Rabu, 16 November 2011

Tantangan Kita di ASEAN


Tantangan Kita di ASEAN

Syamsul Hadi, PENGAJAR EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL DI FISIP UI
Sumber : KOMPAS, 16 November 2011



Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN di Bali, 16-19 November, berlangsung dalam suasana optimisme menyangkut peran positif ASEAN dalam revitalisasi perekonomian global.
Ekonomi negara-negara ASEAN secara umum telah mengalami pemulihan dari dampak negatif krisis finansial global, dengan mencatatkan pertumbuhan ekonomi 7,5 persen pada tahun 2010, jauh di atas pertumbuhan ekonomi dunia yang hanya sebesar 4,8 persen.

Dengan integrasi dan interdependensi yang makin erat dengan kekuatan-kekuatan ekonomi besar di Asia, seperti India, China, Jepang, dan Korea Selatan, ASEAN berpeluang menjadi bagian penting dari emerging economies yang akan menjadi alternatif pertumbuhan ekonomi dunia pada saat ekonomi Amerika Serikat dan Uni Eropa masih terus dibayangi krisis.

China, Korea Selatan, dan beberapa negara di Asia yang memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan ASEAN menguasai cadangan devisa lebih dari 4 triliun dollar AS, yang dapat diarahkan sebagai sumber pendanaan bagi pertumbuhan ekonomi regional yang lebih dinamis (Kompas, 12/11). Lalu, apa saja yang menjadi tantangan bagi Indonesia yang kini menjadi Ketua ASEAN?

Tantangan Keamanan

Di bidang politik/keamanan, Carlyle A Thayer (Southeast Asian Affairs, 2011) menyebut ada tiga faktor yang memengaruhi dinamika politik/keamanan regional di kawasan Asia Timur saat ini. Pertama, bertambahnya ketegangan dalam hubungan China-AS; kedua, meningkatnya kembali keterlibatan AS di Asia Timur; dan ketiga, peningkatan keagresifan China di Laut China Selatan.

Ketiga faktor ini merupakan ujian yang serius bagi ASEAN, yang telah memproklamasikan diri sebagai kekuatan pendorong utama (primary driving force) dalam penyelesaian isu-isu regional di kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur.

Meluasnya ketegangan di Laut China Selatan dimulai ketika Vietnam dan Malaysia mengajukan perluasan klaim wilayah landas kontinen mereka ke sebuah area di Laut China Selatan sejauh 200 mil laut (370,4 kilometer) dari garis pantai. China secara tegas menyatakan keberatan atas klaim Vietnam dan Malaysia, dengan menegaskan kedaulatannya yang tidak bisa dipertanyakan atas pulau-pulau di Laut China Selatan dan perairan di sekitarnya (Robert Beckman, Issues in Human Security in East Asia, 2011).

Langkah-langkah agresif China yang mengiringi responsnya yang keras itu justru memperbesar kecenderungan ke arah pelibatan kekuatan-kekuatan ”ekstra-regional” untuk mengimbanginya. ASEAN telah bersepakat memperluas East Asia Summit dengan memasukkan AS dan Rusia sebagai anggota tetap. Kunjungan Presiden Barack Obama ke Indonesia dan beberapa negara ASEAN pada bulan November 2010 dan kehadirannya dalam KTT ASEAN di Bali tahun ini menandai fase re-engagement (keterlibatan kembali) AS dalam percaturan regional di Asia Tenggara.

Terkait dengan masalah ketegangan di Laut China Selatan, Presiden SBY menyatakan, sebagai Ketua ASEAN, salah satu prioritas utama Indonesia adalah membuat kemajuan dalam pembahasan konflik di Laut China Selatan.

Meskipun tak terlibat sebagai salah satu negara yang mengklaim wilayah di perairan itu, Indonesia sebenarnya mempunyai kepentingan yang sangat jelas dalam isu ini. Klaim China atas Kepulauan Spratly dan perairan di sekitarnya juga mengancam keberadaan Kepulauan Natuna yang diklaim Indonesia, yang kaya akan gas.

Di samping itu, Indonesia juga tidak ingin terjadi konflik terbuka di kawasan ASEAN, yang melibatkan kekuatan-kekuatan besar seperti China dan AS.

Dalam kedudukan sebagai Ketua ASEAN, Indonesia tak punya pilihan selain terus menekankan pentingnya semua pihak, termasuk China dan AS, untuk mengimplementasikan Deklarasi Perilaku Para Pihak dalam kaitan dengan sengketa Laut China Selatan (Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea/DOC) 2002 dalam rangka membangun situasi keamanan yang kondusif di kawasan ini.

Tantangan Ekonomi

Meski secara regional ada optimisme yang membubung tentang prospek ekonomi ASEAN, bagi Indonesia, manfaat ASEAN secara ekonomi sebenarnya masih dalam tanda tanya besar.
Keberadaan ASEAN sebagai pasar tunggal (single market) dan basis produksi tunggal (single production base) dalam kerangka Komunitas ASEAN 2015 menuntut peningkatan kemampuan bersaing yang terus-menerus.

Laporan Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum) 2011 menunjukkan, daya saing ekonomi Indonesia menurun dari peringkat ke-44 ke peringkat ke-66. Laporan dari International Finance Corporation juga menunjukkan, peringkat kemudahan berbisnis di Indonesia menurun dari urutan ke-126 ke urutan ke-129 (dari 183 negara).

Satu tahun penerapan perdagangan bebas ASEAN-China (ACFTA) ditandai dengan defisit perdagangan Indonesia-China lebih dari 5 miliar dollar AS, dengan perincian ekspor Indonesia ke China sebesar 14,072 miliar dollar AS dan impor dari China sebesar 19,687 miliar dollar AS.

Kasus keputusan perusahaan produsen Blackberry, Research In Motion Company (RIM), untuk membangun pabrik mereka di Malaysia hendaknya menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia.

Alih-alih menanamkan modal di Indonesia yang dalam setahun bisa menyerap empat juta produk Blackberry, RIM justru memilih berinvestasi di Malaysia yang dalam setahun tak dapat menyerap lebih dari 400.000 unit produknya.

Setelah mendapat protes dari Pemerintah Indonesia, pimpinan RIM menjelaskan bahwa dalam hal ini mereka sedang memanfaatkan skema perdagangan bebas ASEAN. Artinya, mereka memilih Malaysia yang iklim investasinya lebih baik sebagai basis produksi di ASEAN. Sedangkan Indonesia hanya diperlakukan sebagai ”pasar besar” dengan fasilitas zero-tariff yang menguntungkan dalam skema perdagangan bebas ASEAN.

Pertanyaannya, apakah untuk menjadi pemain regional yang hebat di kawasan Asia Tenggara, Indonesia memang harus terus ”setia” mendudukkan diri sebagai ”konsumen massal” bagi perusahaan-perusahaan multinasional yang beroperasi di kawasan ASEAN?  

1 komentar:

  1. Apakah dengan keadaan yang seperti itu Indonesia masih mampu mengetuai ASEAN sampai tahun 2014? akankah ada kemajuan bagi ASEAN dengan kondisi tersebut?

    BalasHapus