Sabtu, 01 September 2012

Ini Pun Akan Berlalu


Ini Pun Akan Berlalu
Komaruddin Hidayat ;  Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KOMPAS, 01 September 2012


Alkisah terdapat seorang raja yang kaya raya dan senang sekali mengoleksi beraneka hiasan emas. Di kerajaan itu hidup seorang tukang emas yang sangat ahli, kreatif, dan bijak bestari sehingga sang raja menaruh hormat.

Mengetahui tukang emas itu sudah semakin lanjut usianya, sang raja datang meminta dibuatkan cincin seindah mungkin sebagai kenangan terakhir.

Singkat cerita, tidak sampai sebulan tukang emas menghadap raja menyerahkan cincin pesanannya. Sang raja sangat gembira dan memuji cincinnya yang sangat indah. Namun, ketika tukang emas hendak pamit, sang raja mengajukan satu permintaan: tolong tuliskan di cincin ini kalimat yang bisa mengingatkan pengalaman hidupmu yang membuat dirimu dihormati di istana ini.

Tukang emas merenung sepanjang jalan. Berhari-hari, berminggu-minggu dia belum menemukan kalimat itu. Dia merasa jauh lebih sulit menemukan kata-kata yang diminta raja ketimbang membuat cincinnya.

Setelah banyak merenung, mengamati kehidupan masyarakat di sekitarnya, dan menerawang ayat-ayat semesta, akhirnya dia tahu apa yang harus dituliskan di cincin. Bunyinya: This too shall pass. Ini pun akan berlalu. Orang Arab mengatakan, Kulluhu maashy. Dalam bahasa Ibrani: Gam zeh yaavor. Dalam frasa Turki: Bu da gecer. Orang Yunani kuno: Panta rei. Al Quran menyebutkan: Kullu man ‘alaiha faan. Tak ada apa pun dan siapa pun yang abadi. Semua akan berlalu dan berpisah dari kita.

Penuntun Hidup

Meski tidak begitu paham apa maksud tulisan itu, raja tetap mengenakan cincin itu di jari manisnya. Aktivitas raja berlangsung seperti biasa, sampai suatu saat raja menghadapi problem serius di lingkungan istana yang membuatnya tercenung sedih. Ketika matanya tidak sengaja menatap tulisan di cincin itu, tiba-tiba sang raja paham artinya. Hatinya menjadi tenang. Kesedihan dan kemarahannya turun. ”Masalah ini pasti akan berlalu,” gumamnya.

Di lain kesempatan, raja menghadiri pesta yang ingar-bingar. Berbagai kenikmatan hidup terhidang dan ia berpesta ria bersama keluarga dan para tamunya. Tiba-tiba seorang teman tertarik dan memuji keindahan cincinnya. Mata sang raja menatap cincin dan, lagi-lagi, terbaca: This too shall pass. ”Pesta kegembiraan ini pun tak lama lagi berlalu,” gumamnya.

Tak ada yang abadi. Panta rei. Semua mengalir bagaikan arus sungai. Demikianlah gara-gara sebaris kalimat yang terukir di cincin itu suasana hati, pikiran, dan sikap raja jadi berubah.

Dia memahami dan berterima kasih pada tukang emas istana yang hidupnya terlihat tenang, bahagia, dan dihormati banyak orang. Sang raja sadar karena tukang emas itu selalu berada dalam keseimbangan, ia mampu mengendalikan emosi dan pikiran baik di kala suka maupun duka. Selalu meyakini bahwa suka dan duka adalah satu paket dalam kehidupan yang mesti disikapi dengan bijak dan tenang.

Sadar bahwa hidup tidak abadi, jabatan raja pun tak lama akan berlalu, maka dia berubah total menjadi raja yang adil, pemurah, dan penolong. ”Sebelum jatah umur ini pun berlalu,” kata raja pada dirinya, ”Saya mesti meninggalkan warisan buat rakyatku yang membuat aku akan dikenang sebagai raja yang baik dan selalu melayani dan membela rakyat dari impitan kebodohan, kemiskinan dan ancaman kerajaan lain. Apa yang aku miliki adalah apa yang aku berikan kepada rakyatku. Apa yang akan aku bawa mati adalah apa yang aku wariskan buat rakyatku.”

Waktu Berjalan

Sebagaimana sang raja, saya pun dibuat tercenung dengan kalimat pendek di atas; This too shall pass. Tanpa disadari waktu senantiasa berjalan. Semenit yang lalu sudah teramat jauh dan tidak bisa diputar kembali. ”Kakimu tidak akan bisa menginjak air yang sama di sebuah sungai,” kata Heraklitos.

Panta rei. Semuanya mengalir. Wal’ashri. Demi masa, Al Quran memperingatkan. Sungguh manusia dibuntuti bayang-bayang kerugian jika tidak mampu mengisi usianya dengan iman dan amal kebajikan yang keduanya akan menjadi sayap pengantar perjalanan manusia untuk melanjutkan drama hidupnya setelah kematian.

Bagi para pejabat negara rasanya perlu direnungkan dan dicerna dalam-dalam kalimat pendek di atas: ini pun akan berlalu. Jangan karena usia jabatan sangat pendek dan pasti berlalu kemudian bersikap mumpungisme dengan korupsi sesuka hati. Usia sebuah jabatan itu sangat pendek, sebuah peluang emas untuk membantu dan melayani sebanyak mungkin masyarakat.

Apakah yang akan kuwariskan dengan jabatan sesingkat ini? Kenangan dan penilaian apa yang tertanam di hati rakyat ketika aku purnatugas? Panta rei.
Yang jauh itu waktu yang telah berlalu. Yang besar itu nafsu. Yang berat itu amanah. Yang ringan itu ingkar janji. Yang abadi itu amal kebajikan. Yang paling pasti itu kematian.

1 komentar:

  1. Tulisan yang amat menyentuh dan inspiratif.

    Namun saya yakin, para koruptor yang bermental seperti binatang tak akan mungkin memahami pesan dari artikel ini.

    BalasHapus