KPU
dan Pemilu yang Berkualitas
Ikrar Nusa Bhakti ; Profesor Riset
Bidang Intermestic Affairs
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta
|
MEDIA INDONESIA, 17 September 2012
BILA kita bertanya institusi apa yang paling menentukan
berlangsungnya pemilihan umum (pemilu) yang berkualitas, jujur, dan adil,
jawabannya pastilah Komisi Pemilihan Umum (KPU). Itu bukan berarti kita
menafikan peran penting dari partai-partai politik, badan pengawas pemilu, dan
lembaga pengadilan dalam menjalankan peran serta fungsi masing-masing agar
pemilu benar-benar berkualitas dan sesuai dengan asas-asas demokrasi.
Mengapa KPU yang paling menentukan? Karena KPU-lah yang sejak awal
sudah melakukan proses penahapan pemilu dari pendaftaran partai-partai peserta
pemilu. Itu disusul dengan verifikasi administrasi atas partai-partai yang
lolos atau tidak lolos verifikasi administrasi, berlanjut dengan verifikasi di
lapangan.
Verifikasi lapangan juga ada dua macam. Pertama mengenai apakah
partai-partai politik tersebut memiliki kantor-kantor di tingkat provinsi,
kabupaten, kota, sampai ke tingkat cabang dan ranting terkecil yang diwajibkan
dalam undang-undang (UU). Kedua, apakah benar partai-partai itu memiliki jumlah
anggota sesuai dengan kartu tanda anggota (KTA) yang mereka kirimkan ke KPU.
Dalam hal yang terakhir ini, KPU tentunya tidak mungkin melakukan itu secara
menyeluruh, tetapi hanya melalui sampel.
Kita semua berharap KPU benarbenar menjalankan amanah UU No 8
Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum DPR, DPD, dan DPRD secara murni dan konsekuen
tanpa ada tekanan ataupun intervensi dari pemerintah dan partai-partai peserta
pemilu.
Proses awal pemilu telah berlangsung. Pendaftaran partai-partai
peserta pemilu telah ditutup Jumat dua minggu lalu. Kini ada 34 partai politik
yang lolos tahap administrasi awal. Mereka masih harus melengkapi berkas-berkas
yang mungkin masih kurang sampai 29 September 2012. Hasil verifikasi
administrasi menurut rencana akan diumumkan pada 6-7 Oktober 2012. Itu kemudian
akan dilanjutkan dengan verifikasi faktual di lapangan secara langsung.
Hasilnya baru akan selesai pada Januari 2013.
Setelah itu, KPU akan mulai memutakhirkan (updating) data pemilih pada 9 Februari 2013 baik untuk pemilu
legislatif maupun pemilu presiden/wakil presiden. Kita tahu, pada Pemilu 2009,
khususnya pemilu presiden, terjadi keributan politik mengenai daftar pemilih
tetap (DPT) yang dibuat KPU atas dasar administrasi yang dibuat
kelurahankelurahan dari data yang ada di RT/RW. Persoalan DPT itu memang rumit
karena dapat dimanipulasi demi kepentingan partai yang berkuasa atau presiden
yang sedang di tampuk kepemimpinan negara. Apalagi jika sang presiden menjadi
peserta pemilu presiden kembali atau petahana.
KPU juga akan bertanggung jawab agar pelaksanaan pada hari H baik
pemilu legislatif maupun pemilu presiden berjalan langsung, umum, rahasia,
jujur, dan adil.
Di situ KPU juga akan berperan penting agar quick count yang
dilakukan di Indonesia Timur jangan diumumkan terlebih dahulu sebelum proses
pemu ngutan suara selesai di belahan Indonesia bagian barat. Jika tidak,
sedikit banyak itu akan memengaruhi proses pemilu di Indonesia bagian barat.
KPU yang sekarang juga masih dipusingkan gagasan mengenai
pemilihan umum kepala daerah (pemilu kada) serentak. Kita tahu, akan ada
sekitar 100 pemilu kada di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota pada 2014. Hingga
kini, wacana penyatuan pemilu dan pemilu kada masih terus berlangsung, ada yang
pro dan ada yang kontra. Ada yang memandang pemilu serentak lebih efisien dari
segi waktu dan uang. Namun, ada juga yang melihat sulit untuk mengawasinya dan
sulit untuk menangani konflik yang akan timbul jika konflik pascapemilu itu
terjadi serempak di beberapa wilayah Indonesia.
KPU sendiri menginginkan pemilu kada ditunda sampai 2015 agar tidak
mengganggu Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden 2014. Kita juga tahu pemilu
kada biasanya baru disiap kan setahun setelah presiden terpilih, yaitu seta hun
setelah Oktober 2014.
Parpol yang Ketar-Ketir
Bukan hanya masyarakat yang khawatir akan adanya kemungkinan
kecurangan yang dilakukan oknum KPU dalam proses verifikasi partai-partai
peserta Pemilu 2014. Tidak sedikit pula partai politik yang khawatir apakah
mereka akan lolos atau tidak. Partai-partai yang ketar-ketir tidak lolos itu
bukan hanya partai-partai yang tidak lolos ambang batas parlemen (parliamentary threshold), tetapi juga
yang kini memiliki anggota di parlemen atau lolos parliamentary threshold pada Pemilu 2009. Mengapa demikian? Kita
tahu tidak semua partai besar ataupun kecil memiliki kantor atau pengurus di
daerah-daerah sesuai dengan yang diwajibkan UU Parpol ataupun UU Pemilu.
Pada verifikasi parpol menjelang Pemilu 2009, misalnya, ada parpol
yang hanya menyewa ruang kecil di ruko (rumah toko) menjelang anggota KPU
melakukan verifikasi. Setelah verifikasi usai, kantor pun lenyap! Atau, ada
parpol yang memberikan alamat tertentu kepada KPU yang ketika didatangi
ternyata pemilik rumahnya tidak tahu-menahu alamatnya digunakan sebuah parpol
papan nama.
Kekhawatiran parpol-parpol mengenai lolos tidaknya mereka dalam
proses verifikasi juga terjadi karena persoalan kartu tanda anggota (KTA). Kita
semua tahu sangat sedikit orang mau mendaftarkan diri menjadi anggota parpol
karena khawatir akan konsekuensi politik yang bakal timbul seperti pada era
transisi dari Orde Lama ke Orde Baru dulu. Namun, kita juga tahu bahwa di masa
kini, tidak sedikit para `pemburu rente' atau `petua lang politik' memiliki KTA
lebih dari satu.
Tujuan utama mereka ialah mengharapkan rezeki ekonomi pada setiap
pemilu, mendapatkan konsesi-konsesi ekonomi dari proyek yang didapat
partai-partai itu, atau mencari kesempatan untuk menjadi calon anggota
legislatif menjelang pemilu legislatif.
Citra Pemimpin
Jika verifikator KPU menemukan ada satu KTP ternyata digunakan pemiliknya
atau pengurus partaipartai sebagai bukti pendukung KTA, bisa dibayangkan berapa
parpol yang akan tidak lolos verifikasi tersebut.
Sudah menjadi rahasia umum pula sebagian besar parpol, termasuk
sebagian kecil parpol besar, belumlah menjadi sebenar-benarnya parpol. Parpol
itu hidup dan berkembang bergantung kepada citra sang pemimpin partai, apakah
ketua umumnya ataupun ketua dewan pembinanya. Parpol-parpol di Indonesia hanya
bergerak dinamis setiap lima tahun sekali, yaitu menjelang pemilihan umum.
Selebihnya, parpol-parpol tersebut `tidur' sepanjang masa dari
satu pemilu ke pemilu berikutnya dan baru bangun lagi menjelang pemilu
legislatif. Karena itu, jangan heran bila proses rekrutmen politik, kaderisasi
politik, pendidikan politik, dan komunikasi politik tidak dijalankan sebagian
besar partai politik, termasuk parpolparpol yang memiliki anggota di parlemen
(DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota). Apalagi partai-partai yang tidak
memiliki anggota di parlemen tentunya sulit menggerakkan anggota karena tidak
memiliki dana untuk me lakukan semua itu.
Uang dan Kekuasaan
Kita tahu politik di Indonesia tidak lepas dari permainan uang dan
kekuasaan. Untuk memperoleh kekuasaan, tidak sedikit orang Indonesia
menggunakan uang. Tidak sedikit pula dari mereka yang setelah memperoleh
kekuasaan berharap akan mendapatkan uang yang lebih banyak lagi. Dari uang yang
lebih banyak itu, ia juga akan `membeli kekuasaan' yang lebih besar lagi. Jadi
rumusnya ialah M (money) akan
mendapatkan kekuasaan P (power). Dari
P itu ia akan mendapatkan MM (more money).
Dari MM itu ia akan memperoleh MP (more
power) dan seterusnya.
Dengan kata lain, tidak sedikit orang di Indonesia terjun ke
politik bukan untuk memperoleh kekuasaan yang akan digunakan demi keamanan,
keadilan, dan kesejahteraan bagi rakyat, melainkan untuk mendapatkan kekuasaan
dan kekayaan bagi diri sendiri. Dalam kaitan itu pula mereka akan menghalalkan
segala cara agar partai atau nama mereka lolos verifikasi untuk ikut Pemilu
2014.
Di tengah praktik politik yang kotor itu, aktivitas anggota KPU
dan jajaran di kesekjenan mereka tentunya harus benar-benar kita pantau agar
jangan terpengaruh oleh permainan uang dan kekuasaan. Kita bersyukur pada
tahapan awal KPU telah mengambil tindakan tegas kepada salah seorang petugas
administrasi yang coba-coba menyelundupkan satu parpol pada pengumuman
parpol-parpol yang telah mendaftar. Padahal, parpol itu terlambat mendaftar.
Tantangan yang paling berat ialah apakah KPU dapat memantau gerak-gerik anggota
KPUD-KPUD di daerah yang tentunya juga menentukan dalam proses penahapan
pemilu.
Jika permainan uang dan kekuasaan dapat memengaruhi verifikasi
parpol peserta pemilu, kita tak lagi bisa berharap banyak bahwa Pemilu 2014,
pemilu legislatif dan presiden, akan berkualitas. Karena itu, mata dan telinga
kita harus terus tertuju pada proses Pemilu 2014, dari proses pendaftaran,
verifikasi parpol peserta pemilu, pembuatan daftar pemilih tetap, pemungutan
suara, penghitungan suara, sampai ke penetapan pemenang pemilu. Tanpa itu, uang
dan kekuasaan akan bermain dalam proses pemilu itu dan menafikan suara rakyat. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar