Kegagalan
Angkutan Lebaran
Sumaryoto ; Anggota Komisi Keuangan DPR,
Mantan
Pimpinan Komisi Perhubungan DPR
|
SUARA
MERDEKA , 01 September 2012
MENUMPUKNYA penumpang, tingginya
kemacetan lalu lintas, dan jumlah korban kecelakaan cukup menjadi bukti bahwa
pemerintah telah gagal mengelola angkutan Lebaran 2012 atau Idhul Fitri 1433 H.
Mabes Polri mencatat hingga Senin
(27/08) jumlah kecelakaan lalu lintas mencapai 5.233 kasus dengan 908 korban
tewas dan 1.505 luka berat. Artinya, kecelakaan pada angkutan Lebaran tahun ini
meningkat 10% (489 kasus) dibanding tahun lalu, dengan korban tewas juga naik
129 jiwa (17%), dan luka berat naik 171 jiwa (13%). Jumlah kerugian material
tahun ini sementara tercatat Rp 8.330.279.704.
Bandingkan dengan angka
kecelakaan angkutan Lebaran 2011 yang tercatat 2.770 kasus dengan 449 korban
tewas, 760 luka berat, 1.914 luka ringan, dan kerugian meterial Rp 7,5 miliar.
Bandingkan pula dengan angka kecelakaan angkutan Lebaran 2010 dan 2009. Pada
2010, angka kecelakaan 1.351 kasus dengan 302 korban tewas, 405 luka berat, 826
luka ringan, dan kerugian material Rp 5,3 miliar.
Tahun 2009, angka kecelakaan
tercatat 1.597 kasus dengan korban tewas 675 korban tewas, 801 luka berat,
1.595 luka ringan, dan kerugian meterial Rp 3,7 miliar. Khusus wilayah Jateng,
angka kecelakaan lalu lintas selama arus mudik dan balik Lebaran 2012 mencapai
93 kasus. Polda Jateng bahkan menempati urutan teratas dalam hal angka
kecelakaan setelah Jatim (56), Jabar (22), Metro Jaya (12), dan Polda Sulsel
(5) kasus.
Kemacetan lalu lintas pada
angkutan Lebaran 2012 juga lebih parah ketimbang tahun lalu. Pada arus mudik
H-2, jarak Jakarta-Pekalongan misalnya harus ditempuh 36 jam, padahal normalnya
6-7 jam. Pada arus balik H+6, jarak Indramayu-Subang harus ditempuh 5 jam,
padahal normalnya 1 jam.
Di bandara, pelabuhan, stasiun,
terminal bus, dan terminal bayangan pada musim mudik dan balik tahun ini juga
banyak terjadi penumpukan penumpang. Melihat tingginya kemacetan, jumlah korban
kecelakaan, dan penumpukan penumpang terbukti pemerintah tak pernah belajar
dari pengalaman sebelumnya.
Dalam perbaikan jalan pantura
Jawa misalnya, dari tahun ke tahun pemerintah selalu menargetkan selesai pada
H-7. Kementerian PU bahkan menjadikan Lebaran sebagai ’’proyek’’ tahunan.
Buruknya kondisi infrastruktur jalan telah menyebabkan banyaknya kasus
kecelakaan, terutama motor. Mengapa perbaikan jalur pantura tidak dikerjakan
jauh hari sebelum Lebaran? Padahal APBN periode tahunan sudah menjadi 1
Januari-31 Desember, bukan lagi Maret-April sebagaimana pada era Orde Baru.
Mengapa pemudik banyak memilih
motor? Selain pelayanan angkutan umum masih buruk, tak ada jaminan keamanan dan
kenyamanan, mudik dengan motor juga murah meriah. Bandingkan bila menggunakan
bus. Untuk jurusan Jakarta-Pekalongan misalnya, bus ber-AC yang biasa bertarif
Rp 50.000 pada saat mudik Lebaran bisa Rp 250.000 atau lima kali lipat.
Ironisnya, pemerintah seakan tak berdaya menghadapi ulah pengusaha bus nakal
yang seenaknya menaikkan tarif.
Pemerintah juga tak kunjung
membuat terobosan dalam mengurai kemacetan, misalnya menjadikan jalur
alternatif dan jalur selatan Jawa hanya untuk motor dan kendaraan kecil/
pribadi, sedangkan jalur pantura hanya untuk kendaraan umum/ bus. Kita bisa
melihat pada musim mudik tahun ini kemacetan di jalur pantura sangat
parah.
Terobosan Pemerintah
Sebelumnya, pemerintah sesumbar
dapat menyelenggarakan angkutan Lebaran 2012 dengan lebih baik daripada
sebelumnya. Tetapi sesumbar itu tinggal sesumbar karena realitasnya justru
sebaliknya. Pemerintah gagal mengantisipasi lonjakan jumlah penumpang,
mengurangi angka kecelakaan, dan mengurai kemacetan.
Sebanyak 908 korban tewas dalam
angkutan Lebaran 2012 bukan jumlah sedikit. Bila jumlah itu menjadi korban
bencana alam, wabah penyakit, narkotika, atau terorisme, tentu kita sudah
kalang-kabut. Tapi ketika sejumlah orang itu menjadi korban kecelakaan lalu
lintas, pemerintah biasa-biasa saja dan tak merasa bersalah.
Tak ada permintaan maaf dari
pemerintah yang gagal mengelola angkutan Lebaran 2012. Padahal kegagalan
menyelenggarakan angkutan Lebaran berarti kegagalan melaksanakan amanat Ayat
(3) Pasal 34 UUD 1945 yang menyatakan, ’’Negara bertanggung jawab atas
tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat dan fasilitas
pelayanan umum sesuai harkat kemanusiaan.”
Sudah selayaknya Komisi
Perhubungan DPR memanggil Menteri Perhubungan, Menteri Pekerjaan Umum, dan
pihak-pihak terkait lainnya untuk meminta pertanggungjawaban soal kegagalan
pemerintah mengelola angkutan Lebaran 2012.
Di pihak lain, pemerintah harus
membuat terobosan. Pertama; perbaikan jalur pantura harus sudah beres jauh hari
sebelum Lebaran. Kedua; menjadikan angkutan umum aman dan nyaman serta menindak
pengusaha bus nakal yang menaikkan tarif seenaknya sehingga banyak pemudik
memilih menggunakan motor. Ketiga; menjadikan jalur alternatif dan jalur
selatan Jawa hanya untuk motor dan kendaraan kecil/pribadi, sedangkan jalur
pantura hanya untuk kendaraan umum/bus. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar