benjamin Franklin (1705-1790), salah seorang bapak bangsa Amerika. Tokoh multitalenta itu (penulis piawai, teoretisi politik, politikus, ilmuwan, musisi, inventor, aktivis sipil, negarawan, diplomat) mengatakan, seorang yang lugu dari desa yang bertemu dua pengacara ibarat seekor ikan di depan dua ekor kucing.

Ambrose Bierce (1843-1913), pengarang dan wartawan terkemuka Amerika, mengatakan bahwa pengacara adalah seseorang yang terampil dalam menghindar dari hukum.

Dengar pula pendapat negarawan Inggris Lord Henry P. Brougham (1778-1868), "Pengacara adalah seorang gentleman yang menyelamatkan properti Anda dari musuh Anda dan kemudian menyimpannya untuk dirinya sendiri."

Namun, dari sekian banyak pandangan tentang pengacara, kata-kata pujangga kondang Inggris William Shakespeare dalam drama karyanya, Henry the Sixth, jelas paling terkenal, paling banyak dibicarakan orang: "Let's kill all the lawyers." (Mari kita bunuh semua pengacara).

Kutipan dan konteks dalam Henry The Sixth, Part 2 Act 4, scene 2,71-78 itu, sebagai berikut:

All: God save your majesty!

Cade: I thank you, good people--there shall be no money; all shall eat and drink on my score, and I will apparel them all in one livery, that they may agree like brothers, and worship me their lord.

Dick: The first thing we do, let's kill all the lawyers.

Cade: Nay, that I mean to do.

Luar biasa gaungnya. Drama Henry the Sixth menjadi kajian di seluruh dunia. Tidak hanya di dunia sastra, tetapi juga di kalangan ahli hukum, terutama para pengacara. Tidak hanya dalam makalah-makalah pendek, tetapi juga buku-buku hukum.

Beragam sudut pandang bisa kita temukan, termasuk ulasan bagaimana suatu organisasi advokat yang menilai bahwa ungkapan Shakespeare itu sebenarnya "justru menghormati para pengacara." Alasannya, tokoh Dick yang mengucapkan "Let's kill all the lawyers" adalah pemberontak yang akan menggulingkan Raja Inggris yang sah dan menjungkirbalikkan tatanan negara yang sudah mapan.

Namun, menurut Prof Budi Darma, guru besar sastra Universitas Negeri Surabaya, kata-kata Shakespeare itu sebenarnya adalah guyonan belaka. Sebuah guyonan yang tidak diketahui maksud sebenarnya. Boleh jadi kritik terselubung untuk para pengacara.

Walhasil, komentar Denny Indrayana dan reaksi-reaksi yang muncul bolehlah dianggap sebagai guyonan belaka. Seperti komentar mantan menteri kehakiman dan HAM dan mantan menteri sekretaris negara, Yusril Ihza Mahendra. Melalui akun Twitter-nya, Yusril menyindir Denny yang menuduh advokat yang membela koruptor sebagai koruptor. Melalui akun @Yusrilihza_Mhd, dia pun mengatakan bahwa jika presiden memberi grasi kepada koruptor, bisa dianggap sebagai presiden koruptor.

"SBY kan ngasih grasi sama (Bupati Kutai Kartanegara, Kaltim) Syaukani. Jadi, beliau berhak dong dijuluki presiden koruptor, he he he," kata Yusril melalui jejaring Twitter-nya.

Argumentasi itu memang tampak hanya guyonan. Pasalnya, guyonan itu bisa berlanjut. Yusril pernah menjadi menteri di bawah SBY, yang jelas berarti mendukung SBY. "Karena Menteri Yusril mendukung SBY, dia juga berhak dijuluki menteri koruptor." Apa begitu? ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar