Senin, 20 Februari 2012

Neraca Pembayaran 2011


Neraca Pembayaran 2011
Cyrillus Harinowo Hadiwerdoyo, PENGAMAT EKONOMI
Sumber : SINDO, 20 Februari 2012



Beberapa waktu lalu Bank Indonesia melaporkan perkembangan neraca pembayaran Indonesia di kuartal keempat yang mengalami defisit.

Defisit ini menutup perkembangan eksternal perekonomian Indonesia sepanjang 2011 yang secara keseluruhan masih mengalami surplus cukup besar yaitu USD11,9 miliar. Dengan perkembangan ini, sepanjang 2011 cadangan devisa Indonesia meningkat sehingga menjadi USD110,1 miliar dari USD96,2 miliar pada akhir 2010. Perkembangan di kuartal IV/2011 tersebut membuat berbagai pihak di pemerintahan dan sebagian pengamat merasa concerned sehingga menteri keuangan baru-baru ini menyatakan, pemerintah mewaspadai perkembangan neraca pembayaran.

Agar tidak menimbulkan komentar yang bersifat ikut-ikutan yang pada umumnya menunjukkan kekhawatiran terhadap perkembangan eksternal itu, saya mencoba untuk melihat dari sisi lain. Pada 2011 sebetulnya ekspor Indonesia mengalami perkembangan yang sangat menggembirakan yaitu mencapai lebih dari USD203 miliar (data BPS tersebut sedikit berbeda dengan data Bank Indonesia yang mencatat ekspor 2011 sebesar USD201 miliar).Perkembangan semacam ini akhirnya menggambarkan suatu kinerja ekspor yang boleh dikatakan luar biasa, terutama karena terjadi di tengah perkembangan perekonomian global yang tidak kondusif.

Kendati demikian, perkembangan semacam ini bisa saja menjadi tampak tidak berarti karena pemerintah kemudian melihat perkembangan faktor lainnya yaitu perkembangan impor yang juga sangat tinggi. Namun, dari sisi neraca perdagangan (yaitu ekspor dikurangi impor) sebetulnya terjadi perkembangan yang positif yaitu terjadi kenaikan surplus dari sekitar USD30,6 miliar pada 2010 menjadi USD35,3 miliar pada 2011. Perkembangan menjadi sedikit berbeda jika kita melihat perkembangan transaksi berjalan yaitu neraca perdagangan yang meliputi bukan hanya ekspor dan impor barang, melainkan juga jasa-jasa serta pendapatan lainnya (net factor income).

Transaksi berjalan tersebut, yang pada 2010 mengalami surplus sebesar USD5,144 miliar, turun pada 2011 sehingga hanya menghasilkan surplus USD2,07 miliar. Jika ditambah dengan neraca modal (yaitu modal masuk dikurangi modal keluar), neraca pembayaran Indonesia secara keseluruhan bahkan mengalami penurunan surplus dari USD30, 285 miliar menjadi USD11,856 miliar. Khusus pada kuartal ketiga dan keempat pada 2011 telah terjadi defisit sebesar USD3,960 miliar dan USD3,726 miliar.

Dengan melihat perkembangan itu, terdapat beberapa hal yang membuat kita masih patut berbesar hati. Perkembangan ekspor yang mengalami peningkatan demikian pesat akhirnya menggambarkan potensi perekonomian Indonesia dalam melakukan penetrasi secara global. Kita tentu sering berpikir, peningkatan ekspor tersebut terutama karena peningkatan harga-harga komoditas. Kendati demikian, jika kita menilik beberapa komoditas yang ada, kesimpulan yang bisa kita ambil, memang sungguh telah terjadi peningkatan volume ekspor.

Minyak sawit dan batubara misalnya mengalami kenaikan volume yang cukup besar karena terjadi peningkatan produksi kedua komoditas tersebut. Perkembangan ini didukung oleh semakin meluasnya kebun sawit yang mengalami panen serta semakin besarnya kapasitas produksi batubara Indonesia. Dalam beberapa waktu terakhir kita juga mengamati peningkatan volume ekspor karet karena permintaan komoditas tersebut meningkat tajam seiring kenaikan penjualan mobil secara global. Yang juga membuat kita patut berbesar hati adalah semakin berkembangnya ekspor hasil industri Indonesia.

Dahulu ekspor hasil industri kita terutama berpusat pada tekstil dan produk tekstil (TPT) serta alas kaki.Banyak pihak mengatakan, industri tersebut merupakan foot loose industry yang mudah berpindah untuk mencari biaya produksi lebih rendah. Kendati demikian, dalam perkembangan terakhir ekspor TPT Indonesia justru mengalami kenaikan kembali dan bahkan sudah lebih dari USD13 miliar, telah jauh melampaui USD10 miliar yang sebelumnya menjadi rekor ekspor industri tersebut. Namun, sekarang ini kita juga melihat bangkitnya ekspor elektronika yang bahkan nilainya bersaing ketat dengan ekspor TPT.

Yang lebih luar biasa lagi adalah peningkatan ekspor industri automotif Indonesia. Saya melihat mobil buatan Indonesia meluncur di Timur Tengah dan bahkan di kota kecil Italia dalam perjalanan saya ke sana. Ini berarti ekspor industri automotif kita sudah semakin mengglobal dewasa ini. Karena itu, peningkatan yang sangat tajam dari ekspor kita tidaklah hanya terkonsentrasi pada beberapa produk saja, tapi sudah sangat luas cakupannya, atau yang sering disebut sebagai broad based. Dengan melihat perkembangan ini, sangat mungkin ekspor Indonesia pada 2012 masih akan mengalami kenaikan meski tidak secepat tahun lalu.

Dari sisi impor, kita melihat peningkatan yang sangat pesat dari impor barang-barang modal. Perkembangan ini menandakan terjadi peningkatan investasi, baik yang berasal dari investor dalam maupun luar negeri. Untuk investor dari luar negeri, perkembangan impor itu akan dikompensasi dengan aliran modal masuk dalam jumlah yang setara (atau bahkan mungkin lebih karena kebutuhan investasi untuk modal kerjanya). Karena pemerintah kita sangat getol mengundang masuknya investasi asing, sebetulnya sudah bisa dipastikan bahwa impor barang modal pasti akan mengalami kenaikan tajam. Namun, karena impor ini diimbangi oleh masuknya modal (dalam neraca modal), sebetulnya yang terjadi adalah aliran modal yang tidak menimbulkan utang atau yang disebut dengan non-debt creating flows.

Kenaikan impor oleh faktor ini seharusnya membuat kita bergembira dan bukan bersedih atau bahkan khawatir. Jika kita melihat aliran modal langsung (PMA) sepanjang 2011 mencapai USD10,437 miliar, sebetulnya jika tidak ada PMA tersebut, neraca perdagangan kita akan mengalami surplus lebih besar yaitu sekitar USD46 miliar, lebih dari USD35 miliar yang terjadi saat ini. Dengan melihat perkembangan tersebut, defisit yang terjadi pada kuartal ketiga dan keempat pada 2011 lebih karena terjadi aliran balik dari investasi portofolio yang tertanam di Indonesia.

Perkembangan tersebut pada hakikatnya tidak akan memengaruhi perkembangan sektor riil sehingga secara fundamental perekonomian kita bisa dikatakan masih sangat sehat. Dengan melihat perkembangan rating Indonesia yang mengalami peningkatan menjadi investment grade oleh lembaga pemeringkat Fitch and Moody’s, kita bisa berharap akan terjadi aliran modal balik kembali masuk ke Indonesia untuk masuk dalam aset-aset keuangan Indonesia. Itulah sebabnya dalam beberapa minggu terakhir kita mulai melihat kenaikan indeks harga saham gabungan (IHSG) meski perkembangannya mengalami pasang- surut yang cukup besar.

Jika aliran dana masuk tersebut berlangsung sebagaimana terjadi pada semester pertama tahun lalu, bisa dipastikan neraca pembayaran Indonesia akan kembali mengalami surplus sehingga cadangan devisa kita akan mengalami kenaikan, sementara nilai rupiah juga akan cenderung menguat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar