Ini Pun Akan
Berlalu
Komaruddin Hidayat ; Rektor
UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
|
KOMPAS,
01 September 2012
Alkisah terdapat seorang
raja yang kaya raya dan senang sekali mengoleksi beraneka hiasan emas. Di
kerajaan itu hidup seorang tukang emas yang sangat ahli, kreatif, dan bijak
bestari sehingga sang raja menaruh hormat.
Mengetahui tukang emas itu
sudah semakin lanjut usianya, sang raja datang meminta dibuatkan cincin seindah
mungkin sebagai kenangan terakhir.
Singkat cerita, tidak sampai
sebulan tukang emas menghadap raja menyerahkan cincin pesanannya. Sang raja
sangat gembira dan memuji cincinnya yang sangat indah. Namun, ketika tukang
emas hendak pamit, sang raja mengajukan satu permintaan: tolong tuliskan di
cincin ini kalimat yang bisa mengingatkan pengalaman hidupmu yang membuat
dirimu dihormati di istana ini.
Tukang emas merenung
sepanjang jalan. Berhari-hari, berminggu-minggu dia belum menemukan kalimat
itu. Dia merasa jauh lebih sulit menemukan kata-kata yang diminta raja
ketimbang membuat cincinnya.
Setelah banyak merenung,
mengamati kehidupan masyarakat di sekitarnya, dan menerawang ayat-ayat semesta,
akhirnya dia tahu apa yang harus dituliskan di cincin. Bunyinya: This too shall pass. Ini pun akan berlalu. Orang Arab
mengatakan, Kulluhu maashy. Dalam
bahasa Ibrani: Gam zeh yaavor. Dalam
frasa Turki: Bu da gecer. Orang
Yunani kuno: Panta rei. Al Quran
menyebutkan: Kullu man ‘alaiha faan.
Tak ada apa pun dan siapa pun yang abadi. Semua akan berlalu dan berpisah dari
kita.
Penuntun Hidup
Meski tidak begitu paham apa
maksud tulisan itu, raja tetap mengenakan cincin itu di jari manisnya.
Aktivitas raja berlangsung seperti biasa, sampai suatu saat raja menghadapi
problem serius di lingkungan istana yang membuatnya tercenung sedih. Ketika
matanya tidak sengaja menatap tulisan di cincin itu, tiba-tiba sang raja paham
artinya. Hatinya menjadi tenang. Kesedihan dan kemarahannya turun. ”Masalah ini
pasti akan berlalu,” gumamnya.
Di lain kesempatan, raja
menghadiri pesta yang ingar-bingar. Berbagai kenikmatan hidup terhidang dan ia
berpesta ria bersama keluarga dan para tamunya. Tiba-tiba seorang teman
tertarik dan memuji keindahan cincinnya. Mata sang raja menatap cincin dan,
lagi-lagi, terbaca: This too shall pass.
”Pesta kegembiraan ini pun tak lama lagi
berlalu,” gumamnya.
Tak ada yang abadi. Panta rei. Semua mengalir bagaikan arus
sungai. Demikianlah gara-gara sebaris kalimat yang terukir di cincin itu
suasana hati, pikiran, dan sikap raja jadi berubah.
Dia memahami dan berterima
kasih pada tukang emas istana yang hidupnya terlihat tenang, bahagia, dan
dihormati banyak orang. Sang raja sadar karena tukang emas itu selalu berada
dalam keseimbangan, ia mampu mengendalikan emosi dan pikiran baik di kala suka
maupun duka. Selalu meyakini bahwa suka dan duka adalah satu paket dalam
kehidupan yang mesti disikapi dengan bijak dan tenang.
Sadar bahwa hidup tidak
abadi, jabatan raja pun tak lama akan berlalu, maka dia berubah total menjadi
raja yang adil, pemurah, dan penolong. ”Sebelum jatah umur ini pun berlalu,”
kata raja pada dirinya, ”Saya mesti meninggalkan warisan buat rakyatku yang
membuat aku akan dikenang sebagai raja yang baik dan selalu melayani dan
membela rakyat dari impitan kebodohan, kemiskinan dan ancaman kerajaan lain.
Apa yang aku miliki adalah apa yang aku berikan kepada rakyatku. Apa yang akan
aku bawa mati adalah apa yang aku wariskan buat rakyatku.”
Waktu Berjalan
Sebagaimana sang raja, saya
pun dibuat tercenung dengan kalimat pendek di atas; This too shall pass. Tanpa disadari waktu senantiasa berjalan.
Semenit yang lalu sudah teramat jauh dan tidak bisa diputar kembali. ”Kakimu
tidak akan bisa menginjak air yang sama di sebuah sungai,” kata Heraklitos.
Panta
rei.
Semuanya mengalir. Wal’ashri. Demi masa, Al Quran memperingatkan.
Sungguh manusia dibuntuti bayang-bayang kerugian jika tidak mampu mengisi
usianya dengan iman dan amal kebajikan yang keduanya akan menjadi sayap
pengantar perjalanan manusia untuk melanjutkan drama hidupnya setelah kematian.
Bagi para pejabat negara
rasanya perlu direnungkan dan dicerna dalam-dalam kalimat pendek di atas: ini pun akan berlalu. Jangan karena usia
jabatan sangat pendek dan pasti berlalu kemudian bersikap mumpungisme dengan
korupsi sesuka hati. Usia sebuah jabatan itu sangat pendek, sebuah peluang emas
untuk membantu dan melayani sebanyak mungkin masyarakat.
Apakah yang akan kuwariskan
dengan jabatan sesingkat ini? Kenangan dan penilaian apa yang tertanam di hati
rakyat ketika aku purnatugas? Panta rei.
Yang jauh itu waktu yang
telah berlalu. Yang besar itu nafsu. Yang berat itu amanah. Yang ringan itu
ingkar janji. Yang abadi itu amal kebajikan. Yang paling pasti itu kematian. ●
Tulisan yang amat menyentuh dan inspiratif.
BalasHapusNamun saya yakin, para koruptor yang bermental seperti binatang tak akan mungkin memahami pesan dari artikel ini.