Kitab Penuh Keutamaan
Mochtar Pabottingi ; Profesor Riset LIPI
|
REPUBLIKA,
14 September 2012
Jika
dipahami secara arif, ada enam manfaat atau keutamaan dari kebiasaan membaca
Alquran. Pertama sekali adalah pematrian tauhid dalam jiwa kita. Tauhid adalah
“eliksir“ bagi kesehatan jiwa. Kedua
adalah penetapan tentang arah dan tujuan yang benar dalam hidup.
Selanjutnya
adalah keterpanggilan pada kesadaran tentang pentingnya terus membaca dan terus
belajar agar kita bisa memperoleh ilmu pengetahuan yang luas dan mantap atas
pelbagai masalah. Penguasaan ilmu pengetahuan memperkuat keimanan serta
mencerahkan dan sekaligus melipatgandakan amal kebajikan.
Regularitas
membaca Alquran juga merupakan pengukuhan adab dan etika atau akhlak dan budi
pekerti. Kelima adalah penyuntikkan kontinu dari “nafas ilahiat“ bagi ketenangan jiwa kita. Terakhir, banyak kaum
Muslimin yang tidak menyadari bahwa kebiasaan membaca Alquran juga berdampak
positif pada peneguhan sosok diri atau “pohon keluarga“. Mari kita simak keenam
keutamaan itu satu per satu.
Tauhid
adalah patokan posisi jiwa bagi segala amal kebajikan yang benar dan bagi
berbuahnya segala amal kebajikan itu. Tanpa landasan tauhid, amal kebajikan
akan sirna begitu saja ibarat embun menguap ke udara. Dan, lebih lagi, manakala
tauhid benar-benar tertanam kuat dalam diri kita, kita akan mudah terlindung
dari pelbagai penyakit jiwa.
Tiap
jiwa yang ditandai oleh keteguhan tauhid meyakini bukan hanya tentang adanya
asal muasal tunggal dari segala makhluk serta proses seluruh kehidupan,
melainkan juga asal muasal segala peristiwa dalam sejarah. Dengan tauhid, kita
percaya bahwa segala hal dan seluruh alam ciptaan serta segala yang bersangkut
paut dengan semua itu sepenuh-penuhnya berasal dari, dan bermuara pada Allah.
Berkat
ketertanaman tauhid dari kebiasaan membaca Alquran itu, terus tergerak pulalah
jarum radar jiwa kita untuk dengan sendirinya menunjuk pada tujuan hidup yang
benar. Sinar tauhid yang terpancar sangat kuat dari seluruh ayat dan/atau surat
dalam Alquran bu kan hanya membuat kita percaya sepenuhnya pada keesaan Allah
dan pada kemahakuasaan-Nya, melainkan di atas semuanya juga pada kesadaran
bahwa seluruh alam ciptaan dimaksudkan Allah untuk tujuan yang indah, benar,
dan mulia. Keyakinan atas hal inilah yang akan terus membuat radar jiwa kita
senantiasa menunjuk pada tujuan-tujuan hidup yang indah, benar, dan mulia pula.
Wahyu
dan/atau firman pertama Allah yang diturunkan-Nya melalui Malaikat Jibril tak
lain adalah perintah untuk membaca. Di dalam Alquran, sungguh banyak ayat yang
menekankan pentingnya mendayagunakan akal serta menguasai ilmu pengetahuan yang
baik.
Dalam
Islam, kian luas dan dalam kita berilmu, kian mantap dan kukuh pulalah iman kita.
Hanya dengan berilmu pengetahuan secara benar dan mantap kita bisa beriman
secara benar dan mantap pula. Dan hanya dengan beriman secara benar kita bisa
berlaku atau beramal juga secara benar. Di sini berlaku sirkularitas.
Seluruh
rangkaian firman Allah dalam Alquran menanamkan dalam jiwa kita adab dan etika
atau akhlak dan budi pekerti perihal bagaimana memuliakan sesama manusia dengan
tujuan ultimate menjadi rahmat bagi
alam semesta.
Banyak
tidak disadari bahwa lewat Alquran, Allah sendiri memberikan teladan puncak
tentang adab dan etika itu.
Allah
berbisik begitu lembut pada akal dan kalbu kita. Dia sama sekali tidak
mentang-mentang. Dia menyapa dengan “Wahai manusia” atau “Wahai orang-orang
beriman.” Allah mendekati jiwa kaum Muslimin dengan penuh Kasih. Jika dibaca
secara utuh dan sekali lagi dengan hati bersih, tidaklah keliru jika kita
menandaskan hawa seluruh ancaman tentang siksaan atau neraka di dalam Alquran
pun tak lain dari pernyataan kasih, yaitu jika kita bisa membaca itu semua by detour.
Allah
adalah Maha Pendidik. Dan, Dia sematalah yang mengetahui setiap noktah atau
gelagat dalam kompleksitas kimiawi jiwa kita. Maka bagi kita yang percaya,
tidaklah berlebihan untuk menjunjung Alquran sebagai Kitab Induk Segala Kasih.
Itulah sebabnya maka jika kaum Muslimin, kaum Mukminin, kaum Muhsinin membaca
Kitab Suci ini dengan hati bersih bukanlah suatu kejadian langka jika mereka
menangis tersedu-sedu.
Dengan
rajin membaca Alquran, terutama di awal siang dan awal malam, insya Allah jiwa
kita akan selalu tenteram. Saya tak pernah tahu persis apa yang melahirkan rasa
tenteram dari situ. Mungkin lantaran tiap kata di dalamnya selalu pas,
terpilih, dan terukur. Mungkin karena praktis seluruh ayat Alquran senantiasa
berujung secara berima. Mungkin karena tempo kalimatkalimatnya senantiasa
berirama.
Terakhir,
pada tiap rumah atau keluarga di mana anak-beranak secara turun-temurun
terbiasa membaca Alquran, sosok diri serta “pohon keluarga” akan terbangun
sangat nyata di dalam jiwa tiap anggotanya. Takkan mudah mereka mengalami
krisis identitas. Ibarat “lagu-lagu favorit”, ayat-ayat Alquran yang setiap
saat dilantunkan, terutama ayat-ayat yang paling digemari, adalah pengantar
kenangan. Sebab, hampir setiap peristiwa penting yang terjadi dalam keluarga
mempunyai asosiasi dengan bunyi ayat-ayat tertentu pada Alquran yang terekam di
dalam sejarah keseharian keluarga.
Saya,
misalnya, hampir selalu teringat ayah yang sudah lama tiada tiap kali mendengar
lantunan Surat Al Ikhlas. Semasih hidup, itulah ayat yang hampir selalu beliau
baca dalam shalat. Dan, lantunan hampir seluruh surah dalam Juz Amma akan
selalu mengingatkan saya kepada ibu dan binda (tante). Beliau berdualah yang
dengan sabar bergantian mengajariku membaca Alquran di usia dini.
Akhir kata, kita perlu menekankan bahwa
Alquran bukan hanya sebuah rahmat dan mukjizat multidimensi. Ia tak lain dari
pernyataan tak bertara tentang cinta, tentang kasih, dan akhirnya tentang pesan
inti bahwa seluruh alam raya dan sejarah, terutama pelahiran serta pengiprahan
manusia di dalamnya, diciptakan dan dilaksanakan Allah bukanlah untuk sekadar
permainan, melainkan untuk suatu tujuan yang maha mulia. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar