Kuda Hitam
Pemilu 2014
Arya Fernandes ; Manajer Survei Charta Politika
Indonesia
|
SINDO
, 04 September 2012
Pekan lalu Charta Politika Indonesia meluncurkan hasil Survei
Nasional 2012. Salah satu temuan menarik dari survei tersebut adalah terjadi
perubahan komposisi kekuatan di partai papan tengah.
Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Partai Nasional
Demokrat (Nas- Dem) berhasil tampil sebagai pemain baru partai papan tengah.
Saat survei dilakukan pada medio Juli lalu, Gerindra berhasil memperoleh 4,7%
suara, NasDem 4,3%, PKS 3,9%, PPP 2,7%, PKB 2,6%, PAN 1,9%, Hanura 1,6%. Sementara
partai papan atas masih diduduki Golkar (18%), Demokrat (12,5%), dan PDI
Perjuangan (10,8%). Sekitar 2,7% responden memilih partai lain dan 34,4%
sisanya masih belum menentukan pilihan.
Kehadiran Gerindra dan NasDem sebagai pemain baru partai papan tengah tentu mengejutkan banyak pihak. Gerindra baru pertama kali mengikuti pemilu pada 2009 silam, sementara NasDem baru mendapat badan hukum dari Kementrian Hukum dan HAM untuk mengikuti Pemilu 2014. Pencapaian dua partai tersebut tentu menjadi “ancaman” yang serius bagi partai papan tengah lainnya seperti PKS, PPP, PKB, PAN, dan Hanura.
Peningkatan suara Nas-Dem dan Gerindra dapat dijelaskan dalam beberapa dimensi yaitu basis suara partai, platform dan isu politik, kekuatan figur, dan manajemen kampanye partai. Pertama, pada tingkat basis massa partai, survei Charta Politika Indonesia menunjukkan ada persamaan karakter pemilih antara Gerindra-Nas- Dem dan Golkar-Demokrat. Gerindra-NasDem sangat berpotensi mencuri suara dan menggerogoti lumbung-lumbung suara Golkar-Demokrat.
Di Pulau Sumatera misalnya, NasDem membuntuti perolehan suara Demokrat dan Golkar. Saat dilakukan cross tabulation antara pilihan publik berdasarkan pulau, di Sumatera, Demokrat dipilih oleh 16,3% responden, Golkar 14,6% responden, dan di urutan ketiga NasDem 8,4%. Sementara suara Gerindra membuntuti Golkar di Jawa, Papua, dan Maluku. Di Pulau Jawa misalnya, perolehan suara Gerindra berada di atas PKS, PPP, PKB, PAN, dan Hanura.
Gerindra dan NasDem juga bisa mencuri menggerogoti basis pemilih Golkar dari latar belakang pekerjaan. NasDem misalnya berpotensi menggerus suara pemilih Golkar yang berasal dari kelompok petani atau nelayan. Sementara Gerindra mampu menggerogoti suara pemilih Golkar yang berasal dari kelompok pengusaha dan pegawai swasta. Kedua, pencapaian Gerindra dan NasDem dalam survei juga dapat dijelaskan melalui platform dan isu-isu utama kedua partai.
Konsistensi kedua partai untuk mengedepankan isu-isu ekonomi dalam kampanye rupanya berpengaruh banyak terhadap pencapaian suara menjelang pemilu. Survei Charta Politika menunjukkan isu ekonomi masih menjadi persoalan utama yang menjadi fokus dan perhatian masyarakat. Isu ekonomi sangat mempengaruhi tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono–Boediono.
Dalam survei tersebut tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah sangat mengkhawatirkan, bahkan berada di bawah ambang psikologis pemilih. Lebih dari 50% (50,65) mengaku tidak puas dengan kinerja pemerintah, hanya 39,5% yang mengaku puas. Sisanya 9,8% tidak tahu dan tidak jawab. Saat dievaluasi dalam beberapa bidang, kinerja pemerintah dalam bidang ekonomi dan hukum juga jeblok.
Sebesar 67,4% responden mengaku tidak puas dengan kinerja pemerintah dalam bidang ekonomi, dan 58,3% mengaku tidak puas dengan kinerja di bidang hukum. Jebloknya kinerja pemerintah juga dapat dijelaskan dari persepsi negatif publik terhadap kinerja sejumlah menteri parpol, secara umum masyarakat mengaku tidak puas dengan kinerja menteri-menteri parpol.
Saya melihat Gerindra dan NasDem sadar bahwa isu ekonomi dan kinerja pemerintah menjadi isu bersama yang menjadi fokus utama di masyarakat. Bila kita perhatikan, pada tingkat platform dan isu, Gerindra dan NasDem konsisten menyuarakan isu-isu ekonomi dan persoalan bangsa yang tengah dihadapi masyarakat. Gerindra misalnya tampil dengan ide tentang ekonomi kerakyatan, sementara NasDem tampil dengan menggarap isuisu perubahan sosial dan restorasi bangsa.
Konsistensi pesan dan gagasan tersebut pelanpelan mulai dilirik pemilih. Ketiga, fenomena Gerindra dan NasDem juga dapat dijelaskan melalui kekuatan figur. Survei Charta menunjukkan, faktor figur dan kualitas personal calon anggota legislatif masih memengaruhi pilihan publik. Saat ditanyakan, sekitar 59,6% responden memilih calon legislatif karena pengaruh figur (kualitas figur) dibandingkan partai pengusung.
Gerindra saya kira cukup diuntungkan secara elektoral dengan kuatnya pengaruh figur Prabowo Subianto. Sementara NasDem jaringan partai yang mulai tertata. Faktor keempat yang dapat menjelaskan adalah manajemen dan profesionalisasi kampanye. Kedua partai tersebut sadar pentingnya mengelola kampanye yang modern dan terukur. Sejak awal keduanya secara serius menyita perhatian pemilih melalui “serangan udara” atau iklan politik.
Tantangan
Tak mudah bagi Gerindra dan NasDem untuk mempertahankan pencapaian elektoral di divisi tengah. Saya kira ada tiga tantangan yang harus diwaspadai kedua partai tersebut untuk bisa menjaga performa partai. Pertama, pelembagaan partai politik. Pelembagaan politik adalah pekerjaan rumah yang serius dilakukan kedua partai. Kekuatan partai idealnya berada pada jaringan dan mesin partai yang solid. Ide-ide partai harus berkembang terus dan itu hanya bisa dilakukan bila partai serius menggarap kaderisasi dan ideologisasi.
Akan berbahaya bila partai terjebak sebagai fans club figur-figur tertentu di internal partai. Kedua, rekrutmen politik. Untuk menghasilkan kualitas anggota legislatif dan pejabat publik yang berkualitas, partai harus mempunyai standar rekrutmen dan kualifikasi khusus dalam menjaring caleg dan calon kepala daerah. Temuan Charta Politika menunjukkan sebesar 61,3% publik menginginkan calon anggota legislatif yang muda dan figur baru.
Tantangan ketiga adalah manajemen konflik. Partaipartai baru dihadapkan pada tantangan pengelolaan konflik internal. Konflik bila tidak dikelola secara baik justru akan berdampak negatif terhadap performa partai. Pemilu legislatif masih dua tahun lagi, konstelasi politik bisa saja mengalami perubahan yang signifikan. Bila performa Gerindra dan NasDem bisa terus dipertahankan, kedua partai ini dapat menjadi kekuatan baru pada 2014. Bila gagal, akan kembali ke divisi bawah. ●
Kehadiran Gerindra dan NasDem sebagai pemain baru partai papan tengah tentu mengejutkan banyak pihak. Gerindra baru pertama kali mengikuti pemilu pada 2009 silam, sementara NasDem baru mendapat badan hukum dari Kementrian Hukum dan HAM untuk mengikuti Pemilu 2014. Pencapaian dua partai tersebut tentu menjadi “ancaman” yang serius bagi partai papan tengah lainnya seperti PKS, PPP, PKB, PAN, dan Hanura.
Peningkatan suara Nas-Dem dan Gerindra dapat dijelaskan dalam beberapa dimensi yaitu basis suara partai, platform dan isu politik, kekuatan figur, dan manajemen kampanye partai. Pertama, pada tingkat basis massa partai, survei Charta Politika Indonesia menunjukkan ada persamaan karakter pemilih antara Gerindra-Nas- Dem dan Golkar-Demokrat. Gerindra-NasDem sangat berpotensi mencuri suara dan menggerogoti lumbung-lumbung suara Golkar-Demokrat.
Di Pulau Sumatera misalnya, NasDem membuntuti perolehan suara Demokrat dan Golkar. Saat dilakukan cross tabulation antara pilihan publik berdasarkan pulau, di Sumatera, Demokrat dipilih oleh 16,3% responden, Golkar 14,6% responden, dan di urutan ketiga NasDem 8,4%. Sementara suara Gerindra membuntuti Golkar di Jawa, Papua, dan Maluku. Di Pulau Jawa misalnya, perolehan suara Gerindra berada di atas PKS, PPP, PKB, PAN, dan Hanura.
Gerindra dan NasDem juga bisa mencuri menggerogoti basis pemilih Golkar dari latar belakang pekerjaan. NasDem misalnya berpotensi menggerus suara pemilih Golkar yang berasal dari kelompok petani atau nelayan. Sementara Gerindra mampu menggerogoti suara pemilih Golkar yang berasal dari kelompok pengusaha dan pegawai swasta. Kedua, pencapaian Gerindra dan NasDem dalam survei juga dapat dijelaskan melalui platform dan isu-isu utama kedua partai.
Konsistensi kedua partai untuk mengedepankan isu-isu ekonomi dalam kampanye rupanya berpengaruh banyak terhadap pencapaian suara menjelang pemilu. Survei Charta Politika menunjukkan isu ekonomi masih menjadi persoalan utama yang menjadi fokus dan perhatian masyarakat. Isu ekonomi sangat mempengaruhi tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono–Boediono.
Dalam survei tersebut tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah sangat mengkhawatirkan, bahkan berada di bawah ambang psikologis pemilih. Lebih dari 50% (50,65) mengaku tidak puas dengan kinerja pemerintah, hanya 39,5% yang mengaku puas. Sisanya 9,8% tidak tahu dan tidak jawab. Saat dievaluasi dalam beberapa bidang, kinerja pemerintah dalam bidang ekonomi dan hukum juga jeblok.
Sebesar 67,4% responden mengaku tidak puas dengan kinerja pemerintah dalam bidang ekonomi, dan 58,3% mengaku tidak puas dengan kinerja di bidang hukum. Jebloknya kinerja pemerintah juga dapat dijelaskan dari persepsi negatif publik terhadap kinerja sejumlah menteri parpol, secara umum masyarakat mengaku tidak puas dengan kinerja menteri-menteri parpol.
Saya melihat Gerindra dan NasDem sadar bahwa isu ekonomi dan kinerja pemerintah menjadi isu bersama yang menjadi fokus utama di masyarakat. Bila kita perhatikan, pada tingkat platform dan isu, Gerindra dan NasDem konsisten menyuarakan isu-isu ekonomi dan persoalan bangsa yang tengah dihadapi masyarakat. Gerindra misalnya tampil dengan ide tentang ekonomi kerakyatan, sementara NasDem tampil dengan menggarap isuisu perubahan sosial dan restorasi bangsa.
Konsistensi pesan dan gagasan tersebut pelanpelan mulai dilirik pemilih. Ketiga, fenomena Gerindra dan NasDem juga dapat dijelaskan melalui kekuatan figur. Survei Charta menunjukkan, faktor figur dan kualitas personal calon anggota legislatif masih memengaruhi pilihan publik. Saat ditanyakan, sekitar 59,6% responden memilih calon legislatif karena pengaruh figur (kualitas figur) dibandingkan partai pengusung.
Gerindra saya kira cukup diuntungkan secara elektoral dengan kuatnya pengaruh figur Prabowo Subianto. Sementara NasDem jaringan partai yang mulai tertata. Faktor keempat yang dapat menjelaskan adalah manajemen dan profesionalisasi kampanye. Kedua partai tersebut sadar pentingnya mengelola kampanye yang modern dan terukur. Sejak awal keduanya secara serius menyita perhatian pemilih melalui “serangan udara” atau iklan politik.
Tantangan
Tak mudah bagi Gerindra dan NasDem untuk mempertahankan pencapaian elektoral di divisi tengah. Saya kira ada tiga tantangan yang harus diwaspadai kedua partai tersebut untuk bisa menjaga performa partai. Pertama, pelembagaan partai politik. Pelembagaan politik adalah pekerjaan rumah yang serius dilakukan kedua partai. Kekuatan partai idealnya berada pada jaringan dan mesin partai yang solid. Ide-ide partai harus berkembang terus dan itu hanya bisa dilakukan bila partai serius menggarap kaderisasi dan ideologisasi.
Akan berbahaya bila partai terjebak sebagai fans club figur-figur tertentu di internal partai. Kedua, rekrutmen politik. Untuk menghasilkan kualitas anggota legislatif dan pejabat publik yang berkualitas, partai harus mempunyai standar rekrutmen dan kualifikasi khusus dalam menjaring caleg dan calon kepala daerah. Temuan Charta Politika menunjukkan sebesar 61,3% publik menginginkan calon anggota legislatif yang muda dan figur baru.
Tantangan ketiga adalah manajemen konflik. Partaipartai baru dihadapkan pada tantangan pengelolaan konflik internal. Konflik bila tidak dikelola secara baik justru akan berdampak negatif terhadap performa partai. Pemilu legislatif masih dua tahun lagi, konstelasi politik bisa saja mengalami perubahan yang signifikan. Bila performa Gerindra dan NasDem bisa terus dipertahankan, kedua partai ini dapat menjadi kekuatan baru pada 2014. Bila gagal, akan kembali ke divisi bawah. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar