Selasa, 04 September 2012

Andai Aku Jadi Importir (Pangan)


Andai Aku Jadi Importir (Pangan)
Iman Sugema ;  Ekonom
REPUBLIKA , 03 September 2012


Kalau saya ditanya tentang bisnis apa yang gampang saat ini, jawabannya adalah bisnis impor pangan. Di samping mampu memperkaya diri sendiri, koneksi politik akan terbangun dengan mudah. Apalagi kalau pangan itu dipandang sebagai `hajat hidup orang banyak' atau sembilan bahan kebutuhan pokok, seperti terigu, kedelai, gula, dan garam. Mengapa demikian? 

Setidaknya, ada lima kenikmatan khusus dari bisnis importir ini. Pertama, bisnis ini dijamin untung alias tidak akan pernah merugi. Harga domestik selalu bisa dipastikan lebih tinggi dibandingkan harga internasional, baik ketika harga turun maupun sedang naik, importir bisa dipastikan bisa ambil untung. Ini merupakan hukum ekonomi yang bisa dijelaskan secara sederhana.

Ketika harga sedang naik, sudah pasti importir dapat menikmati margin penjualan tambahan yang terjadi akibat pertambahan harga. Ketika harga internasional cenderung turun, importir akan dengan mudah mencegah terjadinya transmisi harga secara one on one. Caranya adalah dengan mengatur suplai ke pasar domestik. Karena pasar domestik berada dalam excess demand, pada prinsipnya konsumen domestik bersedia membayar lebih mahal dibanding dengan harga internasional.

Kedua, bisnis ini dijamin dapat tumbuh melebihi pertumbuhan pendapatan dan populasi penduduk. Inilah yang menjelaskan mengapa, misalnya, pangsa impor gula, garam, dan kedelai semakin membengkak, sementara produsen domestik mati megap-megap. Harap di ingat bahwa jumlah importir relatif sedikit dibandingkan jumlah petani. Para importir dapat melakukan pengaturan harga di antara sesamanya dengan tujuan untuk mematikan usaha petani. Di lain pihak, tak ada satu institusi yang mampu melalukan pengaturan harga di antara sesama petani. Dengan kata lain, bargaining position petani relatif sangat lemah dibandingkan importir.

Dalam beberapa kasus, importir dapat membuat petani enggan berproduksi secara permanen. Contohnya, ketika terjadi panen, importir dapat menyusupkan barang impor ke sentrasentra produksi sehingga hasil panen tidak laku dijual. Akibat nya bisa ditebak, petani rugi dan kapok sehingga mereka memutuskan untuk beralih komoditas.

Karena itu, dalam jangka panjang, ketergantungan terhadap impor akan selalu bertambah besar. Bukankah itu yang terjadi pada beberapa komoditas pangan selama ini? Kalau demikian, kita tak bisa bermimpi menggapai kedaulatan pangan selama keran impor dibuka lebar-lebar.

Ketiga, bisnis ini bisa dijalan kan dengan modal dengkul atau tanpa modal sama sekali. Kele bih an produksi pangan di negara-negara maju, mau tidak mau, harus dilempar ke negara lain. Biaya penyimpanan komoditas pangan lebih tinggi dibandingkan ongkos bunga pinjaman bank. Karena itu, importir diberi fasilitas khusus pinjaman dari ECA atau export credit agency yang jumlahnya bisa mencapai 100 persen dari nilai barang. Dengan kata lain, Anda sebagai importir tak harus memiliki modal sama sekali. Selain itu, suku bunga ECA biasanya disubsidi alias merupakan dana murah.

Keempat, posisi sebagai importir bisa dibela habis-habisan oleh negara pengekspor. Importir adalah representasi dari kepentingan negara pengekspor.
 
Celakanya, percaturan politik dunia lebih banyak ditentukan oleh negara maju yang sekaligus juga adalah negara pengekspor.

Ini yang menjelaskan bahwa ultimate owner dari perusahaan importir pangan biasanya tidak pernah berubah dari waktu ke waktu. Bendera perusahaanya bisa saja berubah, tapi pemiliknya itu-itu juga.

Kelima, secara politis Anda sebagai importir dapat menjadi king maker dalam percaturan politik nasional. Selain karena ada back up dari negara adikuasa, Anda juga memiliki sumber daya keuangan yang besar dari margin impor. Kalau Anda memiliki margin sebesar Rp 1.000 per kilogram dengan volume impor sebanyak satu juta ton per tahun, keuntungan bersihnya mencapai Rp 1 triliun setahun. Itu setahun saja, lho. Karena besarnya margin inilah, importir tak segan-segan untuk mengeluarkan biaya politik. Tujuannya adalah untuk mengokohkan posisi bisnis melalui politik.

Lagi pula, sistem pemilu yang multipartai sekarang ini membutuhkan biaya politik yang tidak murah. Cara yang paling aman bagi para politisi adalah berkolaborasi dengan pemilik duit, yang salah satu di antaranya adalah para importir pangan dan energi. Korupsi jenis ini lebih sulit terendus oleh KPK karena tidak melibatkan proses APBN.
Itulah beberapa sisi gelap importasi pangan yang harus diketahui secara gamblang oleh rakyat. Nasib jutaan rumah tangga petani adalah taruhannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar